Breaking News
(Foto : Istimewa)

Catatan Cinta Lansia (1)

Oleh : Pipiet Senja

 

(Foto : Istimewa)

 

Sejak kecil saya sudah sakit sakitan. Tiga kali masuk ICU dan dinyatakan tak ada harapan hidup. Sekarang jelang milad bulan Mei, 64 umurku. Mendadak bencana dunia melanda.

 Awalnya santai saja sambil tetap aktivitas. Jualan buku karya sendiri melalui online. Menemani seorang cucu dari anakku yang single parent.

 Waktu demi waktu terus berjalan. Hingga tiba tiba situasinya berubah total!

 Resesi ekonomi mengancam hajat hidup seluruh rakyat Indonesia. Semua agenda seminar dan kelas Literasi dihentikan. Artinya saya takkan dapat pemasukan lagi. Padahal selama ini bisa bertahan hidup paspasan justru dari sini.

 Pas-pasan bukan berlebihan. Pas saat anak asuh butuh OVO. Pas saat keponakan butuh tambahan SPP. Pas saat ambruk di UGD jadwal transfusi berkala. Pokoknya pas-pasan sajalah alhamdulillah, senantiasa bersyukur atas rezekiMu ya Robb.

 Tiba tiba pula putriku mengeluh sakit kepala hebat. Dua malam dia menyingkir ke kostan dekat kantor. Entah takut menulari anak dan emaknya yang sangat rentan, karena penyakit bawaan tak punya limpa, kandung empedu dan jantung error. Entah pula mau diskusi dengan teman teman senasibnya cari solusi.

 Praktis dua malam ini emaknya makin galau dan kebat- kebit. Sementara fokus menemani cucu yang setiap saat bertanya, “Mana Mama, Manini, kok gak pulang?”

 Sekitar tengah malam ada WA anakku. Mengabarkan dirinya tepar di kosan, sebab sudah minum obat lambung, sakit kepala, sebagaimana saranku kemarin.

 “Doakan Ma, sepertinya Butet dirumahkan alias berhenti kerja. Teman-teman sudah dikabari. Besok mau diskusi dengan Bos. Ini lambung kumat karena banyak pikiran. Doakan Ma, doakan.”

 Kubayangkan dia sambil bercucuran airmata. Sakit malah jauh dari keluarga karena takut terpapar.

Ya Allahu Robb.

 Sebagai seorang ibu saya hanya bisa menasihatinya. Agar jaga kesehatan jangan stres. Mari tawakal dan percayakan semua kepada keMaha Kasihan Allah Swt.

 Tidur sebentar terbangun oleh alarm Tahajud. Mulai pukul dua dinihari sampai subuh, nenek-nenek ini bersimpuh saja di atas sejadah. Bergerak dari lantai atas karena Qania merengek minta sarapan.

 Berdoa dan zikrullah. Hanya itu yang masih mampu saya lakukan. Kuputuskan untuk agak galak mengingatkan anak cucu. Agar tawakal perkuat iman dan takwa.

 Mohon saling mendoakan ya sahabat Manini. Ujian kali ini sungguh berbeda jumpalitan dari ujian ujian sebelumnya.

 

About Redaksi Thayyibah

Redaktur