Oleh Syatiri Matrais, LC. MA
Tahun ini tidak semua kaum muslimin tidak dapat melaksanakan haji dan umroh karena pemerintah Arab Saudi tidak mengizinkan banyak orang masuk negaranya akibat wabah Covid-19. Karena itu pemerintah kita juga membatalkan pemberangkatan jamaah haji tahun ini. Keselamatan jiwa lebih diutamakan. Meski begitu kerinduan pada Tanah Suci tetap saja melanda di hati kaum muslimin.
Dalam sebuah hadits Nabi disebutkan, ada tiga masjid yang dianjurkan untuk dikunjungi, yaitu Masjid Haram di Mekah, Masjid Nabawi di Madinah dan Masjidil Aqsha di Jerusalem. Shalat di Masjidil Haram pahalanya dilipat gandakan sampai 100.000 dari shalat di tempat lain. Sementara shalat di Masjid Nabawi mendapat 1000 kali lipat pahala dan di Masjidil Aqsha mendapat pahala 500 kali lipat.
Ketiga masjid itu memiliki keistimewaan masing-masing. Masjid Haram adalah di dalamnya terdapat Baitulloh, kiblat muslimin. Masjid Nabawi terdapat raudhoh dan makam Nabi Muhammad SAW. Sedangkan Masjid Aqsha adalah tempat para nabi dilahirkan dan mi’rajnya Rasulallah Saw menuju Sidratul Muntaha.
Di Masjid Haram ada Ka’bah yang dimuliakan. Di sisi Ka’bah, ada ruang ruang mustajabah, Hijr Ismail, sebuah tempat berpijaknya Nabi Ismail membangun Ka’bah bersama ayahnya, Nabi Ibrahim. Siapa yang bisa shalat di Hijr Ismail , pahalanya sama dengan shalat di dalam Ka’bah. Di sisi lain Ka’bah ada rukun Hajar Aswad. Di situ pula seluruh manusia berdesak-desakan untuk mencium batu Hajar Aswad itu, batu yang dibawa oleh malaikat Jibril dari surga.
Bermula dari Rasulallah Saw ketika itu mencium Hajar Aswad ketika melaksanakan tawaf. Serentak diikuti oleh sahabat, terutama Umar bin Khattab, yang kemudian berkata : “Hai batu, jika Rasulallah tidak mencium kamu, maka akupun tidak akan menciummu”. Umar berkata demikian menjaga sifat syirik terhadap batu meskipun didatangkan dari surga. Karena Rasulallah mencium batu itu. Maka sebagai ta’abbudi dilakukan juga oleh Umar, bahkan seluruh sahabat dan kaum muslimin yang menunaikan ibadah haji dan umroh tersugesti untuk dapat mencium Hajar Aswad. Sebuah kebanggan dan kepuasan hati bisa menciumnya. Di sisi inilah sebagai tanda dimulainya jamaah haji dan umroh melaksanakan tawaf sebagai awal putaran dan berakhir di tempat yang sama.
Bergeser sedikit ke sisi kiri, terdapat Multazam. Sebuah oase yang menggambarkan hajat manusia akan Tuhannya. Multazam menjadi tempat “ekslusif” bagi yang ingin munajat. Berdoa di tempat ini pastinya akan diijabah segala permintaan. Allah telah menjamin akan hal itu. Kesempatan “emas” ini dilakukan untuk menumpahkan seluruh hajat
Selanjutnya bergeser dari agak ke depan, searah para mutawwifin, akan dijumpai maqam Ibrohim. Sebuah tempat berdirinya Nabi Ibrahim ketika merenovasi Ka’ bah. Ritual ini dianjurkan ketika selesai tawaf. Disunnahkan shalat Sunnah tawaf di dekat maqam Ibrahim. Di tempat ini yang dianjurkan hanya shalat Sunnah. Tetapi kenyataannya banyak yang salah tingkah, ada yang mengelus maqam Ibrohim, menangis dan merengek bahkan ada yang menggosok surban nya, meminta sambil menangis.
Syirik memang tidak kenal tempat, di mana saja, bahkan sampai di sekitar Baitulloh, banyak penampakan kemusyrikan. Hal ini dialkukan jamaah yang nilai keimanan dan keilmuannya rendah. Padahal keberadaannya di sisi Ka’bah disaksikan sendiri oleh Allah dan para malaikatnya, tetapi mereka meminta hajat bukan kepada Allah.
Sebab itu, ilmu tentang haji dan umroh menjadi fardlu ain bagi jamaah haji. Tidak cukup waktu hanya empat bulan memperdalam manasik haji. Butuh waktu bertahun untuk memperdalam ibadah haji agar ibadah nya menjadi makbul dan mabrur.
Hikmah pelaksanaan Tawaf memberikan pelajaran bahwa kehidupan manusia harus dinamis, bergerak, mencari anugerah terbaik yang telah Allah siapkan di dunia sebagai bekal menuju kehidupan abadi.
Ketika seseorang sudah melaksanakan sholat Sunnah tawaf di maqam Ibrahim, selanjutnya, rangkaian ibadah haji dilanjutkan dengan melaksanakan Sa’i antara Shafa dan marwa. Namun sebelum itu, disunnahkan minum air zam zam. Ini bukan air biasa, meminumnya saja terangkai dengan doa. Benar-benar terasa segar di tenggorokan setelah menelan air itu.
Perjalanan Sa,i antara bukit Shafa dan Marwa mengingatkan akan perjuangan Siti Hajar, istri nabi Ibrahim bersama anaknya Ismail yang ditinggalkan oleh Ibrahim karena Siti Sarah mengandung anaknya Ishak. Tanpa makanan dan minuman, tanpa pakaian dan pelindung diri di tengah gurun pasir. Kekuatan Siti hajar hanya doa dan keyakinannya bahwa ada Tuhan yang akan menjaga diri dan anaknya. Karena itu Siti Hajar berusaha sekuat tenaga menaiki bukit Safa dan Marwah.
Tidak hanya satu kali perjalanan, tetapi mondar-mandir mencari minuman sebanyak tujuh kali. Terakhir berada di bukit Marwa, di situlah Siti Hajar pasrah, kembali ke titik nol, tidak ada daya dan upaya. Tidak nampak air untuk melepas dahaga, dan tidak terlihat makanan untuk mengganjal lapar. Pasrahkan diri , tawakkal dan berdoa akan kebesaran ilahi. Dirinya merasa yakin bahwa Tuhan akan memberikan balasan dari usaha hambanya. Dalam kondisi kepasrahan dan tawakkal, tiba tiba bayi Ismail menangis dan spontan Siti Hajar menoleh ke arahnya. Betapa gembira Siti Hajar melihat ada air di bawah kaki Ismail. Itulah air zam-zam yang tak pernah kering sejak saat itu hingga detik ini.
Peritsirwa itu saat ini menjadi simbol kegiatan ibadah haji, Sa’i antara bukit Shafa dan Marwa. Memang cukup jauh jaraknya. Kegiataan saat ini dilakukan dengan fasilitas yang sudah memanjakan jamaah. Bagaimana dengan perjuangan Siti Hajar, berjalan dan berlari di tengah gurun tandus, gersang dan panas. Sungguh perjuangan yang begitu luar biasa dilakukan oleh seorang wanita.
Semua kegiatan ibadah haji adalah ruang dan waktu yang teristimewa. Semoga segala hikmah dan rahasia dari keunggulan ruang dan waktu di kota Mekkah dapat menggugah iman kita untuk terus meningkatkan kualitas takwa. Semoga hajat untuk menunaikan ibadah di Kota Suci terkabulkan.