Oleh: Joko Intarto
(Foto : JTO)
Sudah dua unit bisnis yang berjalan baik di Jagaters Studio menggunakan model bisnis kolaborasi: Jasa live streaming dan video conference serta jasa penerbitan buku. Saatnya menambah lebih banyak lagi.
Tiga belas tahun lalu, Jagaters Studio berdiri sebagai productions house dengan karyawan empat orang. Mereka merupakan tenaga inti perusahaan: Satu di bagian marketing, satu di bagian teknik, satu di bagian creative dan satu di bagian finance.
Seiring meningkatnya order dari berbagai klien, jumlah karyawan pun bertambah. Sempat mempekerjakan 470 orang. Ketika order produksi konten televisi begitu banyaknya.
Perkembangan teknologi digital mengubah semuanya. Order merosot drastis. Terpaksa melakukan rasionalisasi SDM. Jumlahnya terus berkurang: Dari separo, menyusut lagi separo. Dan seterusnya. Akhirnya tersisa tiga orang. Tiga yang terakhir ini tidak bisa dikurangi lagi. Semua berstatus pendiri perusahaan dan pemegang saham.
Dalam kondisi terpuruk, pada 2014 Jagaters Studio berusaha bangkit lagi. Tetap dalam bidang usaha yang sama: Bidang usaha yang sangat rawan terganggu kemajuan teknologi informasi.
Tapi trauma masa lalu terus menghantui. Kalau situasi berubah tiba-tiba, bagaimana menggaji karyawan? Bagaimana membayar tagihan kantor? Semua biaya tersebut tidak bisa diutang.
Ketemulah ide: Mengubah model bisnis dari ‘’menyediakan semua sendirian’’ menjadi ‘’kolaborasi’’. Pada 2017 ide konsep itu dimulai. Setiap order pekerjaan yang masuk di-break down. Ketemulah detail pekerjaannya. Dari situ bisa dicari siapa yang bisa mengerjakan. Ada kontrak dengan perorangan (B2C) dan dengan perusahaan (B2B).
Berkolaborasi dengan tiga hingga empat perusahaan untuk mengerjakan order live streaming dan video conference menjadi hal biasa sejak itu. Ada partner yang khusus menyediakan sound system dan lighting, ada yang hanya menyediakan LED video wall dan genset, ada yang hanya menyediakan jaringan internet dan server dan ada yang menyediakan tenaga creative atau event management.
Belajar dari situ, Jagaters Studio pada 2020 menghidupkan lagi lini usaha yang sudah tiga tahun mati suri: Jasa penerbitan buku. Kolaborasi tetap menjadi model bisnisnya. Mulailah dibangun tim kerja yang melibatkan penulis naskah, editor, fotografer, desain grafis dan perusahaan percetakan.
Meski agak sulit pada tahun pertama, lini usaha ini menunjukkan tren membaik pada tahun kedua. Jumlah judul buku yang dihasilkan makin banyak. Pun begitu pada tahun ketiga: Sekarang ini.
Rasanya model bisnis ini bisa dikloning untuk lini usaha baru lagi. Jasa live streaming berbasis studio. Ada peluang baru di situ: Makin berkembangnya social commerce dengan kehadiran TikTok Shop yang sedang ramai akhir-akhir ini.
Semua perusahaan membutuhkan jasa promosi dan pemasaran. Pada era milenial ini, jasa di bidang itu tidak bisa dilepaskan dari platform media sosial dan platform e-commerce. TikTok Shop menawarkan sesuatu yang baru: Menggabungkan platform media sosial dan e-commerce dalam satu aplikasi. Menjadi social commerce.
Untuk menjalankan strategi promosi dan pemasaran digital, banyak pekerjaan spesifik yang harus dilakukan. Setiap pekerjaan memerlukan tenaga kerja dengan keahlian khusus.
Mengelola system pada platform media sosial dan e-commerce satu persoalan. Membuat konten promosi dan live shopping persoalan yang berbeda. Memasarkan jasa kepada klien juga hal yang lain lagi.
Anggaplah Jagaters Studio sebagai rumah. Di dalamnya ada beragam lini usaha dengan ekosistemnya masing-masing. Sekarang Jagaters Studio mengundang advertising agency, public relations agency dan marketing agency: Bagaimana kalau mampir untuk ngobrol kolaborasi sambil ngopi?