Maka, pada sekitar tahun 2011, tim astronom dari Institut Teknologi Bandung melakukan survei di seluruh Indonesia untuk mencari lokasi yang cocok dijadikan tempat observatorium baru. Pilihan akhirnya jatuh di sekitar lereng gunung Timau, NTT.
“Pada 2018 mulai disiapkan pembangunan, ditargetkan 2019 pembangunan tahap awal selesai. Itu kubahnya, kemudian teleskopnya. Kami berharap observatorium ini mulai beroperasi atau kami menyebutnya first light yang diterimanya itu tahun depan,” kata Djamal.
Satu hal lagi yang istimewa, disebutkan Djamal bahwa observatorium di Timau ini akan menjadi rumah bagi teleskop terbesar di Asia Tenggara, dengan diameter 3,8 meter.
Diakui Djamal, target pembangunan sedikit molor dari yang dijadwalkan. Akses yang sulit ke wilayah Timau menjadi tantangan tersendiri yang harus dihadapi LAPAN dan timnya.
“Tahun ini tadinya ditargetkan untuk bangunannya, untuk kubahnya selesai. Tapi untuk membawa crane ukuran besar, memasang segala macam peralatannya itu jalannya belum siap sepenuhnya jadi ada kemungkinan tahun depan baru bisa selesai,” ujarnya.
Diharapkan keberadaan observatorium nasional Timau, bisa menyumbang perkembangan sains dan teknologi antariksa di Indonesia. Selain itu, observatorium Timau juga akan mampu menjadi daya tarik wisatawan karena menjadi observatorium terbesar di Asia Tenggara.