Oleh: Doni Riw
Dahulu manusia tidak mengenal negara bangsa. Semua negara agama. Romawi Barat Katolik. Romawi Timur Kristen Ortodok. Sementara dua pertiga bumi dikuasai Khilafah Islam, membentang dari Spanyol sampai Nusantara.
Negara bangsa pernah ada di Semenanjung Arabia. Saat Islam datang, ikatan kebangsaan diganti dengan ikatan aqidah. Yahudi adalah agama bangsa. Satu agama satu bangsa.
Di abad pertengahan mereka bermimpi mendirikan negara Yahudi, negara berbasis bangsa. Satu-satunya di dunia pada masa itu. Untuk mewujudkannya, Israel harus berhadapan dengan Negara Kristen dan Negara Islam yang begitu besar karena multi bangsa. Sebuah mimpi yang tak mudah.
Untuk meraihnya, mereka merancang agar semua negara berukuran sekecil mereka; negara bangsa! Mereka memulai dengan Renaesans dan Revolusi Perancis yang berhasil menggulingkan kerajaan Kristen, kemudian menggantinya dengan negara demokrasi dan nation state. Satu persatu negara Eropa berubah menjadi nation state sekecil negara yang akan didirikan Yahudi.
Proyek berlanjut ke dunia Islam. Sentimen kebangsaan dihembuskan ke muslimin. Sehingga Khilafah Islam yang begitu luas berhasil dipecah belah menjadi negara bangsa kecil-kecil. Akhirnya seluruh dunia menjadi negara demokrasi dan nation state. Inilah tata dunia baru yang menjadi lahan subur bagi pendirian negara Israel.
Setelah terpecah, masing-masing memperjuangan kepentingan bangsa sendiri. Salah atau benar, asal bangsa sendiri dibela sampai mati. Sementara jika urusan bangsa lain, urus saja sendiri.
Dahulu Yahudi tak bisa menguasai Palestina, karena muslim seluruh dunia, dipimpin satu Khalifah, selalu mempertahankannya dengan darah dan jiwa. Tetapi setelah negeri muslim menjadi nation state, bela Palestina hanya bergelora di dada rakyat saja. Sementara penguasanya hanya peduli kepentingan sendiri. Paling banter, mereka hanya mengutuk. Tak lebih. Karena sudah terjebak dalam permainan besar Yahudi; nasionalisme, fanatisme pada bangsa sendiri, seperti Arab Jahiliyah sebelum datang Islam.