Oleh : Tatak Ujiyati
Alhamdulillah setelah Bang Anies bertemu dengan Menteri Sekretariat Negara dan sejumlah anggota komite pengarah lainnya, diputuskan bahwa revitalisasi Monas berlanjut. Keributan kemarin menurut saya, hanya karena miskomunikasi. Dan sebagian besar karena urusan politik.
Apa saja miskomunikasinya? Yuk kita bahas.
Pertama, soal kewenangan Pemprov Jakarta merevitalisasi Monas. Ada pertanyaan apakah Pemprov DKI berwenang lakukan revitalisasi Monas. Kenapa tidak minta ijin dulu ke Setneg? Unsur PDIP paling kencang berteriak soal ini sampai-sampai memerintahkan pembangunan dihentikan, atau mengancam dilaporkan ke polisi jika diteruskan.
Pemprov DKI Jakarta sebenarnya punya penjelasan hukumnya. Yang disampaikan oleh Sekda dalam satu kesempatan jumpa media. Tapi Pemprov DKI Jakarta pilih mengalah dan menghentikan sementara aktivitas sambil memproses persetujuan ke komite pengarah sebagaimana yang diminta.
Sebenarnya, revitalisasi Monas ada dasar hukumnya yaitu Kepres no 25 tahun 1995 tentang Pembangunan Kawasan Medan Merdeka di Wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Rencana pembangunan/gambar garis besar disainnya juga masuk dalam Kepres ini.
Ada dua struktur dalam proyek pembangunan ini yang diperintahkan Kepres, yaitu Komisi Pengarah dan Badan Pelaksana. Komisi Pengarah diketuai Menteri Sekretaris Negara dengan anggota Menteri PU, Meneg LH, Menteri Perhubungan, Mendikbud, Menteri Pariwisata Pos dan Telkom, dan Gubernur DKI Jakarta sebagai sekretaris merangkap anggota.
Badan Pelaksana, dipimpin oleh Gubernur DKI Jakarta dengan memberdayakan aparatur pemda Jakarta secara fungsional untuk melaksanakan pembangunan kawasan Monas. Badan Pelaksana ini bertanggung jawab menyusun rencana dan biaya pembangunan kawasan Monas serta melaksanakannya. Badan Pelaksana juga diperintahkan oleh Kepres untuk “mengelola dan memelihara Taman Merdeka termasuk Tugu Monumen Nasional”.
Kepres tidak menentukan jangka waktu, kapan berakhirnya pembangunan Kawasan Monas. Sehingga mulai dari saat Kepres diundangkan pada tanggal 2 Mei 1995 sampai sekarang, status pembangunan Kawasan Monas adalah on going alias belum selesai.
Karena disain besar rancangan Kawasan Monas telah ada dalam lampiran Kepres. Badan Pelaksana tinggal melaksanakan pembangunanya sesuai disain Kepres.
Sesuai perintah Kepres juga, bahwa Pemprov DKI Jakarta yang selama ini mengelola dan memelihara Kawasan Monas. Dengan dana APBD. Pada tahun 2014 dibentuklah Unit Pengelola Kawasan Monumen Nasional (UPK Monas) dengan kewenangan luas. Termasuk diantaranya pembangunan, penataan, perawatan, dan pemeliharaan kawasan Monas.
Dengan konteks itulah Pemprov DKI Jakarta cq UPK Monas melakukan revitalisasi. Persetujuan Komite Pengarah yang diperintahkan UU telah diwujudkan dalam bentuk keterlibatan unsur Kementerian Sekretariat Negara dalam proses sayembara disain revitalisasi Kawasan Monas.
Jadi ada beda penafsiran soal kata persetujuan yang ada di Kepres. Apakah berupa ijin resmi atau berupa keterlibatan dalam proses.
Pemprov DKI Jakarta juga bukan tanpa alasan tidak meminta ijin secara resmi. Sebab selama ini, paling tidak ada 8 kali pembangunan tambahan di Kawasan Monas – dari tahun 1972 sampai 2016 – tanpa prosedur “meminta ijin” sebagaimana yang dimintakan. Bahkan ketika pembangunan itu tak sesuai disain dalam Kepres.
