Oleh : Komaruddin Ibnu Mikam
Malioboro, 14 Mei 2012.
Mentari sangat menikam. Panasnya menjadi. Gerah. Bercampur lelah berjalan. Di sebuah pojok. Termangu. Bersama sebutir kelapa. Saat itulah. Jleb!
Pandangan mata memikat sesosok. Berjilbab pink. Jeans casual. Kaos tangan panjang. Tas ransel. Jemari menari. Sebuah kamera. DLSR keliatannya. Jenisnya gak jelas. Lho, itu kan Aya. Selembar wajahnya terlihat. Hampir saja aku lompat dan memanggilnya. Ah, tar dulu. Takut salah orang kan malu.
Kembali berhenti. Sejenak memandangnya lebih lekat. Dia kembali atraksi. Dengan kameranya. Kadang diputar. Ke atas. Kadang ke bawah. Ah, benar itu Aya. Adik kelas satu SMA. Ah, tar dulu takut salah. Kembali berhenti.
Ia berjalan agak menjauh. Sesekali melihat kamera. Kemudian, kembali ia membidik sasaran. Entah momen apa yang dicari.
Entah juga mengapa rasa itu kembali menyergap. Seakan ia tengah melepas busur sebingkah kasih ke arahku. Mengabadikan rasa yang tak pernah ku ungkap. Entah apa. Mungkin cinta. Tapi entahlah. Hanya perasaan damai. Perasaan tenang. Perasaan harmoni saat mengingat nama dan wajahnya. Perasaan aneh yang kadang bikin senyum-senyum sendiri. Ah, dia.
Yang hanya ada dalam mimpi. Menjebakku dalam kubangan rasa tanpa kepastian. Bak berenang di lautan. Terbawa ombak. Mengambang. Hanya mengayun. Tak pernah memiliki. Merasakan. Hanya merasakan. Tak lebih.
Karena terkadang cinta seperti awan indah berarak. Hanya bisa memandangi. Tanpa pernah bisa disentuh.
Kali Piket, Bekasi. 1 Muharam 1441 H