Oleh: Mohammad Fauzil Adhim
Bukan banyaknya perbedaan yang menjadikan rumah-tangga menegangkan, tetapi hilangnya kesediaan untuk melapangkan hati terhadap hal-hal yang tidak kita sukai pada dirinya dengan lebih bersibuk memperhatikan apa yang menjadikan hati kita ridha terhadapnya.
Berbeda itu pasti. Jika engkau mencari orang yang benar-benar sama dengan dirimu, maka hanya dirimu sendiri saja yang persis sama denganmu. Dan begitu menikah, bukan perbedaan yang perlu kita lapangkan hati menerimanya, tetapi hal-hal yang tidak kita sukai darinya selama itu bukan urusan yang dibenci agama.
Rasulullah ﷺ bersabda:
لاَ يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مُؤْمِنَةً إِنْ كَرِهَ مِنْهَا خُلُقًا رَضِيَ مِنْهَا آخَرَ
“Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika ia tidak suka sebagian akhlaknya, ia ridha (senang) dengan akhlaknya yang lain.” (HR. Muslim).
Cinta mempunyai sebab sebagaimana benci mempunyai sebab. Meskipun engkau tidak mengenalnya sama sekali sebelum menikah, jika taqwa yang menjadi peganganmu sehingga bergegas dirimu untuk bersungguh-sungguh memperhatikan larangan Rasulullah ﷺ ini, maka cinta itu akan hadir sebagai akibat, meskipun lisan tak pandai bertutur romantis dan tidak pula bersibuk mengagung-agungkan cinta.
Cinta itu tidak suci. Maka jika engkau bersibuk dengan cinta, ia memalingkanmu dari barakah. Tetapi jika engkau hadapkan wajahmu dengan lurus kepada agama Allah Ta’ala ini secara hanif, termasuk dalam urusan rumah-tangga, sehingga ridha dan barakah dari-Nya yang engkau ingin raih, maka cinta itu bertumbuh kokoh menguatkan.
Syaikh Ibnu ‘Utsaimin berkata, “Cinta mempunyai sebab dan benci juga memiliki sebab-sebab. Maka menjauhlah dari sebab-sebab kebencian dan sebaliknya bersibuklah dengan sebab-sebab cinta. Sebagai contoh, jika kamu membenci seseorang karena dia melakukan sesuatu, maka sebut-sebutlah berbagai kebaikannya sampai kamu membuang habis kebencian itu darimu. Jika tidak, maka kamu akan tetap dalam kebencianmu kepadanya. Itu sebabnya Rasulullah ﷺ bersabda, “Janganlah seorang mukmin membenci seorang mukminah. Jika ia tidak suka sebagian akhlaknya, ia ridha (senang) dengan akhlaknya yang lain.”
(Judul oleh redaksi)