Oleh: Irkham Fahmi al-Anjatani
Apes betul nasib Banser, niat gagah-gagahan membela NKRI malah mereka kini menjadi bidikan caci maki. Sebabnya, mereka teriak membela Pancasila dengan menginjak-injak kemuliaan agama, teriak Bhineka Tunggal Ika tetapi menjegal kelompok pengajian yang tak sama. Semua dipaksa untuk satu selera. Inilah kecerobohannya.
Kelakuan mereka menyikapi HTI ibarat orang yang coba meludahi matahari, sebanyak apapun ludah yang disemburkan justru itu akan kembali ke mukanya. Semakin banyak ludah yang dikeluarkan semakin banyak pula orang yang muak mencium bau jigong yang mengering di wajahnya.
Pasalnya, apa yang diperjuangkan HTI adalah benar-benar tulus untuk menegakkan Islam. Semua yang dijadikan simbol perjuangannya pun murni, selalu hati-hati, agar senantiasa berlandaskan dalil-dalil agama. Tidak asal menetapkan, tanpa adanya dasar Keislaman.
Jangankan komponen Kekhilafahan yang ditawarkan, bendera yang dijadikan simbol perjuangannya pun mereka tetapkan berdasarkan dalil agama, tidak ngarang-ngarang sendiri membuatnya. Sehingga sulit bagi siapa saja untuk mengkriminalkannya. Membakarnya berarti sama saja sudah menistakan agama. Terbukti, bukan hanya orang HTI yang marah ketika Bendera Tauhid itu dibakar, tetapi juga banyak elemen umat Islam lain yang marah, karena mereka pun merasa memilikinya.
Banser memang sudah sangat keterlaluan. Tentara saja tidak pernah mempermasalahkan Bendera Tauhid berkibar di Nusantara, eh.. mereka justru sok jadi penjaga kedaulatan negara, maen sweeping, maen gebuk terhadap kelompok lain yang tak sepaham.
Jika terus dibiarkan mereka berpotensi menjadi gerombolan pengacau ukhuwah. Sama seperti Wahabi di Saudi dulu. Bedanya, Wahabi menghancurkan ukhuwah dengan mengatasnamakan agama, Banser berpotensi menghancurkan ukhuwah dengan mengatasnamakan menjaga kedaulatan bangsa dan negara.
Coba perhatikan, Banser dan Wahabi keduanya sama, walaupun sudah jelas-jelas menunjukan sikap yang arogan dan kasar tetapi tetap saja merasa benar. Keduanya sulit diingatkan, karena mereka meyakini apa yang dilakukannya itu merupakan suatu kebajikan.
Saya menduga ada permainan intelejen asing di tubuh Banser yang coba memantik perang saudara. Seperti biasa, strateginya adalah ia menyusup di tubuh organisasi, pura-pura menjadi anggota, bahkan ada yang menyusup menjadi tokoh-tokohnya. Setelah itu ia memprovokasi Banser agar benci terhadap HTI dan FPI yang notabene adalah saudaranya.
Operasi intelejen semacam ini menyusup ke semua organisasi, termasuk ke HTI dan FPI sendiri, bukan hanya Banser. Bedanya, jika mereka cerdas mendeteksinya semenjak dini, sementara Banser justru larut dalam provokasinya.
Ketika Aksi Bela Islam tahun kemarin, ada orang berseragam FPI sambil mengibarkan Bendera Tauhid ikut bergabung di dalam lautan masa unjuk rasa. Setelah diperhatikan, ia justru bersikap tidak wajar, memprovokasi masa agar menyerang Polisi. Dan disaat ia diinterogasi oleh beberapa laskar FPI ternyata ia adalah non muslim yang menyusup ke dalam barisan umat Islam.
Seperti itulah permainan intelejen yang hendak memecah belah umat Islam. Banser harus hati-hati dengannya. Siapapun yang mengajak kalian agar benci terhadap saudaranya, anti dengan Syariat Islam, maka patut dicurigai bahwa ia adalah penyusup yang coba memecah belah ukhuwwah Islamiyyah. Mereka didukung para tuannya dengan gelontoran dana yang melimpah, sementara yang di kampung-kampung hanya menerima ratusan ribu saja.
Sulit memang menerima bahwa ada operasi intelejen asing yang bermain di tubuhnya. Sama seperti orang-orang ISIS, mereka tidak sadar bahwa sedang diperalat oleh Yahudi dan Amerika. Padahal indikasinya jelas, tidak mungkin orang memperjuangkan Islam dengan cara-cara yang bertentangan dengan Syariat Islam. Tidak mungkin orang menjaga kedaulatan negara dengan melangkahi wewenang TNI-Polri yang lebih berhak terhadapnya.
Orang-orang di tubuh Banser yang masih ngotot membenarkan pembakaran Bendera Tauhid padahal MUI sudah mengecamnya, terus memprovokasi anggotanya agar benar-benar benci kepada kelompok lain, saya yakin mereka adalah bagian dari operasi intelejen itu. Walaupun ia mengelak, tidak menyadari, tetapi dengan simpatinya kaum kafir Yahudi, Nasrani dan para penikmat kemaksiatan kepada mereka, itu merupakan indikasi kuat bahwa memang benar ada ketidakberesan pada diri mereka.
Cirebon, 11 Juli 2019
Alhamdulillah, Penulis telah selesai menyusun buku yang berjudul “Ketika Kiai Dipertuhankan” (Fenomena Hancurnya Agama2 Samawi), Terbitan Al-Azhar Press, Bogor. Untuk pemesanan dan bedah buku silahkan hubungi no. 0817 011 7771