Oleh: Inayatullah Hasyim (Dosen Univ. Djuanda Bogor)
Tahukah Anda bahwa formula ilmiah alkohol dijelaskan pertama kali oleh seorang ulama. Ulama itu bernama Muhammad bin Yahya bin Zakaria Ar-Rhazi yang dalam literatur Barat disebut sebagai Rhazes. Dia lahir pada tahun 250 H/864 M dan meninggal pada tahun 311 H/923 M. Kata alkohol sendiri sebenarnya diambil dari bahasa Arab yaitu الكحل yang sekarang diartikan sebagai celak atau sifat mata. Biasanya ibu-ibu pulang haji suka bawa sebagai oleh-oleh. Kok bisa celak, apa hubungannya dengan alkohol?
Begini ceritanya. Pada sekitar 1000 tahun Sebelum Masehi, para wanita di Mesir (dari dinasti kerajaan Fir’aun) telah mengenal kosmetik. Hebatnya, mereka menggunakan kosmetik tidak sekedar untuk estetika, tetapi juga untuk melindungi kulit dari panasnya cahaya matahari. Celak yang digunakan terbuat dari berbagai bahan, misalnya bijih tembaga dan bebatuan antimon. Tradisi ini kemudian turun temurun diikuti bangsa-bangsa Arab.
Untuk mendapatkan celak yang bagus, bahan-bahan itu “disuling/dipisahkan/dipermentasikan”. Nah, proses penyulingan itu disebut k-a-h-l yang kemudian kita kenal sebagai alkohol. Muhammad bin Yahya bin Zakaria Ar-Rhazi menjadi ilmuwan pertama yang menjelaskan rumusan ilmiah atas benda yang disuling itu sehingga dia dinobatkan sebagai orang yang menemukan formula alkohol.
Oleh para ahli, kata alkohol kemudian didefinisikan sebagai senyawa organik dimana gugus fungsional hidroksil terikat pada atom karbon jenuh dipisahkan. Rumusnya adalah (-OH). Intinya, senyawa organik dalam alkohol (terutama etanol) dapat menyebabkan hilangnya fungsi akal yang kemudian kita sebut sebagai “mabuk”. Karena itu, alkohol dapat dihasilkan baik melalui permentasi atau penyulingan (kahl) dari berbagai sumber. Misalnya, buah-buahan seperti apel, anggur, duren dan singkong. Atau biji-bijian seperti gandum dan beras.
Hasil penyulingan atau permentasi gandum melahirkan bir. Kadar alkohol dalam bir umumnya (sekitar) 3 persen. Hasil permentasi anggur menghasilkan wine dengan kadar alkohol berbeda-beda, antara 5 sampai dengan 10 persen. Sementara hasil permentasi beras ketan adalah tape. Di Jepang, orang mempermentasikan beras (Jepang) yang menghasilkan sake. Kandungan alkohol dalam sake bisa mencapai lima belas sampai dua puluh persen. Karena itu, dalam jamuan makan di Jepang, biasanya sake disediakan sedikit saja, khawatir peminumnya mabuk. Sekedar penambah nafsu makan deh, kayak Anda makan petè.
Lalu, berapa kandungan alkohol dalam tapè ketan? Jangan kaget, kandungan alkohol dalam tapè bisa mencapai sepuluh persen, bila sudah dipermentasi lebih dari tiga hari. Bayangkan tapè yang dijual di supermarket yang sudah berhari-hari itu.
Sejak kecil, saya diajarkan di pesantren bahwa bir haram hukumnya (padahal kandungan alkoholnya cuma tiga persen). Lalu, bagaimana tapè? Menurut saya, penjelasan yang banyak beredar mulai dari pendapat pada ahli hingga fatwa para ulama, tidak menjawab substansi pertanyaannya. Misalnya, ada yang berpendapat, tapè halal kalau dimakan (sebab masih ada material aslinya yaitu beras), tapi haram kalau diminum. Sesederhana itukah? Jawaban itu sungguh tak memuaskan. Lalu apa?
Menurut saya, persoalan tapè ini mirip dengan kasus “nabidz” (anggur) dalam literatur fiqh klasik. Para ulama berbeda pendapat soal nabidz dalam dua kelompok.
Imam Abu Hanifa (Madzhab Hanafi) memilih menghalalkan konsumsi nabidz (hasil permentasi anggur). Sebab, kata Imam Abu Hanifa, nabidz tidak diharamkan “bi’aynihi” (oleh sebab benda asalannya) tetapi, ia haram karena akibat yang ditimbulkannya. Pendapat Imam Abu Hanifa ini dengan dua syarat:
Pertama: Permentasi-nya tidak boleh lebih dari tiga hari. Beliau berdalil pada hadits Nabi SAW berikut ini:
عن ابن عباس رضي الله عنهما قال: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم ينقع له الزبيب فيشربه اليوم والغد وبعد الغد الى مساء الثالثة
“Dari Ibn Abbas (radiallahu anhuma) berkata ia, dulu Rasulallah SAW dibuatkan minuman dari kismis, maka dia (SAW) meminumnya dalam satu hari dan esoknya, dan hari setelah esok sampai dengan malam ketiga”.
Kedua: Dalam prosesnya, tidak digabungkan dengan bahan-bahan lain. Dalilnya hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah berikut ini:
عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما، عن رسول الله صلى الله عليه وسلم أنه نهى أن ينبذ التمر والزبيب جميعاً، ونهى أن ينبذ الرطب والبسر جميعاً”
“Dari Jabir bin Abdullah (radiallahuanhuma) dari Rasulallah SAW bahwasanya Rasulallah melarang untuk mempermentasikan kurma dan kismis secara bersamaan, demikian pula melarang untuk mempermentasikan ruthob (kurma setengah matang) dan bebijian muda (anggur) secara bersamaan”.
Adapun mayoritas ulama, termasuk Imam Syafii, (rahimahulla mengatakan bahwa nabidz (permentasi anggur) haram untuk dikonsumsi. Mayoritas ulama itu berdalil pada hadits riwayat Aisyah (radiallahu anha) berikut ini.
عن عائشة رضي الله عنها عن النبي صلى الله عليه وسلم قال، ما اسكر كثيرة فقليله حرام
“Dari Aisyah (radiallahu anha) dari Nabi SAW berkata, sesuatu yang banyaknya memabukkan, maka sedikitnya pun haram”.
Nah, lalu bagaimana dengan hukum tapè, sudah dekat bulan puasa dan lebaran nih? Silakan deh renungi lagi dalil-dalil dan kisah di atas tadi. Kisi-kisinya kan sudah saya jelaskan.
Wallahua’lam bis shawab.