Breaking News
Mimpi, hanya ilustrasi )Foto : Kompasiana)

Catatan Cinta Lansia (12)

Hanya Mimpi

Oleh : Pipiet Senja

Mimpi, hanya ilustrasi )Foto : Kompasiana)

Anno 13 April 2020

Dua hari ini ada yang menyesakkan dadaku. Agaknya naik lambung lanjut meremas-remas dada kiri, bagian jantungku yang memang sudah error. Sejak Maghrib sudah tak nyaman badanku. Kukoreh-koreh tas obat tak kutemukan OMZ obat lambung. Begitu pula obat jantung.

Mulailah hunting ceritanya melalui Halodoc. Selalu ditolak, karena harus dengan resep dokter. Kutengok jam ponsel, tak terasa sudah pukul delapan malam. Dokter mana yang bisa bantu buatkan resep hari gini? Oya, coba minta tolong mantuku. Dia apoteker di RSAL. Respon selow, mungkin sibuk baru pulang tugas.

Teringat dokter Prita sahabat di IG dan aktivis grup perjuangan. Segera kuchatt WA. Oke, dia respon cepat dan janji akan buatkan resep.

Ternyata ada lagi dokter Wirda. Dia dokter di Klinik Panasonic tempar faskesku selama setahun terakhir. Resep dokter Wirda lebih cepat datang daripada resep dokter Prita. Saking sukacita dua duanya saya manfaatkan untuk prepare.

Pulul sepuluh malam dua obat yang sangat kubutuhkan pun ada di depan mata. Obat jantung segera diletakkan di bawah lidah, setelah minum obat lambung. Obat darah tinggi menyusul. Tensi mendadak melonjak 185/80.

Tak kupedulikan lagi yang mau minta saran di kelas Literasi. Tak sempat minta maaf pula. Begitu kurebahkan tubuh lansia ke kasur tipis di ruang tamu, plaaaas! Serius aku tepar dengan 3 macam obat tersebut.

Alamaaaaak! Begitu nikmat kurasa tidurku kali ini. Pakai ada sesi mimpi segala. Dijenguk nenek dari Emak, yaitu Eni Sumedang. Ada nenek dari Bapak pula Emih Cimahi. Tak lupa Bapak dan Emak pun muncul.

“Ada apa rame rame nengok?” tanyaku keheranan.

Macam lagi reuni saja. Tumben. Eh, pernah juga sih macam begini yaitu saat koma, pasca operasi limpa dan kandung empedu, 2009.

“Apa aku koma lagi nih?” gumamku, perasaan begitu menggumam.

Empat sosok di depanku tidak menyahut. Mereka seperti kompak mengangkat tangan. Seperti melambai ke arahku. Waduuuh, ngajak ikut, eaaaa?

“Jangan sekarang. Jangan. Sebentar lagi, ya Mih, Ni. Mak, Pak….”

Tiba tiba terdengar bunyi keras: buuuuum! Astaghfirullahal adhim, aku pun terjaga. Pukul dua dinihari, saatnya sholat tahajud. Beberapa saat aku terduduk. Masih di kasur tipis di ruang tamu, rumah kontrakan anakku.

 

Apakah anakku masih mampu bayar kontrakannya yang akan habis Juni nanti? Dalam diam tanpa terasa ada air bening merembes dari sudut sudut mataku. Ya Allahu Robb. Limpahilah kami rezeki. Berilah putriku jodohnya yang akan membawanya kebahagiaan dunia dan akhirat.

Terimakasih dokter Wirda. Terimakasih dokter Prita.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur