Oleh: Inayatullah Hasyim (Dosen Universitas Djuanda Bogor)
الحُبُ – أَعَزَكَ اللَهُ – أَوَلُهُ هَزْلُ وَآخِرُهُ جِدٌ. دَقَتْ مَعَانِيهِ لِجَلَالَتِهَا عَنْ أنْ تُوصَف، فَلَا تُدْرِكُ حَقِيقَتُهَا إِلاَ بِالمُعَاناَةِ. وَِلَيْسَ بِمُنْكَرٍِ فِي الدِيَانَةِ وَلَا بِمَحْظُورٍ فِي الشَرٍيعَةِ، إِذ القُلُوب بِيَدِ اللَهِ عَزَ وَجَلَ.
وَمِن الدَلِيلِ عَلَى هَذَا أيْضاً أَنَكَ لاَ تَجِد اثْنَيْنِ يَتَحَابَانِ إلاَ وَبَيْنَهُمَا مُشَاكِلَةٍ وَاتفَاقِ الصِفَاتِ الطَبِيعِيَةِ لَا بُدَ مِن هَذَا وَإنْ قَلَ، وَكلُمَا كَثُرَت الأشبَاه زَادتْ المٌجَانَسَةِ وَتَأكَدَت المَودَة فانظٌرْ هَذَا تَراهُ عَيَاناً، وقول رسول الله صلى الله عليه وسلم يؤكده: “الأرْوَاحٌ جُنٌودٌ مُجَنَدة مَا تَعَارف مِنهَا ائتَلَف وََمَا تَنَاكَر مِنهَا اخْتَلَفَ”.
“Cinta — semoga engkau dimuliakan Allah — awalnya (boleh jadi) adalah senda gurau dan akhirnya adalah kesungguhan. Maknanya sungguh sulit dilukiskan (dengan kata-kata). Cinta tak dapat difahami kecuali dengan dirasakan (sendiri). Karena itu, ia tak ditolak dalam agama, dan tak juga dilarang oleh syariat; sebab hati (adalah) berada di genggaman Allah subhanahu wata’ala.
Dan di antara tanda-tanda (keutuhan cinta) adalah engkau tak dapatkan dua orang yang saling mencinta itu kecuali bahwa ada keserasian dan kesamaan sifat yang sangat mendasar (di antara keduanya); betapapun sedikitnya. Dan semakin banyak kesamaan, maka akan semakin utuh rasa (cinta) itu; semakin memperkokoh saling sayang; begitulah kenyataan yang engkau dapati secara kasat mata. Karena itulah, Rasulallah saw berkata, “ruh adalah (bagaikan) pasukan yang saling menyatu; mereka yang saling kenal, semakin merekat; mereka yang saling berselisih; selalu bertentangan”.
Kutipan di atas saya ambil dari buku Ibn Hazm al-Andalusi, طوق الحمامة في الالفة والالاف (Kepak Merpati tentang Cinta dan Berjuta Rasa).
Cinta memang laksana air dalam kehidupan, nafas dalam jiwa, semangat dalam raga, lembut dalam sutera. Ia bagaikan panas pada api, dingin pada salju, luas pada angkasa dan, seperti kata Sapardi Djoko Damono, “kayu kepada api yang menjadikannya abu”
Maka semakin banyak kesamaan visi membangun rumah tangga, kekuatan cintamu akan terus bergelora. Ia sulit berpisah, bahkan hanya untuk sesaat. Seperti sebuah syair dari lagu klasik Barat berikut ini:
“The sweetest dream, I dream with you
You’re my sunshine when
Troubles made me blue
I’am so alone now that you go
I didn’t mean to hurt you
Come back where you belong
Yes I know I know I’m Gonna loose you
But my shoes keep running back to you
‘Cause they know, there Never be another
There will never be Another you”
Hidup dalam rumah tangga penuh cinta adalah saling menghormati, saling mengasihi, saling menyayangi, dan terus menerus membangun pengertian.
Perselisihan dalam rumah tangga adalah bumbu cinta. Ia riak yang membuat bahtera berlayar indah.
Alkisah, suatu hari, sepasang suami-isteri bertengkar. Dengan nada keras, suami membentak isterinya. Sang isteri tak mau terima, namun tetap dalam emosi yang terjaga. Diam-diam, dia mengambil koper dan memasukan pakaian-pakaiannya. Singkat cerita, isteri itu marah. Dia ingin pulang ke rumah orang tuanya.
Demi menyadari sang isteri berada di tengah puncak kemarahannya, suami menghampiri, tersenyum penuh kewibawaan, memeluknya, dan bertanya dengan nada yang sangat lembut, “Mama mau kemana?”. Sungguh, senyuman dan pertanyaan itu meluluhkan hati sang isteri. Dia menjawab, “Aku cuma ingin merapikan baju ke koper, kok, Pa”.
Subahanallah, sungguh benar ketika Rasulallah SAW berpesan,
إنما النساء شقائق الرجال ما أكرمهن إلا كريم وما أهانهن إلا لئيم
“Sesungguhnya, wanita adalah belahan (jiwa) laki-laki. Tidaklah mengormati mereka, kecuali orang yang memiliki kemuliaan. Dan tidaklah melecehkan mereka, kecuali orang yang (berjiwa) pengecut”.
Semakin lama hidup berpasangan, gelora cinta bukan lagi seksual. Ia telah menjadi ekspresi kehidupan. Ketika suami mengecup kening isteri sehabis shalat, misalnya, isteri bahagia sebab mendapat perlindungan cinta.
Ketika isteri menghidangkan segelas teh pahit lalu tersenyum, suami terpuaskan. Sebait puisi pun dibuat suami untuk sang isteri.
Aku tak memintamu untuk membuat perapian cinta sebab kita tak lagi muda cintailah aku secara sederhana
cukup segelas teh tanpa gula
sebab senyummu membuat semua manis terasa.