Breaking News
Seorang ulama sedang mengajar (Foto : PPMI Mesir)

Akibat Menjauhi Ulama

 

Oleh : Abi Miqdam Asy – Syathir

Seorang ulama sedang mengajar (Foto : PPMI Mesir)

“Hendaklah anda gemar di majlis (bergaul dengan) ulama dan mendengarkan petuah hukama. Karena Allah akan menghidupkan hati yang mati dengan cahaya hikmah sebagaimana Dia menyuburkan tanah gersang dengan air hujan”.

Sebaik-baik teman adalah orang yang selalu memberikan kenyamanan disaat sulit, dan kebahagiaan di saat senang. Apalagi jika orang itu berilmu, alim, arif dan bijak prilakunya, baik dan sopan tutur katanya, penuh hikmah dan mutiara jika diucapkan, penuh kesejukan jika didengarkan. Sosok ini lebih dianjurkan untuk didekati. Sosok seperti ini akan sejuk dipandang, bisa menjernihkan hati yang kelam, mengobati hati yang luka, dan menghidupkan hati yang mati.

As-Sahrawardi pernqh berkeliling Masjid Al Khaif di Mina, memandangi wajah orang-orang di dalam masjid, hingga seseorang bertanya tentang apa yang sedang dilakukannya. Dia menjawab, “Sesungguhnya Allah memiliki beberapa orang hamba yang apabila dipandang wajahnya membiaskan sinar kebahagiaan. Dan aku sedang mencari orang seperti itu”.

Tidak terwakili dengan kata-kata untuk menuliskan keutamaan ulama dan hukama. Maha benar Allah dengan firman-Nya yang menempatkan kedudukan ulama sebagai pewaris para nabi.

Melalaikan ulama dan ahli hukama adalah kerugian, melecehkan peran mereka adalah kesengsaraan dan diskriminatif terhadap ulama adalah malapetaka. Nabi juga telah memberikan peringatan akan bahaya menjauhkan dan melecehkan ulama. Jika mereka dilecehkan, dijauhkan, didiskriminasikan, maka Allah akan menurunkan tiga macam bencana kepada kita.

Pertama, Allah mencabut keberkahan dari usaha. Keberkahan adalah sebuah pintu menuju Ridha Allah. Jika keberkahan sudah hilang dalam kehidupan manusia, maka bencana akan muncul, kesengsaraan dan kesulitan selalu mengiringi dalam gerak, hidup selalu serba salah, kekurangan dan tidak pernah tercukupi.

JIka sudah begitu, maka orientasi hidup selalu pada kebendaan. Segala sesuatu diukur dengan materi. Materi menjadi ukuran dalam memuaskan hajat hidupn. Pintu hati tertutup dari hidayah. Mata tidak melihat kebenaran. Telinga tidak mendengar kebajikan dan hati tidak bisa memahami kesejukan indahnya Islam. Dunia selalu menjadi sasaran dan tujuan hidup tanpa sadar bahwa kesibukannya akan diakhiri dengan kematian. Merugilah keadaannya, pulang tanpa bekal.

يامن بدنياه اشتغل # قد غره طول الامل

أولا يزل فى غفلة # حتى دنا منه اجل

الموت تأتي بغتة # والقبر صندوق العسل

أصبر على احوالها # لا موت الا بالاجل

Wahai orang yang sibuk mengurus dunia

Sungguh, anda telah tertipu oleh angan angan yang panjang

Dan tenggelam dalam kelalaian, hingga mendekat ajal

Maut akan datang secara tiba tiba

Sementara kubur merupakan peti amal

Tambahkan dirimu dari tipu daya dunia

Tiada kematian, melainkan telah ditetapkan ajalnya.

 

Kedua: Allah akan kirim penguasa yang zalim. Jika kita melarikan diri dari ulama, maka tatanan masyarakat akan kacau, karena dipimpin oleh pemimpin zalim. Petaka akan muncul di saat kezaliman ditampakkan oleh penguasa. Hidup tidak lagi dalam bingkai keimanan. Penguasa menari di atas kesedihan rakyatnya. Kebijakan yang diambil selalu merugikan rakyat karena berdasar hawa nafsu dan kepentingan pribadi.

Kisah pemimpin zalim diabadikan dalam Quran, seperti Raja Namrud, sang raja diktator, yang sombong menyebut dirinya sebagai Tuhan, namun tewas hanya dengan gigitan serangga. Firaun, juga sang raja di zaman nabi Musa yang sangat diktator, tewas ditenggelamkan di laut bersama bala tentaranya. Raja Abrahah juga tewas ditengah kesombongannya ingin merubuhkan Ka’bah, hanya dengan Allah kirimkan burung Ababil yang membawa kerikil panas yang menewaskan Abrahah dan bala tentaranya.

Ketiga : Allah keluarkan dalam keadaan tidak beriman. Meninggal dalam keadaan su’ul khatimah adalah kerugian. Tidak ada yang bisa menyelamatkan diri seseorang jika sudah keluar dari keimanan.

Dalam Qura’n surat Al Baqarah ayat 161-164 tentang bahaya meninggal dalam keadaan kafir (tidak beriman) bahwa mereka mendapatkan laknat dari Allah SWT.

﴿١٦٠﴾ إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا وَمَاتُوا وَهُمْ كُفَّارٌ أُولَـٰئِكَ عَلَيْهِمْ لَعْنَةُ اللَّـهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ ﴿١٦١﴾ خَالِدِينَ فِيهَا ۖ لَا يُخَفَّفُ عَنْهُمُ الْعَذَابُ وَلَا هُمْ يُنظَرُونَ ﴿١٦٢﴾

Sesungguhnya orang-orang yang kafir dan mati dalam keadaan kafir, mereka mendapatkan laknat Allah, para malaikat dan seluruh manusia. Mereka kekal di dalamnya dan tidak akan diringankan dari mereka adzab dan mereka pun tidak akan ditangguhkan,

Laknat tidak hanya datang dari Allah SWT, tetapi dari malaikat, manusia dan sesama teman juga saling melaknat. Laknat di sini artinya keluar dari rahmat Allah SWT. Inilah kerugian yang diderita bagi orang-orang yang meninggal dalam keadaan keluar dari Islam. Kehidupan mereka baik di dunia maupun di akherat penuh dengan kesengsaraan, kesulitan dan kesempitan.

Mari dekati ulama, menghormati guru-guru, pendidik, pengayom, pembimbing yang menerangi jalan hidup menuju keselamatan dunia dan kebahagiaan akherat. Mereka adalah obat hati dikala gundah gulana, penerang kegelapan, penyejuk dikala kegersangan dan penawar dikala kesakitan. Hidup berkah bersama ulama dan hidup bahagia disamping ulama.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur