thayyibah.com :: Keluarga adalah struktur organisasi terkecil dalam masyarakat, maka mendidik masyarakat hendaknya dimulai dari mendidik keluarga. Namun, dalam mendidik kita tidak hanya membekali diri dengan ilmu pengetahuan saja, ada hal-hal mendasar yang juga harusnya menjadi bekal seorang pendidik yang terus ia pegang, antara lain,
- Ikhlas
Pendidikan adalah ibadah yang mendatangkan pahala, kebaikan dalam mendidik akan diberi balasan baik oleh Allah. Oleh karena itu, niat dalam mendidik harusnya disertai keikhlasan kepada AllahTa’ala. Tidak sepatutnya seseorang berlelah-lelah dalam mendidik untuk dikatakan bahwa ia telah mendidik dengan baik, disanjung karena telah mengerahkan segala daya dan upaya dalam rangka membimbing keluarganya atau agar dikatakan dia adalah pendidik yang ahli dan pengajar yang mahir.
Allah Ta’ala berfirman,
و ما أمروا الا ليعبد الله مخلصين له الدين
“Mereka tidak diperintahkan kecuali agar beribadah kepada Allah dengan mengikhlaskan agama (ketaatan) kepada-Nya.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
- Berharap Pahala
Berharaplah pahala dari Allah Ta’ala dalam melaksanakan proses pendidikan keluarga. Pendidikan itu berat dan tidak mengenal istirahat; panjang dan tidak berkesudahan; serta tanggung jawab yang tidak bisa ditawar. Maka, dengan proses mendidik yang mengambil banyak waktu, tenaga, pikiran maupun harta hendaknya disertai pengharapan yang besar kepada Allah (setelah mengikhlaskan niat hanya kepada-Nya) agar usaha kita tidak hanya berbuah hasil, namun juga berbuah pahala.
Pikiran paling baik adalah pikiran yang tertuju untuk keluarga, nafkah yang paling utama adalah nafkah yang diberikan kepada kerabat dan usaha paling baik adalah yang dikerahkan untuk buah hati. Bahkan, berinfaq untuk keluarga dan kerabat memiliki keutamaan dan balasan yang lebih besar dari selainnya.
Dari Tsauban radhiallaahu’anhu, dia berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أفضل دينار ينفقه الرجل دينار على عياله..
“Satu dinar terbaik adalah satu dinar yang seseorang infaqqan untuk keluarganya..” (Shahih Muslim, 2/574, no. 994).
- Hidayah di tangan Allah
Hidayah dalam arti iman, taufiq kepadanya dan keteguhan di atasnya bukan di tangan kita, akan tetapi di tangan Allah. Dia-lah yang memberikan kepada siapa yang ia kehendaki dengan karunia dan rahmat-Nya dan menghalanginya dari siapa yang Dia kehendaki dengan keadilan dan hikmah-Nya. Yang wajib atas kita kepada keluarga hanya hidayah dalam bentuk menunjukkan, mengarahkan, menasehati dan membimbing, karena itu jangan melalaikan dan meremehkannya.
Allah berfirman,
إنك لا تهدى من أحببت ولكن الله يهدى من يشاء
“Sesungguhnya engkau (wahai Rasul) tidak dapat memberi petunjuk kepada orang yang engkau cintai, tapi Allah-lah yang memberi petunjuk kepada orang yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Qashash: 56)
- Bersandarlah kepada Allah
Kita adalah hamba yang fakir dan miskin. Kita tidak memiliki daya upaya untuk diri sendiri, apalagi untuk orang lain. Karena itu, janganlah bersandar kepada diri sendiri, jangan mengandalkan kemampuan kita, jangan yakin kepada selain Allah. Sebaliknya, serahkkan urusan kita kepada-Nya, bertawakallah kepada-Nya dan mohonlah pertolongan kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
وعلى الله فتوكلوا إن كنتم مؤمنين
“Dan hanya kepada Allah-lah hendaknya kalian bertawakal, jika kalian adalah orang yang beriman.” (QS. Al-Maidah: 23)
Allah Ta’ala juga berfirman,
وما توفيقى إلا بالله عليه توكلت وإليه أنيب
“Dan tidak ada taufiq bagiku melainkan dengan (pertolongan Allah). Hanya kepada Allah aku bertawakal dan hanya kepada-Nya lah aku kembali.” (QS. Hud: 88)
Banyak-banyaklah berdo’a kepada Allah, berharap kepada-Nya, bernaung di bawah naungan-Nya dan merendahkan diri di hadapan-Nya. Jangan berkata, “Aku cerdik, aku berpengalaman, aku berusaha keras dan aku pandai.” Walaupun kita telah melakukan banyak sebab dan membekali diri dengan berbagai ilmu. Apa yang kita usahakan adalah bentuk ikhtiar kita, adapun hasilnya, bertawakallah kepada Allah.
- Jadilah teladan
Orang berakal sepakat pentingnya teladan yang baik di segala bidang kehidupan karena medan hidup pertama adalah diri kita, karena itu, perbaiki diri kita dahulu, semoga dengan itu Allah memperbaiki orang-orang yang berada dalam tanggung jawab kita. Sebab, bila mereka sampai mendengar sesuatu yang berlawanan dengan apa yang kita lakukan maka akan terjadi ketimpangan, kesalahanpun menjadi besar. Bagi mereka agama hanya sekedar slogan di bibir saja, kalimat-kalimat hampa yang tidak berdampak apapun dalam hidup, tidak berefek apapun dalam kenyataan. Maka mendidik keluarga menjadi baik bukan hanya teori, bahkan mendidik mereka melalui teladan langsung tanpa banyak retorika dan perintah akan lebih berbekas di hati. Mendidik melalui teladan langsung seperti nasehat tanpa suara, mereka menerima dengan melihat langsung contohnya dan kebaikan yang dihasilkan dari teladan yang baik itu.
- Hiasi diri dengan kelembutan
Kelembutan itu seperti pisau, namun memotong tanpa sakit. Kelembutan adalah nikmat besar yang berdampak terhadap jiwa-jiwa mulia yang tidak dapat dilakukan oleh kekerasan dan kekasaran.
Allah Ta’ala berfIrman,
فبما رحمة من الله لنت لهم ولو كنت فظا غليظ القلب لانفضوا من حولك
“Maka berkat rahmat Allah engkau (wahai Nabi) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau berlaku keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu.” (QS. Ali Imran: 159).
Dari Aisyah radhiallaahu’anhaa, dia berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda (yang artinya),
إنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنُ فِي شَيْءٍ إلاَّ زَانَهُ وَلَا يَنْزِعُ عَنْ شَيْءٍ إلاَّ شَانَهُ
“Sesungguhnya kelembutan itu tidaklah ada pada sesuatu melainkan ia menghiasinya dan tidaklah ia dicabut dari sesuatu melainkan ia membuatnya buruh.” (Shahih Muslim, 4/1590, no. 2593).
Bersambung insyaallaah..
Penulis: Ummu ‘Abdirrahman
Artikel Muslimah.or.id