Oleh: Satria Hadi Lubis
Semakin berumur seseorang semakin sulit ia mencari teman baru, karena baginya pertemanan tidak lagi menjadi ajang eksistensi diri, tapi peminatan dan relaksasi.
Hikmahnya, mungkin Allah ingin agar orang yang makin berumur itu merasa kesepian. Lalu terpanggil mencari “teman sejati” yakni Allah itu sendiri. Sebab sejatinya hanya Allah yang bisa mengobati rasa sepinya dan “menemaninya” di kala suka dan duka.
Namun ternyata tidak semua orang menyadari hikmah dari kesepian untuk “mencari” Allah. Mereka malah melampiaskan rasa sepinya dengan bermain-main berbagai pernik dunia (jalan-jalan, ngerumpi, sosialita, melaksanakan hobi, main game, dan lain-lain) tanpa “menyapa” Allah yang sebenarnya telah membuka “tangan-Nya” untuk menyambut kita dengan kasih sayang-Nya.
Renungkan hadits berikut ini :
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kedatangan rombongan tawanan perang. Di tengah-tengah rombongan itu ada seorang ibu yang sedang mencari-cari bayinya.
Tatkala dia berhasil menemukan bayinya di antara tawanan itu, maka dia pun memeluknya erat-erat ke tubuhnya dan menyusuinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepada kami,
“Apakah menurut kalian ibu ini akan tega melemparkan anaknya ke dalam kobaran api?”
Kami menjawab, “Tidak mungkin, demi Allah. Sementara dia sanggup untuk mencegah bayinya terlempar ke dalamnya.”
Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Sungguh Allah lebih sayang kepada hamba-hamba-Nya daripada ibu ini kepada anaknya” (HR. Bukhari dan Muslim).