Oleh: Pierre Suteki
Sebagaimana diberitakan oleh CNN Jakarta Indonesia –16/11/2020, Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD sempat ‘memanggil’ aparat keamanan hingga tiga kali saat menyampaikan permintaan pemerintah untuk menindak tegas pelanggaran protokol kesehatan, termasuk kerumunan massa di tengah pandemi.
Pernyataan Mahfud ini merespons kerumunan massa yang terjadi beberapa hari terakhir, termasuk kerumunan usai kepulangan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Rizieq Shihab ke Indonesia pada Selasa (10/11) pekan lalu. Mahfud juga menyatakan bahwa pemerintah akan memberikan sanksi kepada aparat keamanan yang tidak bertindak tegas dalam memastikan terlaksananya protokol kesehatan Covid-19. Selain itu, Mahfud mengingatkan kepada kepala daerah, pejabat publik, dan masyarakat di seluruh Indonesia bahwa pemerintah akan menindak tegas dan lakukan penindakan hukum bila masih melakukan pengumpulan massa dalam jumlah besar.
Pelanggaran prokes di DKI dan Jawa Barat berbuntut panjang. Mahfud menyebut pemerintah menyesalkan peristiwa tersebut karena sebelumnya telah mengingatkan Gubernur Anies Baswedan akan potensi pelanggaran protokol Covid-19. Pemprov DKI sendiri telah menjatuhkan sanksi berupa denda Rp 50 juta kepada Rizieq Shihab yang memicu kerumunan. Selanjutnya, ada dugaan kuat Kapolri Idham Azis mencopot Kapolda Metro Jaya dan Kapolda Jawa Barat karena tidak menegakkan protokol kesehatan.
Syahdan, belum lama berselang, publik diingatkan apa yang terjadi di Solo terkait dengan dugaan pelanggaran prokes ini oleh anak Presiden sendiri sebagai calon walikota Solo pada saat mendaftarkan diri ke KPUD Solo tanggal 4 September 2020. Pada hari yang itu, Alloh menunjukkan kepada rakyat Indonesia bahwa betapa telah terjadi inkonsistensi dalam penegakan hukum oleh Pemerintah Pusat terkait dengan protokol kesehatan di masa pandemi covid 19. Pertanyaannya, apakah hal itu akan berpotensi terjadinya diskriminasi dalam penegakan hukum?
Jika benar ada pelanggaran protokol kesehatan di Solo hari Senin 16 Nopember 2020 oleh Putra Presiden yang mendaftar Calon Walikota Solo ini, siapa yang mau dihukum?
Calon Walikota Solo, diberi sanksi apa? Walikota Solo, diminta membayar denda? Kapolres Solo, perlu dipecat?
Kapolda Jateng, perlu dicopot? Gubernur Jateng, perlu dipanggil polisi? Ketua KPUD, Bawaslu perlu dipanggil DKPP?
Atau semua itu tidak akan dilakukan karena Jawa Tengah tidak menerapkan PSBB? Sementara kalau bicara tentang kenaikan jumlah penderita covid 19, Jateng hampir sama dengan yang terjadi di DKI Jakarta.
Akhirnya, konsistensi dalam penegakan hukum akan diuji dengan perilaku diri dan kawan sendiri. Kasus dugaan pelanggaran prokes di Solo, atau tempat lain yang menggelar Pilkada ini dapat dipakai sebagai gambaran betapa telah terjadi kesulitan penerapan prokes bahkan inkonsistensi dan diskriminasi penegakan hukum dalam menjawab atas apa yang tengah dinyatakan oleh Menkopolhukam terkait dengan kejadian kerumunan masa di DKI tanggal 10 smp 13 Nopember 2020.
Kalau cuma pelanggaran protokol kesehatan, saya pun menemukannya. Waktu naik pesawat TIDAK ADA JARAK DUDUK PENUMPANG satu dengan lainnya. Saya mengalami sendiri dari Semarang ke Jakarta. Dari Jakarta ke Pontianak, demikian pula sebaliknya. Tidak ada physical distancing. Tidak ada. Duduk di kursi Rapat tanpa jeda. Apakah ini bukan pelanggaran prokes? Apakah pemerintah pusat tidak mengetahui bagaimana perlakuan maskapai terhadap penumpang di dalam pesawat? Jadi, usahlah menepuk air di dulang jika tepukan itu justru memercik ke muka sendiri.