Oleh: Syatiri Matrais, MA
Hati, dalam ilmu anatomi terletak di tengah anggota tubuh manusia. Dalam hadits hati diibaratkan sentral semua perbuatan. Segumpal daging yang ada di dalam jasad. Jika kondisi hati baik, maka seluruh amal menjadi baik. Sebaliknya, jika kondisi hati tidak baik, amalpun demikian. Betapa penting dan berharga sebuah hati yang menjadi ukuran perbuatan seseorang.
Dengan keberadaannya di tengah anggota tubuh menjadi perantara dari gerak manusia. Otak yang berada di kepala, bekerja mempola, memikirkan dan memanage suatu perbuatan. Setelah terprogram, maka rencana itu diturunkan ke hati untuk disaring, apakah perbuatan itu baik dan mendatangkan manfaat ataukah buruk, membuat kemudharatan. Dari hati inilah, cerminan perbuatan seseorang. Dalam bahasa Al Qur’an Allah telah memberikan pilihan dalam perbuatan. “Maka aku berikan jiwa itu jalan baik (taqwa) dan jalan buruk (fujur). Manakah akhir dari pertimbangan yang dilakukan oleh hati.”
Dari hati turunlah eksekusi perbuatan yang dilakukan dengan tangan, kaki, mata, telinga, serta mulut. Tangan bertugas untuk memegang, kaki untuk berjalan, telinga untuk mendengar, mata untuk melihat dan mulut untuk berucap. Dan ada sosok makhluk yang berperan penting, ada di antaranya, yaitu Setan. bertugas menjerumuskan manusia lewat perbuatan.
Seperti tentang kisah Nabi Adam dan Hawa setelah diberikan tempat surga oleh Allah dengan fasilitas serba mengasyikkan. Apa saja boleh dimakan, tetapi ada satu syarat, jangan dekati satu pohon terlaknat. Disinilah peran setan, menggoda lewat otak dan hati. Godaan setan dengan rayuan kepada Adam dan hawa ditransfer ke otak. “Makanlah buah di pohon itu, kamu akan abadi selamanya dalam syurga”. Rayu setan kepada Adam dan Hawa. Rupanya pesan ini ditangkap oleh Adam dan Hawa lewat otaknya. karena ingin langgeng di surga yang penuh kenikmatan. Sayang Adam dan Hawa tidak melibatkan hatinya untuk memfilter ajakan setan. Dari otak langsung dieksekusi oleh tangan, kaki dan mulut. Berjalanlah mereka berdua mendekati pohon itu dan mengambil buahnya, setelah itu dimakannya.
Satu kesalahan fatal telah dilakukan. Ternyata godaan setan yang ditancapkan ke otak Adam dan Hawa membutakan hatinya. Bujuk rayuan setan itu tidak diturunkan ke hati, tetapi langsung dieksekusi oleh kaki tangan dan mulut. Ada kesalahan kwadrat dilakukan oleh Adam dan Hawa. Pertama Pesan Allah jangan mendekati pohon. Makna tersiratnya, mendekati saja tidak dibolehkan apalagi memakan buahnya. Kesalahan kedua buah pohon terlaknat itu tidak saja didekati tetapi dimakan buahnya, sesuai bujuk rayu setan.
Perbuatan Adam itu ada sangsinya. Allah langsung keluarkan Adam dan Hawa dari surga. Tidak hanya itu bahkan Adam dan Hawa dipisahkan dengan waktu yang lama karena menanggung resiko dari sebuah perbuatan.
Hati menjadi mutiara dari perbuatan. Dan bisa menjadi duri dalam tindakan. Kisah Adam menjadi satu pelajaran dari sebuah sebab dan akibat. Allah SWT berfirman :
ان السمع والبصر والفؤاد كل أولئك كان عنه مسؤلا
“Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hari akan dimintakan pertanggungjawabannya”
Dalam ayat lain, Allah berfirman dalam QS. Al A’raf : 179
وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ ۖ لَهُمْ قُلُوبٌ لَا يَفْقَهُونَ بِهَا وَلَهُمْ أَعْيُنٌ لَا يُبْصِرُونَ بِهَا وَلَهُمْ آذَانٌ لَا يَسْمَعُونَ بِهَا ۚ أُولَٰئِكَ كَالْأَنْعَامِ بَلْ هُمْ أَضَلُّ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْغَافِلُونَ
“Dan sungguh, akan Kami isi Neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.”
lalu bagaimana selayaknya kita bersikap? Semoga kita bukan tergolong orang orang yang memiliki hati tetapi tidak digunakan memahami pesan-pesan Allah. Juga bukan orang yang memiliki mata tetapi tidak pandai melihat kekuasaan Allah. Dan bukan tergolong orang orang yang memiliki telinga tetapi tuli dengan ayat ayat Allah. Nau’dzu billah.
Sebagai tolak ukur perbuatan itu berkwalitas adalah sikap ikhlas terhadap perbuatan yang dilakukan. Jika ikhlas ini sudah menjadi perisai perbuatan, setan tidak akan berani menggoda. Setan hanya bisa menyerah kepada orang-orang yang melakukan perbuatan dengan ikhlas. Dan Allah pun demikian, akan membalas perbuatan hambaNya dengan ganjaran yang tinggi, jika perbuatan itu dilandasi dengan sifat ikhlas. Allah amat murka kepada hambaNya yang melakukan perbuatan mendua.
Dengarkan kata hati, bukan telinga atau pikiran. Bekerja dengan ikhlas akan membuahkan hasil yang maksimal. Jangan kendor semangat dengan keadaan , karena perjalan hidup walau sedetik waktu, tetap diperhitungkan, tidak ada kesia siaan dalam kebaikan.
Fokus pada pekerjaan dan tugas, jangan mendengarkan angin dan kabar berita yang menghilangkan nilai-nilai keikhlasan. Banyak sekali perbuatan baik menjadi buruk hanya karena berita yang menghebohkan dan melemahkan spirit dalam berjuang. Sebab itu bagaimana selayaknya mensikapi berita agar menjadi penguat dalam perbuatan.
Sikapi berita, informasi, perintah, anjuran atau lainnya dengan baik dan proporsional. Dari mana berita itu, siapa yang yang mengeluarkan dan sejauhmana kebaikannya? Saringlah berita itu dengan hati, mempertimbangakan menarik manfaat dan menolak mudharat
Iringi langkah pagi dengan husnul dzon, berbaik sangka segala pemberian Allah SWT. Jangan hiasi pikiran dengan kabar berita yang membuat hati gelisah.
فالله خير حافظا وهو ارحم الراحمين
Hanya Dia Sang Pelindung dan Pemelihara dari bahaya dan petaka dunia akherat…
والله أعلم بالصواب