Oleh: Joko Intarto
Sebenarnya saya pergi ke Mall Kelapa Gading hanya untuk membeli kopi. Kebetulan stok yang tersisa tidak saya sukai: Super dark roast. Hitam pekat. Rasa kopinya nyaris hilang, menjadi seperti arang. Di labelnya memang ditulis: Smooky. Tapi saya tidak menyangka kalau pahitnya nauzubillah.
Waktu magrib masih lama. Sebelum mampir di Starbucks, saya pilih muter-muter di mall itu. Berharap menemukan produk diskon yang bukan trifting.
Sampai di depan toko sepatu, mata saya tertarik dengan pemandangan beberapa orang tengah mendengarkan penjelasan pramuniaga yang memegang produk sepatu baru dalam plastik.
Tak jauh dari situ, terlihat deretan aneka produk sepatu yang dipajang. Beberapa di antaranya juga dibungkus plastik dengan tempelan stiker bulat berwarna merah. Beberapa lainnya tanpa bungkus plastik.
Beberapa orang terlihat mendengarkan penjelasan pramuniaganya. Saya pun ikut nimbrung. Siapa tahu sedang berlangsung program promosi dengan diskon gede. Maklum, menjelang Idul Fitri.
Ternyata saya salah duga. Pramuniaga itu tengah menjelaskan mengapa sepatu tersebut dibungkus plastik dan diberi label merah. Ternyata sepatu tersebut mengandung bahan yang berasal dari kulit babi.
Upaya manajemen perusahaan sepatu tersebut, menurut saya, layak diapresiasi. Perusahaan multinasional itu memberikan penjelasan yang jujur kepada konsumen (muslim) agar tidak salah beli: Akhirnya menggunakan produk sepatu dari kulit babi tanpa disadari.
Sebagai penggemar brand sepatu tersebut, saya merasa senang. Ternyata beberapa model yang saya beli sejak 15 tahun lalu tidak termasuk yang berstiker merah.
Saya pun melanjutkan melihat-lihat produk baru lainnya yang bebas babi Rencana mau membeli sepasang untuk anak saya yang akan berulang tahun.
Sepatu sudah dipilih. Nomornya sesuai ukuran. Saat hendak membawa ke meja kasir, ternyata saya tidak membawa dompet. Sedangkan mobile banking belum saya urus lagi sejak handphone Samsung A71 itu dicuri orang dua minggu lalu.
Apes. Terpaksa pulang dengan tangan kosong. Malam ini saya terpaksa harus ngopi arang. Atau, jadi pengabdi sasetan?