Oleh: Ustadz Abu Fairuz Ahmad Ridwan, MA
Persahabatan yang rapuh adalah persahabatan yang dibangun di atas dunia dan kepentingan. Selama dunia bisa mereka nikmati dan kepentingan bersama terwujud, mereka akan berjalan mesra bergandengan tangan menapaki jalan menuju impian semu.
Tatkala dunia tak lagi dapat dinikmati bersama dan kepentingan pun berbeda, ketika itu persahabatan hanyalah tinggal kenangan. Mereka pun bercerai-berai berlainan arah.
Tragisnya, perceraian tersebut bukan lagi thalaq raji’i yang bisa dipersatukan kembali, tetapi perceraian itu menjadi talaq ba’in” thalaq tiga yang takkan ruju’ kembali.
Lebih dahsyat dari itu, masing-masing pihak berusaha merebut simpati siapa saja yang dapat dianggap menjadi pembelanya dan pro padanya, sehingga peperangan meluas.
Segala senjata pemungkas tiap pihak yang bertikai dikeluarkan. Baik berupa fitnah, dusta, adu domba semuanya menjadi halal ditembakkan menuju sasaran. Tujuannya adalah untuk melumpuhkan lawan, bahkan membinasakannya.
Kemesraan yang pernah ada, hanyalah episode yang telah berlalu dari mimpi-mimpi lama yang tak lagi hadir. Senyum tawa dan canda kini berganti, ghibah, makian dan cacian.
Siapa saja yang pro dan berpihak padanya menjadi kawan dan dianggap benar. Sebaliknya siapa saja yang tidak berpihak padanya dianggap lawan dan salah. Hizbiyyah gaya baru pun muncul. Kini loyal tidak lagi dibangun diatas agama, tetapi di atas siapa ”ku suka” dan siapa “tak ku suka”.
Tujuan negeri akhirat adalah tujuan yang satu dan jalan yang tak bercabang. Niat yang tulus itulah yang dapat menyatukan manusia untuk tetap setiap menapaki jalan tersebut. Walaupun sesekali terjadi perselisihan ijtihad, tetapi tak kan memecah belah mereka.
Adapun tujuan dunia, adalah jalan yang bercabang dan bersimpang. Setiap simpang selalu membingungkan dan berpotensi mencerai-beraikan sahabat dengan sahabatnya. Akhirnya keutuhan persahabatan terancam, di persimpangan jalan mereka berpisah.
Kenyataan yang paling runyam, adalah munculnya peselisihan dunia yang dikemas dalam baju agama. Tujuan dunia yang dibungkus apik dengan amalan akhirat.
Bersabda Nabi-Shallallahu alaihi wa sallam– dari jalur Ubay bin Ka’ab dari riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Hibban:
بشِّرْ هذهِ الأمةَ بالسَّنا والرفعةِ والتمكينِ في البلادِ ما لم يطلبوا الدُّنيا بعملِ الآخرةِ فإذا طلبوا الدُّنيا بعملِ الآخرةِ لم يكنْ لهم في الآخرةِ من نصيبٍ
“Bergembiralah ummat ini dengan cahaya, ketinggian dan kemenangan menjadi penguasa negeri-negeri, selama mereka tidak mencari dunia dengan amalan akhirat, sekiranya mereka mencari dunia dengan amal akhirat, niscaya tiada lagi bagian mereka kelak di akhirat.”
Untuk tendensi dan arogansi manusia, digunakan segudang ayat dan riwayat. Dijadikan selisih pendapatan seolah menjadi selisih pendapat. Dibawa-bawa perselisihan disebabkan perebutan bangkai (baca dunia) seolah-olah perselisihan manhaj dan saling sesat menyesatkan. La haula wala quwwata illa billahi.
Hanya kepada Allah kita bermohon,semoga dihindarkan dari bencana peperangan ala jahilyyah ini.
Sungguh benar firman Tuhan, bahwa segala bentuk persahabatan yang dibangun di atas kepentingan dunia, kan rapuh dan hancur bercerai berai di hari kiamat, kecuali persaudaraan yang dibangun di atas taqwa.
الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
“Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa.” (Qs. Az -zukhruf: 67)
Lebih tragis lagi, hancurnya benang-benang persahabatan tersebut, terurai dan terputus telah terjadi di dunia sebelum datangnya hari akhirat.