Tapi tak apa. Pemprov DKI Jakarta mengalah, menghentikan proses sementara sambil memproses ijin. Dan kemarin (6/2) Bang Anies menyatakan bahwa telah terjadi kesepakatan agar revitalisasi berlanjut. Alhamdulillah.
Kedua, soal disain arsitektur Monas. Telah diteliti oleh Pemprov DKI Jakarta bahwa kondisi Kawasan Monas saat ini TIDAK sesuai dengan disain dalam Kepres. Misalnya di bagian selatan ada parkir kendaraan IRTI, Lenggang Jakarta dan SPBG.
Kawasan Monas kini adalah kawasan tertutup dengan pagar keliling, yang mempersulit akses publik. Tugu Monas juga tertutup keindahannya karena tertutup kerimbunan pepohonan.
Itu semua menjadi pertimbangan dalam sayembara arsitektur penataan kawasan Monas. Tanpa menghilangkan ketaatan pada perintah Kepres 25 tahun 1995. Kita bisa melihat dalam disain pemenang sayembara, konsepnya mengusung semangat nasionalisme yang kuat – Labuhan Nusantara.
Tak cuma agar semangat itu yang diharap bisa terus terbangkitkan. Nantinya Kawasan Monas juga akan dijadikan ruang ketiga – tempat publik yang setara – bagi setiap orang untuk berinteraksi. Keindahan Monas akan terasa lebih kuat. Ada ruang terbuka (plaza) di selatan, sehingga Monas akan lebih cantik lebih instagramable.
Ketiga, soal penebangan pohon. Dalam setiap pembangunan pastilah ada dampak terhadap lingkungan. Termasuk pohon. Pemprov DKI Jakarta telah memperhitungkan berapa pohon yang akan terdampak dan bagaimana memulihkannya. Pemprov DKI Jakarta telah punya aturan yang mengharuskan penggantian 3 pohon untuk setiap pohon yang terdampak pembangunan pemerintah.
Apalagi di bagian selatan, yang saat ini sedang dibangun, sebelumnya adalah lokasi gedung Jakarta Fair. Ada pondasi setebal 30 cm di sana, yang membuat pohon besar tak bisa tumbuh. Sehingga pembetonan yang dilakukan di bagian selatan, itu tak terlalu merusak kondisi eksisting lingkungan Monas.
Yang jelas, setelah revitalisasi selesai nanti jumlah ruang terbuka hijau (RTH) di kawasan Monas justru akan bertambah. Sebanyak 64 persen kawan akan menjadi RTH, naik dari yang sekarang 56 persen.
Keempat, soal perusahaan pemenang tender. Badan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ) telah menunjukkan bahwa proses tender telah dilakukan sesuai aturan. Tidak ada larangan bagi perusahaan untuk berkantor di virtual office. Bahwa perusahaan telah mengerjakan proyek-proyek penataan lanskap di berbagai tempat di berbagai insitusi pemerintah. Bahwa nilai rupiah proyek yang dikerjakan juga masih masuk dalam cakupan yang diatur oleh aturan. Dan yang terpenting, bahwa perusahaan tidak masuk dalam daftar hitam LKPP.
Sebenarnya apa yang dilakukan Bang Anies beserta jajarannya di Pemprov DKI Jakarta justru demi menuntaskan pekerjaan yang diberikan oleh Presiden semenjak tahun 1995. Satu pekerjaan yang 25 tahun berlalu belum juga ada yang mampu menyelesaikannya. Upaya ini adalah niat mulia demi kebanggaan bangsa. Sayang bukan, kalau niat sebaik ini terhambat – atau bahkan mangkrak – hanya karena syahwat kecurigaan politis segelintir kalangan belaka.
Semoga setiap orang menyadari. Dan mau memprioritaskan kepentingan bangsa diatas kepentingan pribadi atau golongan.