Oleh: Davy Byanca
Dikisahkan, ada seorang darwis dari keluarga yang sangat miskin dan tidak pernah belajar membaca dan menulis. Ia pergi menemui seorang guru Bahasa Arab yang tinggal di pinggiran kota. Pada masa lalu, banyak guru yang tidak punya kelas sendiri; mereka duduk di luar, dan memberikan pelajaran kepada siapa saja yang mendatangi mereka. Guru yang didatangi darwis fakir ini menuliskan pelajaran di dinding kota.
Darwis itu mendatanginya seraya memohon, ”Guru, aku ingin belajar bahasa Arab agar aku bisa membaca al-Quran. Aku tahu usiaku lebih tua daripada murid-murid yang lain, tetapi aku punya keinginan kuat untuk belajar.”
Sang Guru menjawab, ”Jika kau ingin mempelajari al-Quran, aku akan senang mengajarimu. Mari kita awali dengan huruf-huruf Arab. Huruf pertama adalah alif, bentuknya sederhana, hanya garis lurus. Huruf alif tidak dilafalkan. Ia menjadi tempat bagi huruf vokal.” Sang darwis membungkuk dan berkata, ”Terima kasih. Terima kasih Guru,” kemudian beranjak pergi.
Sang Guru berpikir, ”Biasanya aku mengajarkan alfabet Arab sampai habis pada pertemuan pertama. Mengajari orang ini pasti akan lebih lambat. Mungkin ia akan kembali besok dan belajar beberapa huruf lagi.”
Ternyata salah. Sang darwis tidak kembali pada keesokan harinya atau minggu-minggu berikutnya. Bulan-bulanpun berlalu hingga sang darwis kembali. Matanya berbinar-binar dan wajahnya tampak sumringah. Ia membungkuk sangat dalam kepada guru bahasa Arabnya dan berkata, ”Guru, sekarang aku sudah siap untuk belajar huruf kedua.”
Sang Guru berkata dalam hati, ”Hmm, akan butuh waktu lama untuk mengajari bahasa Arab pada orang ini.” Tetapi yang meluncur dari lisannya adalah, ”Coba kita lihat apa yang sudah kaupelajari dari huruf pertama. Tolong tuliskan huruf alif di dinding.”
Sang darwis pun menuliskan huruf alif, dan ajaibnya, tembok kota itu runtuh seketika..! Apa penyebabnya? Bisa jadi karena ketulusan sang darwis. Ia memahami huruf alif jauh lebih dalam dari kita semua. Baginya, alif adalah huruf pertama dari bahasa Tuhan, bahasa yang dengannya al-Quran diturunkan. Ia meyakini, alif adalah huruf yang menakjubkan dan dengan sangat tulus ia merenungi satu huruf ini selama berbulan-bulan. Alif adalah Ahad .. Tuhan Yang Maha Esa, yang tiada satu mahluk pun yang menyerupai-Nya.
Alif melambangkan penyatuan (ahad), satu dari 99 Nama atau Sifat Allah. Sang darwis memahami penyatuan melalui pemahamannya terhadap alif. Huruf itu merupakan jendela yang melaluinya, ia memahami Tuhan. Dan saat menuliskan alif, ia melibatkan Kehadiran Tuhan. Karena itulah, tembok kota itu runtuh. Allahu akbar ..!!!
Sobat, sudahkah hakikat Alif menghujam kalbu kita, atau hanya sekadar di lisan belaka?