Oleh: Zaim Saidi
Sepanjang umurnya, penduduk Palestina, yang beragam agamanya, hanya menggunakan dinar emas dan dirham perak serta fulus tembaga sebagai uang mereka. Koin-koin ini silih berganti dicetak oleh raja, sultan, khalifah, atau para pemimpin yang memerintahnya. Namanya bisa beda tapi bahan dan takarannya serupa. Sebelum sampai sesudah masa Islam datang.
Sampai kemudian menjelang Kesultanan Utsmani runtuh, dan syariat Islam mulai ditinggalkan, uang kertas mulai digunakan.
Setelah Kesultanan Utsmani dibubarkan, diganti jadi Republik Turki, Palestina direbut kekuatan sekuler Barat. Di bawah Inggris, muncul nasionalisme di satu sisi dan zionisme di sisi lain. Digantilah uang kertas Turki menjadi uang kertas Inggris (walaupun disebut degan Pound Palestina). Lalu, setelah deal-deal politik, tak ada lagi uang khusus Palestina, dan berlaku uang kertas Yordania dan uang kertas Mesir.
Belakangan, ringkas cerita, setelah 1948, berlaku New Shekkel Israel. Ini klimaksnya, pada 1994, Yasser Arafat dan otoritas Israel sepakat bahwa Palestina dilarang membuat mata uangnya sendiri, dan hanya menggunakan hekkel Israel.
Di situlah harusnya kita bersedih hati. Di situlah harusnya kita paham jerat penjajahan sebenarnya terjadi. Dengan Shekkel, kertas-kertas tak bernilai itulah, tanah-tanah Palestina sepetak-demi sepetak berpindah tangan ke bangsa Yahudi. Yang semula datang sebagai tamu, kini menguasai. Ya, dengan secarik kertas tak bernilai, bernama Shekkel. Sementara itu, otoritas Israel sendiri, hari ini telah mulai menerbitkan kembali mata uang emas, the New Shekkel.
*Judul dari redaksi