Oleh: Davy Byanca
Di saat usiaku bertambah, aku merasakan tubuhku mengalami pergeseran. Terlepas dari seberapa besar aku mencobanya, aku tak bisa berlari secepat sebelumnya. Segala sesuatu bergeser: pipiku, lututku dan juga sikapku. Aku takjub dengan perasaan tenang yang aku alami saat ini. Peristiwa-peristiwa yang dulu membuatku meledak-ledak, sekarang bahkan tak membuatku bergeming. Perjalanan hidup membuatku semakin memahami makna hidup.
Aku menjadi yatim piatu di saat usiaku 22 tahun, pernah mengalami tabrakan ketika naik sepeda motor saat remaja, di-PHK oleh sebuah perusahaan, setia bekerja di sebuah perusahaan sampai dipailitkan, dikhianati oleh beberapa teman saat membangun usaha bersama, gedung tempat kantor hukumku berlokasi terbakar dan lain sebagainya.
Yang aku tahu dengan pasti, tidak ada kekuatan tanpa tantangan, kemalangan, halangan dan seringkali kepedihan. Yang aku yakini dengan pasti, tak ada daya upaya dan kekuatan kecuali atas kehendak Allah -laa hawla wa laa quwwata illa billah. Bukankah tanpa penjajahan takkan ada pahlawan perjuangan yang lahir. Tanpa ujian takkan ada seorang juara. Tanpa masalah takkan ada prestasi. Tanpa keterbatasan takkan ada penemuan besar yang mengubah dunia. Tanpa angin takkan ada layang-layang yang bisa terbang tinggi. Tanpa beban takkan ada otot yang terbentuk. Tanpa lumpur takkan ada teratai. Maka, tak perlu menghindar dari ‘lumpur-lumpur’ kehidupan, karena ia akan membuat hidup semakin kuat dan tegar.
Aku belajar banyak dari almarhum ayahku –seorang PNS, yang tegar mengalami masa-masa sulit. Tak pernah mengeluh dan menghamba kepada orang lain. Petuah terbesarnya adalah “Jika ada orang yang berbuat jahat kepada dirimu, jadikan perbuatannya itu sebagai peringatan agar engkau bercermin. Sebagaimana engkau pernah melakukan kesalahan, maka orang lain pun juga dapat berbuat salah. Semua kesalahan bisa terjadi pada dirimu, dan bisa juga terjadi pada orang lain.” Fadhil bin Iyadh berkata, “Sesungguhnya Allah menimpakan cobaan terus menerus kepada hamba Mukmin hingga ia berjalan tanpa berbuat kesalahan.”
Tuhan telah memberikan pelajaran yang sangat berharga dari sejumlah pengalaman hidupku, yakni: Bukannya Tuhan tak mau memberikan kepada kita limpahan kekayaan, tetapi seberapa pantas kita layak menerimanya. Maka, jangan pernah meminta seember air, jika kita hanya memiliki sebuah gelas. Bukannya Tuhan tak mau memberi apa yang kita minta, tetapi DIA sesungguhnya menginginkan kita untuk memperbesar wadah kita.
Begitulah. Kepantasan kita untuk menerima pemberian-Nya harus lebih diutamakan daripada mengejar dunia yang tak ada keberkahan di dalamnya. Jika kita hidup sesuai dengan kehendak Tuhan; menjadi pribadi yang baik, memuliakan dan menolong sesama, mensejahterakan masyarakat, menyelamatkan alam, maka kita akan memperoleh dan diberi kekuatan atau daya energi yang sangat besar dari semesta ini. Jika Tuhan bersama kita mengapa kita ragu untuk berbuat kebaikan.
Aku –
entah kenapa masih ragu, akankah amal ibadahku akan diterima oleh-Nya