Thayyibah
Oleh: Joko Intarto
Tepat setelah salat ashar jenazah Bu Riswati dimakamkan di Nglorok, makam desa, persis di samping sawah keluarga. Selesai pemakaman saya tunaikan wasiat pertama almarhumah: Menginfakkan semua uang sumbangan para pelayat kepada Lazismu.
Nama Lazismu begitu melekat dalam hati almarhumah berkat layanan ambulans gratisnya. Selama 9 bulan terakhir ambulans Lazismu Grobogan yang wira-wiri mengantar ke rumah sakit dan membawanya pulang ke rumah.
“Wis dibayar opo durung?” tanya ibu suatu ketika.
“Mboten purun dibayar. Gratis,” jawab saya.
“Lah, terus sing nggo tuku bensin duite soko ngendi?” lanjutnya.
“Infak saking masyarakat,” jawab saya.
Dari situlah ibu saya kemudian berpesan agar kalau meninggal dunia, uang sumbanganya diberikan kepada Lazismu. “Apik tenan kuwi Supri. Gak gelem dibayar,” kata almarhumah.
Supri adalah amil Lazismu Grobogan yang paling terpatri dalam ingatan ibu saya. Bahkan saat ibu lupa nama saya, nama Supri selalu diingat. Ialah yang paling sering mengantar dan menjemput dengan ambulans. Tidak kenal waktu. Tengah malam pun ambulans Lazismu datang kalau ada panggilan darurat.
Hari ini rumah ibu saya seperti menjadi tempat reuni amil Lazismu. Dari Semarang, Sragen, Grobogan, Kudus, semua kumpul. Kiriman bunga ucapan duka juga datang dari mana-mana. Ribuan ucapan duka saya terima juga melalui Whatsapp dan Facebook. Saya baru bisa membalasnya sebagian. Maafkan.
Ada juga sahabat yang membuat kejutan. Biyp Mukhsen Assegaf tiba-tiba datang di rumah duka. Boss Indonesia Direct itu datang naik mobil bersama istrinya.
Yang lebih mengejutkan, sahabat Epey Nawardni tahu-tahu menepuk bahu saya di pemakaman. Ia tiba di pemakaman naik sepeda motor. Entah pinjam siapa. Setahu saya Ia tinggal di Solo.
“Malam tadi saya berangkat dari Jakarta,” katanya.
Masya Allah…. Sahabat-sahabat saya begitu besar perhatiannya. Terima kasih untuk semuanya. Tak mungkin saya bisa membalas kebaikan mereka semua.
