Oleh: Joko Intarto
Seandainya hari ini berqurban menyembelih sapi, model distribusi seperti apa yang akan Anda pilih? Membagikan daging qurban dalam keadaan segar begitu saja? Atau mengemas dulu daging itu sehingga kesegarannya bisa dipertahankan hingga Idul Qurban tahun depan?
Mayoritas masyarakat muslim sampai saat ini masih memilih model pembagian daging qurban dalam keadaan fresh alias segar. Cara ini memang paling murah: Tidak perlu sarana pemotongan khusus. Bisa dilakukan di mana saja. Yang penting ‘’bersih’’. Maksudnya tidak harus steril.
Dengan metode pemotongan secara tradisional itu, umur kesegaran daging sapi menjadi sangat pendek. Setelah 6 jam sejak pemotongan, kesegaran daging akan menurun semakin cepat. Maka daging segar harus didistribusikan selekas mungkin.
Dengan limit waktu yang sangat terbatas, distribusi daging segar tidak mungkin bisa jauh. Apalagi kalau sarana transportasinya juga tidak ‘’bersih’’.
Berbagai kendala teknis itu biasanya dikompromikan panitia qurban dengan distribusi dalam radius pendek. Di seputar lingkungan masjid atau lokasi pemotongan.
Kalau pun ada ‘’orang jauh’’ yang menerima daging tersebut, itu karena orang itu yang datang ke lokasi pembagian. Mereka bisa datang karena diundang. Bisa juga datang atas inisiatif sendiri: Siapa tahu kebagian.
Saya jadi ingat pengalaman pada waktu melempar jumrah di Mina, tahun 2001. Begitu banyak daging kambing, sapi dan onta yang digeletakkan begitu saja di beberapa sudut jalan. Katanya, daging itu boleh diambil siapa saja yang mau. Tapi saya lihat tidak ada yang berani mengambilnya. Mungkin takut dituduh mencuri lalu dihukum potong satu tangannya. Entahlah.
Belakangan saya dengar manajemen daging dam itu sudah diperbaiki dengan program daging matang dalam kaleng agar umur simpannya lebih panjang. Bisa didistribusikan hingga jarak jauh. Bahkan bisa lintas negara. Menjangkau para pengungsi dan korban bencana.
Teknik yang sama mulai dijalankan Lazismu tahun 2018 sampai sekarang. Daging qurban tidak semuanya dibagikan dalam kondisi fresh meat. Sebagian didistribusikan dalam bentuk rendang kaleng siap santap. Selama tiga tahun terakhir, makanan kaleng itu selalu hadir di lokasi-lokasi bencana di Tanah Air. Menjadi pelengkap menu makan para pengungsi.
Selain pengalengan, ada juga teknik lain untuk memperpanjang masa simpan daging, yaitu teknologi frozen alias pembekuan. Melalui teknik frozen yang baik, kesegaran daging bisa dipertahankan hingga setahun. Berarti bisa sampai masa qurban tahun depan.
Karena waktu simpannya hingga setahun, daging frozen bisa dimasak sedikit demi sedikit. Sesuai kebutuhan saja. Selebihnya tetap disimpan dalam lemari pendingin. Begitu seterusnya hingga seluruh stok habis.
Teknik frozen ini bisa menjadi pilihan baru bagi shohibul qurban di Jakarta. Khususnya yang menunaikan qurban melalui Lazismu. ‘’Untuk urusan rukun dan syarat, silakan melalui Lazismu. Kami akan melanjutkan teknis selanjutnya, mulai pemotongan dan pembekuan daging di RPH Dharma Jaya, gudang penyimpanan daging beku, jasa catering dan pengiriman ke 41 panti asuhan Aisyiyah dan Muhammadiyah di seluruh DKI Jakarta setiap hari Jumat selama setahun full,’’ kata Lambang Saribuana, direktur utama PT Surya Sejahtera Umat (SSU) yang menginisiasi program Qurban Bersama Yatim.
Hanya melayani distribusi ke panti asuhan Aisyiyah dan Muhammadiyah? ‘’Saat ini memang baru itu. Sebab lembaga yang sudah bekerjasama dengan PT SSU baru Lazismu saja. Tetapi kami siap melayani permintaan siapa saja seperti Lazisnu, BPKH serta panitia qurban di berbagai kantor dan sekolah,’’ jawab pria asal Blora yang juga boss CSM Cargo itu.
Untuk memanfaatkan program Qurban Bersama Yatim, shohibul qurban memang harus merogok kocek lebih banyak. Sebab semua rangkaian proses pengelolaan itu menimbulkan biaya tambahan. Tetapi tambahan itu sebanding dengan manfaatnya yang begitu panjang. Begitulah qurban berteknologi.