Oleh: Doni Riw
Almarhum Kakek saya berasal dari Pekalongan. Mbah Mulkadar namanya. Beliau merantau untuk berjualan kain, sampai akhirnya menetap di Sukorejo. Sebuah desa kecil di kaki gunung Perahu bagian utara. Berseberangan dengan Dieng dan Wonosobo.
Beliau punya empat orang istri. Nenek saya istri ke empat. Sedangkan bapak saya adalah anak terakhirnya, dan saya anak terakhir dari bapak. Ibarat juragan kaya tujuh turunan, saya keturunan ke delapan.
Hampir semua istri dan anak-anak Mbah Mulkadar adalah pedagang kain atau penjahit, kecuali bapak saya. Bapak sempat menjadi pelukis. Lukisannya pernah dikoleksi Pak Harto sampai Ratu Yuliana. Tapi karir senimannya tudak langgeng. Beliau akhirnya menjadi tukang Stample dan Plat Nomer.
Akupun mengikuti jejak kesenimanan bapak. Kuliah di Institut Seni Indonesia, jurusan musik. Sempat berkarir sebagai musisi juga. Terakhir sempat mewakili Indonesia dalam ajang Asia Musik Festival di Malaysia tahun 2013. Entah bagaimana ceritanya, saat ini merintis bisnis batik bernama Batiki Jannati.
Kami mengerjakan batik custom dengan desain original karya kami sendiri. Beberapa yang telah menjadi klien kami adalah Ma’had Syaraful Haramain, Khairu Ummah, Qurani Kids School, Batik Komunitas Literasi, Batik Assalim, dan masih banyak lagi. Bisa dicek di www.batikijannati.com
Jika akhirnya saya hari ini kembali menggeluti bisnis yang dulu dijalani Kakek, tentu itu bukan kebetulan. Melainkan Qodho yang telah menjadi keputusanNya. Semoga bisnis ini bisa membesar, mencukupi keluarga, dakwah, dan menjadi berkah bagi semua yang terlibat.
Jika akhirnya saya mewarisi jalan hidup Kakek sebagai pedagang kain, sungguh saya tidak tau, apakah QodhoNya juga akan mewarisi sistem rumah tangga beliau yang tidak tunggal.