Oleh : Davy Byanca
Sahabat sufiku.
BEBERAPA PULUH tahun silam sekumpulan anak muda berdiri, dengan dada yang bergelora, tegak melawan penjajahan. Mereka berikrar dan bersumpah. Kalau mati dengan berani, kalau hidup dengan berani. Kerana jika keberanian sudah sirna, jangan salahkan jika bangsa asing kembali menjajah kita. Sebab masa terbaik dalam hidup kita adalah masa di mana kita dapat menggunakan kebebasan yang telah kita rebut sendiri.
MELALUI KEMERDEKAAN kita bangun pendidikan bagi anak bangsa. Pendidikan itu gunanya agar kita mampu merawat akal dan berani mengungkapkan pendapat. Bukan sekadar mendapat nilai dan ijazah belaka. Apa gunanya memiliki pendapat jika hanya untuk diketahui sendiri? Pramoedya Ananta Toer berkata, ‘Siapa yang takut menyampaikan pendapatnya sendiri, dia tak perlu belakar untuk tahu dan untuk punya pendapat’.
HARI INI, baru 8 hari kita memiliki Presiden yang ke-8. Kita patut memberikan apresiasi atas apa yang telah disusun dan dirancang oleh seorang pemimpin yang baru saja dilantik. Tapi penghargaan dan penghormatan buta pada sebuah kekuasaan, sejatinya adalah musuh terbesar bagi kebenaran, kata Albert Einstein. Mengapa? Sebab semakin rendah kesadaran politik rakyat, semakin mudah mereka dimanipulasi oleh mereka yang tak ingin kehilangan kekuasaannya.
DI PAGI BUTA tadi, sekumpulan anak muda berdiri tegak di Puncak Gunung Rinjani, mengolah kembali sumpah mereka untuk nusa dan bangsa ini. Mereka mengeluarkan sumpah-serapah kepada para begundal yang telah menyerahkan kedaulatan ekonomi, tanah, air, tambang dan lautan kepada bangsa asing. Mereka bersumpah akan terus menyalak dan berpuisi untuk menyentuh nurani para patriot bangsa yang habis digembleng di kaki Gunung Tidar.
Yuk kita ngupi sambil nonton, what’s next tuan ..!
Demikianlah