SOAL KHILAFAH MANA LEBIH KREDIBEL?
Oleh : Ahmad Khozinudin (Sastrawan Politik)
Sejarawan berkebangsaan Inggris Peter Carey ikut-ikutan sewot seperti rezim, atas diputarnya film Jejak Khilafah Di Nusantara (JKDN). Bahkan, secara khusus melalui Asistennya Christopher Reinhart, Peter membantah adanya hubungan Sultan atau Raja Jawa termasuk Kesultanan Yogyakarta dengan kekhilafahan Turki Usmani.
Pada 20 Agustus 2020, Peter Carey membuat tiga poin pernyataan bantahan atas hubungan Nusantara dan Khilafah. Pada poin ke-3 bantahannya, Peter bahkan mengatakan :
“Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara Turki Utsmani dan Kesultanan Yogyakarta (didirikan 1749) dalam hal hierarki sebagaimana dimaksud di dalam poin nomor 2, termasuk tidak ada bukti dokumen sejarah yang menunjukkan bahwa panji ‘Tunggul Wulung’ merupakan ‘bukti’ bahwa Yogyakarta adalah wakil dari Turki Utsmani di Jawa, berdasarkan penelitian kearsipan Dr Kadi yang telah lama meneliti dokumen-dokumen Turki Utsmani di Arsip Utsmani di Istanbul.”
Pernyataan Peter Carey ini, bertolak belakang dengan kesaksian Sultan Hamengku Buwono X selaku Raja sekaligus Gubernur DIY.
Sri Sultan Hamengku Buwono X pada Pembukaan Kongres Umat Islam Indonesia VI 2015 (KUII-VI 2015) di Yogyakarta, saat memberikan pidato pembukaan, Sultan menjelaskan mengenai bendera peninggalan kerajaan Demak yang ternyata pemberian dari kekhalifahan Turki.
“Sultan Turki mengukuhkan Raden Patah sebagai Khalifatullah ing Tanah Jawa, perwakilan kekhalifahan Islam (Turki) untuk Tanah Jawa, dengan penyerahan bendera Laa ilaah illa Allah berwarna ungu kehitaman terbuat dari kain Kiswah Ka’bah, dan bendera bertuliskan Muhammadurrasulullah berwarna hijau,” jelas Sultan dalam pidato sambutannya, ketika itu.
“Duplikatnya tersimpan di Kraton Yogyakarta sebagai pusaka, penanda keabsahan Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat wakil Kekhalifahan Turki,” demikian, tambah Sultan.
Video pidato Sultan ini sempat beredar viral di sosial media. Pidato ini, jelas membungkam mulut Peter Carey yang tanpa jelas dasarnya, menyebut tidak ada hubungan antara kerajaan Demak, atau kesultanan Islam Yogjakarta dengan Kekhilafahan Islam terakhir di Turki.
Apa yang disampaikan Sultan dalam kongres umat Islam itu menjelaskan adanya hubungan antara Kekhilafahan Turki dengan kerajaan Islam di Indonesia. Pemberian bendera itu menandakan kerajaan di Indonesia diakui sebagai bagian dari kekhilafahan Turki.
Setelah kerajaan Demak runtuh, berlanjut hingga sampai ke Keraton Yogyakarta. Sultan menyebut duplikat bendera itu disimpan di Kraton Yogya.
Kesaksian Sri Sultan Hamengku Buwono X jelas lebih dapat dipercaya ketimbang ilusi dan pernyataan mengigau Peter Carey disebabkan :
Pertama, Sri Sultan Hamengku Buwono X adalah pelaku sejarah. Beliau, meneruskan riwayat dari para pendahulunya, yakni para Sultan Jogja, yang menurunkan riwayat hubungan antara kesultanan Demak dilanjutkan Yogyakarta dengan kekhilafahan Islam di Turki secara turun-temurun.
Peter Carey? Tidak jelas nasabnya, dan tak diketahui sumber riwayatnya. Peter mungkin hanya sibuk membaca buku karangannya dan sesekali membolak-balik catatan buku sakunya, untuk menguatkan klaim bantahannya.
Kedua, Sri Sultan Hamengku Buwono X adalah seorang muslim yang memiliki kriteria adil untuk menyampaikan riwayat. Berbeda dengan Peter Carey yang non muslim, tentu otoritasnya dalam menyampaikan sejarah Islam patut dipertanyakan.
Dalam periwayatan, sebelum membahas konten riwayat, pelaku atau penutur riwayat harus dipastikan orang yang adil dan hafal atas riwayat yang diterimanya.
Ketiga, Sri Sultan Hamengku Buwono X memiliki bukti otentik atas kesaksiannya. Yakni, bendera Laa ilaah illa Allah berwarna ungu kehitaman terbuat dari kain Kiswah Ka’bah, dan bendera bertuliskan Muhammadurrasulullah berwarna hijau, yang Duplikatnya tersimpan di Kraton Yogyakarta sebagai pusaka, penanda keabsahan Kasultanan Yogyakarta Hadiningrat wakil Kekhalifahan Turki.
Kalau Peter Carey punya apa atas klaim ilusinya ? Merasa otoritatif karena orang barat ? Merasa lebih sahih karena berkebangsaan penjajah Inggris ?
Adapun tidak ditemukannya arsip yang relevan di Turki tidak menggugurkan kesahihan periwayatan yang dituturkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X. Sebab, keabsahan penuturan sejarah tak membutuhkan konfirmasi dari penutur lainnya.
Analoginya sederhana, jika kita mendapatkan riwayat Hadits Sahih dari Imam Muslim, meskipun tidak diriwayatkan oleh Imam Bukhari, hadits yang dituturkan oleh imam Muslim tetap sahih.
Apa yang diriwayatkan Sultan Hamengku Buwono X dan bukti yang dimilikinya, tetap sah sebagai bukti sejarah meskipun tidak ditemukan di Turki. Apalagi, pasca Khilafah runtuh di Turki, Mustofa kemal Attaturk La’natullah menerapkan kebijakan Sekuler dan berusaha menghapus jejak-jejak kehidupan kekhilafahan Islam. Boleh jadi, semua Arsip sejarah terkait kekhilafahan Turki juga dibreidel oleh antek Yahudi ini.
Umat Islam sedang menggali jejak Khilafah di Nusantara, Peter Carey yang non muslim ini malah sibuk menutupi jejak dengan debu ringannya. Sekali tiup, seluruh debu nista yang ditabur Peter Carey untuk menutupi sejarah Nusantara dan Khilafah langsung sirna tak berbekas. [].