Breaking News
Prof. Abdul Basith (Foto : Manajemen FEM IPB)

APAKAH SAYA TEMAN SEORANG (YANG BETUL) TERORIS?

Oleh: Archan

 

Prof. Abdul Basith (Foto : Manajemen FEM IPB)

 

Selain guru, orang yang sudah saya anggap sebagai ayah saya sendiri ini selalu memberikan banyak hikmah dan inspirasi setiap kami berjumpa. Kebijaksanaan dan wawasannya yang luas dibalut dalam motivasi dan semangat yang tinggi, ada dalam sosok beliau.

 Nggak ada yang tahu kalau materi leadership dan motivasional yang sering saya bawakan banyak saya kutip dari beliau. Juga rahasia dan hikmah kehidupan yang sering jadi pemanis saat di atas panggung. Itu juga banyak dari beliau.

 Selain memegang rekor MURI dunia motivasi, beliau selalu menanamkan karakter positif kepada siapapun utamanya peserta-peserta seminar beliau. Makanya hand sign beliau saat berfoto selalu membentuk huruf C sebagai simbol dari Character, Communicative,Competence dan lainnya.

 Bukan sekadar teori, diusia yang menginjak 60-an saja beliau berhasil melawan diri sendiri dengan menaklukkan Mount Everest sebagai pembuktian kekuatan keyakinan dan kesungguhan.

 Saya ingat ketika kami satu panggung bersama dengan pak Mardigu Wowiek, beliau menegur saya ketika kami memberikan santunan kepada anak-anak yatim.

 “Mas, kitalah yang seharusnya mencium tangan mereka karena mereka anak-anak kesayangan Nabi”

 Akhirnya saya yang sudah terlanjur dicium tangannya oleh beberapa anak, harus mulai dari awal lagi untuk berbalik mencium tangan mereka setelah meniru apa yang beliau dan pak Wowiek lakukan.

 Bukan setahun dua tahun saya mengenal beliau, bahkan beberapa kali saya berkunjung ke rumah beliau bersama anak dan istri. Jadi bukan sekadar kenal beliau saja tapi juga istri beliau yang memiliki peran penting dalam dunia pendidikan, bu Illah adalah Direktur Kopertis Wilayah lll jadi seluruh kampus di DKI ada dalam ‘kekuasaan’ beliau.

 Bukan jabatan yang main-main!

 Tiba-tiba….

 Dengkul saya lemas, terkulai lemah sabtu kemarin, isi kepala pun nge-hang karena bingung, kaget, heran, tak percaya, sambil menganalisa sebuah berita.

 Jantung berdegub kencang, sementara tubuh seperti tidak memiliki tulang… Begitu lunglai…saya menghela nafas berkali-kali untuk memastikan apa yang saya saksikan.

 Bukan karena seminar seharian, bukan pula karena kurang asupan makanan…bukan….

 “Kok bisa!!?”

 Bisik saya membatin…

 Tidak ada info yang bisa digali. Tidak ada sumber yang bisa di konfirmasi. Cuma ada satu potong kalimat pendek yang menguras otak!

 “Prof Basit ditangkap polisi!”

 Gilaaa!! Nggak percaya saya, lha wong chat terakhir masih masalah bisnis jual tanah kok!

 24 jam saya masih menanti kabar terupdate, karena framing media sudah mulai nggak masuk akal. Twitter pun sempat trending dengan “Institut Perakit Bom!”

 Prof Basit, guru dan mentor saya ditangkap densus 88 karena meminta pihak lain merakit bom molotov dan akan menciptakan chaos pada aksi 212. Belum lagi dikaitkan dengan aksi teroris, ISIS, HTI dan segala issue lainnya.

 Ketika kemarin saya mendapat info langsung dari orang dekatnya, ternyata kesimpulan saya sederhana. Beliau akademisi bukan politisi, dan ketika sedang berada dalam lingkaran politik niscaya beliau ‘dikorbankan’ karena beberapa pihak mencari selamat dan resiko bergaul dengan pihak yang berseberangan dengan pemerintah.

 Seorang dosen IPB ditangkap polisi karena merakit bom molotov. Haaduhh…..kok kaliber beliau cuma Molotov, ini penghinaan. Kalau C4 atau nuklir sekalian mungkin saya mikir ulang. Lhaa kalau Molotov mah cukup anak STM. Nggak usah Doktor di kampus negeri!

 Fungsi framing memang harus begitu. Rendah, hina, memalukan, memancing emosi dan polemik. Harus begitu agar menarik dan layak dipersalahkan. Sudah pahamlah saya dengan kondisi perpolitikan 5 tahun belakangan ini.

 Tapi, saya nggak menyangka mengapa orang baik dan inspiratif seperti beliau yang harus jadi korban. Begitulah kehidupan dengan segala dinamikanya. Semoga Allah berikan kekuatan dan kesabaran kepada beliau dan keluarga. Dan Allah tunjukkan jalan terbaiknya.

 Saya nggak ngerti bagaimana cara membelanya. Hanya sekadar curhat begini saja yang mudah-mudahan bisa sedikit membendung pikiran buruk orang lain terhadap beliau meskipun nggak mudah.

 Sementara, masih terngiang cerita semalam dari sepupu istri saya. Anaknya dikejar 8 polisi lalu diciduk di Lebak Bulus karena fotonya viral sedang memegang tameng polisi saat aksi beberapa hari lalu.

 Usai dihajar habis-habisan dan ditahan dua hari, akhirnya ia dilepaskan juga dengan kondisi babak belur. Masih syukur lah nasib dan keberadaannya jelas. Karena masih banyak yang nggak jelas kabar berita dan keberadaannya.

 Semoga Allah Yang Maha Adil segera membuka segala tabir.

 Sebab sebuah kebenaran meskipun diculik, mampu meloloskan diri dengan cara yang unik!

 (Penulis adalah murid dari Prof Abdul Basith)

 

About Redaksi Thayyibah

Redaktur