Oleh: Salim A. Fillah
Kamis Pahing, 7 Oktober 1756, Sri Sultan Hamengkubuwono I (1717-1792) hijrah dari Pesanggrahan Ambar Ketawang di Gamping memasuki Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat yang selesai dipersiapkan sebakda Perjanjian Giyanti atau Palihan Nagari pada 13 Februari 1755.
Keraton baru ini dibangun di Pesanggrahan Garjitowati yang telah masyhur sejak zaman awal Kesultanan Mataram Islam, terletak di dekat Umbul Pacethokan di kawasan alas Pabringan. Momentum Sultan Suwargi memasuki Keraton baru ini diperingati sebagai hari jadi kota Yogyakarta yang tahun ini tepat berusia 264 tahun Syamsiyah. Dirgahayu Ngayogyakarta Hadiningrat, hamemayu hayuning bawana.
Rabu Legi, 7 Oktober 1981, seorang bayi perempuan lahir.
Saya hanya mendengar kisah yang diceritakannya dengan mesra bertahun lalu ketika kami beperjalanan berdua. Dia, gadis yang dibesarkan di lereng Lawu; saat itu harus mempertahankan agar jilbab yang dikenakannya boleh dipakai bersekolah, terutama ketika praktikum di laboratorium dan saat ujian. Sebuah sekolah menengah farmasi, dengan jadwal yang amat ketat, dan laboran yang sulit berkompromi.
Sampai dia dan teman-temannya harus pergi ke ibukota propinsi, menghadap pejabat wilayah kementerian pendidikan sekaligus kementerian kesehatan; melobi, meminta rekomendasi. Kisah yang amat pahalawati, dengan bekal yang nyaris tak cukup untuk transportasi pulang saat itu, dengan keyakinan yang mengundang keajaiban.
Dwi Indah Ratnawati namanya. Tentu hanya satu di antara pejuang jilbab pada zamannya; yang sebagian pendahulunya bahkan lebih rela keluar dari sekolah favorit, demi mempertahankan selembar kain yang menyimbolkan hadiah hidayah dari Pencipta Bumi dan Langit. Saya menyebut Dwi Indah Ratnawati, tentu karena ia amat tercinta, ibu dari Hilma Mumtaza Fillah, Nawwaf Muharrik Fillah, Jaisyan Mabruri Fillah, dan Labib Muhammad Fillah anak saya.
Adalah takdirNya, tanggal kelahiran istri tercinta sama dengan milad kota tersayang. Biar saja orang-orang bersemboyan berhati nyaman. Bagiku, Yogyakarta itu Indah karena berhati Ratnawati. Dwi, dua, berpadu indah, cinta yang SE-YOGYA-NYA.
Baarakallaahu fii ‘umrik Cintaku @indahufillah.