Oleh: Akmal Burhanuddin Nadjib
Pertempuran Dzaturriqo baru saja usai. Rasulullah صلى الله عليه وآله وسلم dan pasukan kembali pulang. Namun pekatnya malam memaksa baginda Nabi dan para sahabat untuk bermalam di antara dua lembah ditengah padang pasir.
Dalam peperangan itu pasukan Muslimin menawan seorang wanita musyrik. Sang suami ketika mengetahui istrinya menjadi tawanan, ia bersumpah atas nama Latta dan Uzza untuk menyusul Muhammad dan pasukannya, serta pantang kembali sebelum menghabisi mereka yang telah menawan istrinya.
Kaum Muslimin mulai meletakkan peralatan perang dan sisa perbekalan disisi jalan yang dihimpit dua lembah. Saat itu Rasulullah langsung bertanya kepada para sahabat :
من يحرسنا في ليلتنا هذه؟
:Siapakah yang berkenan melakukan hirosah (ronda) malam ini?”
Dengan sigap dua orang sahabat langsung bangkit menyatakan kesiapannya untuk melakukan hirosah. Keduanya adalah Abbad bin Bisyir dan Ammar bin Yasir. Sahabat Muhajirin dan Anshar yang Rasulullah persaudarakan ketika baru tiba di Madinah.
Keduanya berjalan menuju ujung jalan yang diapit lembah. Di ujung lembah, Abbad bin Bisyir menawarkan kepada Ammar bin Yasir, apakah akan mengambil shift pertama atau kedua?
Ammar bin Yasir lebih memilih untuk tidur terlebih dahulu dan mengambil shift kedua untuk berjaga. Ia membaringkan tubuhnya beristirahat tidak jauh dari posisi Abbad bin Bisyir berjaga.
Abbad menghabiskan waktunya dengan ibadah dan tilawah Al Qur’an. Indahnya bacaan Qur’an yang dilantunkan Abbad bercampur menjadi satu dengan khusyunya shalat yang dilakukan
Tubuhnya ia hadapkan ke kiblat, berdiri menyelesaikan rakaat shalat malamnya. Surat Al Kahfi yang dibacanya begitu renyah terdengar ditelinga.
Disaat tubuhnya tegak berdiri menghadap kiblat, datang seorang musyrik yang sejak lama mengintai dan melepaskan anak panah ke arah Abbad yg tengah tenggelam dalam khusyunya ibadah. Anak panah itu bersarang ditubuh Abbad, iapun mencabutnya dan melanjutkan shalatnya.
Anak panah yang kedua kembali dilepaskan orang musyrik tersebut sehingga kembali menembus ke tubuhnya. Iapun kembali mencabut anak panah tersebut sambil melanjutkan shalat dan bacaan Qur’annya.
Anak panah ketiga kembali menancap ditubuhnya hingga akhirnya membuat Abbad bin Bisyir limbung ke tanah. Dengan kondisi luka parah, Abbad merangkak mendekati Ammar bin Yasir yang masih terlelap karena lelah dan membangunkannya,
“Bangunlah wahai Ammar, aku sudah tidak kuat lagi karena luka yang bersarang dan darah yang terus mengalir.” pinta Abbad kepada Ammar
Orang musyrik itu lari tunggang langgang meninggalkan lokasi ketika menyaksikan bahwasanya Abbad tidak sendirian.
Ammar sangat menyesalkan kejadian ini ketika menyaksikan kondisi Abbad telah berlumuran darah, “Subhanallah, kenapa engkau tidak membangunkan aku ketika anak panah pertama melukaimu wahai Abbad.”
Abbad menjawab, “Aku sangat menikmati surat yang sedang aku baca saat shalat, aku tidak ingin menghentikan bacaan itu hingga aku selesai membacanya. Demi Allah, kalau saja aku tidak mengkhawatirkan lembah yang dipesankan Rasulullah untuk menjaganya, niscaya kematian lebih aku sukai ketimbang aku harus menghentikan shalatku.”