Breaking News
Saya dan Abah Tri (baju putih) (Foyo : Dokumentasi Satria Hadilubis)

Abah Pri, Semangat yang Tak Pernah Mati

Oleh: Satria Hadilubis

Saya dan Abah Tri (baju putih) (Foyo : Dokumentasi Satria Hadilubis)

Saya mengenalnya sebagai Abah Pri (dr. Priyanto, Sp.M). Beliau seorang dokter mata yang tinggalnya di Surabaya. Usianya kini 72 tahun, tapi semangat dakwahnya jangan ditanya. Anak muda pun belum tentu bisa menyaingi semangat dakwahnya yang berapi-api.

Pertama kali saya mengenal Abah Pri di kuburan. Hah…di kuburan?! Iya betul…saya tidak salah tulis. Waktu itu saya sedang menghadiri pemakaman sahabat saya yang baru saja meninggal. Tiba-tiba Abah Pri telpon dan meminta saya agar bisa bertemu segera karena beliau akan kembali ke Surabaya. Saya bilang, saya sedang di kuburan. Abah Pri dengan sigap menjawab tak keberatan untuk bertemu di kuburan saat itu juga.

Setelah kami bertemu, kami langsung akrab. Walau usia terpaut jauh antara saya dengan Abah Pri, tapi hal tersebut tidak mengurangi rasa hormat kami satu sama lain. Beliau ingin bertemu setelah membaca buku saya, Burn Your Self. Sebuah buku yang menurut beliau menginspirasi hidupnya untuk terus bersemangat dalam berdakwah dan membantu orang lain.

Salah satu dialog dengan Abah Pri di kuburan tersebut yang saya ingat adalah beliau ingin sekali pergi ke Palestina dengan satu tiket pergi saja, tanpa tiket pulang. Artinya beliau ingin pergi ke Palestina dan mati syahid disana. Sambil menunjuk tanah kuburan dimana kami berpijak, beliau berkata kuburan saya bukan disini tapi di tanah Palestina. Tanah wakaf umat Islam yang kini sedang dijajah zionis Israel. Wahh….saya terkesima dengan cita-citanya yang luar biasa tersebut. Tidak banyak orang Islam yang memiliki cita-cita seagung dan seberani beliau.

Itulah kejadian kira-kira 15 tahun yang lalu ketika saya pertama kali bertemu dengan Abah Pri. Saya yakin sampai saat ini Abah Pri masih punya cita-cita mati syahid di jalan Allah. Mungkin tidak di Palestina, tapi di tempat tidur pun tak apa asalkan doanya selalu ingin mati syahid. Rasulullah bersabda,

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : “مَنْ سَأَلَ اللَّهَ الشَّهَادَةَ صَادِقًا بَلَّغَهُ اللَّهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ وَإِنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ”.

“Barang siapa yang berdoa kepada Allah dengan benar untuk mendapatkan mati syahid, maka Allah akan menyampaikannya kedudukan para syuhada walau pun dia mati di atas tempat tidur.” (H.R. Muslim).

Sejak itulah kami sering berkomunikasi. Walau lebih banyak dengan chating karena beda kota. Kami sering bertukar pendapat tentang berbagai hal, terutama tentang aktivitas dakwah beliau di Surabaya dengan Klinik Mojo-nya. Beberapa kali saya diundang beliau untuk mengisi taklim disana. Terakhir, saya mengisi taklim ketika beliau mengadakan tasyakuran untuk milad yang ke-70. Milad yang dihadiri oleh banyak orang yang mencintai beliau. Mulai dari teman seprofesi dokter, tetangga, mantan pasien, murid beliau dan tentu saja istri serta anak cucu beliau.

Masya Allah, saya terkesan sekali dengan acara tasyakuran tersebut. Abah Pri dikelilingi oleh orang-orang yang mencintainya karena Allah. Saya jadi membayangkan apakah nanti ketika saya berusia 70 tahun dan mengadakan tasyakuran akan sebanyak itu orang yang akan menghadirinya untuk mendoakan saya.

Dari Abah Pri, saya belajar tentang semangat hidup yang tak pernah mati. Beliau benar-benar menerapkan judul buku motivasi saya “Burn You Self” yang saya tulis 20 tahun lalu. Selama 15 tahun saya mengenal beliau yang ada melulu dari diri beliau adalah semangat dan semangat. Semangat untuk hidup, untuk sehat, untuk berdakwah, untuk peduli kepada orang lain. Jangan ditanya seberapa banyak orang yang telah beliau tolong. Sebagai dokter mata senior, tentu telah banyak orang yang diobati oleh tangan dingin beliau.

Abah Pri begitulah beliau ingin dipanggil. Beliau sering menyebut saya sebagai gurunya. Tapi sejatinya, sayalah murid beliau. Sebab beliau menjadi teladan hidup bagi saya tentang bagaimana seharusnya menjadi seorang “Burn Your Self” yang sesungguhnya. Saya mungkin hanya bisa menulis buku tersebut, tapi beliaulah yang mempraktekannya sampai sekarang.

Semoga Abah Pri selalu dalam keadaan sehat wal’afiat, panjang umur dan terus berkarya dalam baktinya kepada Allah dan agama yang dicintainya.

Ana uhibbuka fillah….

About Redaksi Thayyibah

Redaktur