Al qur’an menyebutkan adanya tokoh ini dan bagaimana peran tokoh antagonis ini dibalik kisah kezhaliman Fir’aun yang peran sentralnya tak kalah dahsyatnya dibandingkan Fir’aun itu sendiri. Dialah Haman; pembisik sekaligus Menteri Segala Urusan di Istana Fir’aun.
Jika kata Fir’aun disebutkan sebanyak 38 kali di dalam al-Qur’an, paling tidak nama “Haman” muncul sebanyak 5 kali pada beberapa surah di dalam al-Qur’an, diantaranya surah al-Qashash ayat 6 dan 38, al-Mu’min ayat 36-37 dan al-Ankabut ayat 38.
Seorang arkeolog Prancis Morris dalam penelitiannya di tahun 1882 dibuat tercengang sekaligus takjub dengan kebenaran informasi al-Qur’an, ternyata nama Haman ditemukan dan disebutkan dalam tulisan Heliograf kuno sebagai seorang kepala urusan istana yang menangani semua urusan Fir’aun.
Sedangkan informasi itu tidak pernah dia dapatkan pada kitab Taurat, Zabur Dan Injil. Informasi di dalam al-Qur’an sedemikian akuratnya, hingga disebutkan begitu jelasnya nama dan peran Haman di dalam al-Qur’an. Jelas dia akhirnya mengakui bahwa hal itu menunjukkan kemukjizatan al-Qur’an.
Apa dan bagaiman peran Haman?
Di dalam al-Qur’an dikisahkan Haman merupakan wazir atau Perdana Menteri Fir’aun. Haman juga bertugas sebagai penasehat, kepala istana, pengatur dan pengendali infrastruktur, panglima perang, pengendali stabilitas keamanan, pengontrol ucapan para pengkritik kerajaan, serta pengatur sekaligus pengendali segala bidang dan urusan.
Bahkan Haman merupakan pembisik yang selalu meneguhkan dan menguatkan bahwa Fir’aun adalah seorang titisan Dewa Ra; dewa matahari yang patut disembah sekaligus dewa pemilik aliran sungai Nil. Haman selalu memuji tindak tanduk lelaku Fir’aun baik dan buruknya.
Manakala adu tanding antara Nabi Musa dan Fir’aun yang pada akhirnya membuat para penyihir istana mengakui kemenangan di pihak Musa, alih-alih mengakui kekalahannya, Fir’aun justru meminta Haman tampil ke depan publik untuk mempengaruhi rakyatnya agar masih tetap dipercayai.
“Hai Haman, apakah aku ini seorang pendusta?” tanya Fir’aun penuh keangkuhan.
Haman tampil membela dengan penuh meyakinkan dan kecongkakan pula. “Siapa yang berani menuduh paduka sebagai seorang pembohong?!”
“Hai Haman, apakah Tuhan di surga?” tanya Fir’aun lagi.
“Musa itu berdusta. Dia ahli membuat kebohongan!” jawab Haman agar membuat Fir’aun senang.
“Ya, aku tahu Musa tidak lain, hanya tukang sihir yang pandai merangkai kata!” Fir’aun membenarkan.
Benar Engkau pembesar kami. Semua raja takluk padamu, duhai Fir’aun!” Ujar Haman meyakinkan Fir’aun.
“Sekarang Haman! Kuperintahkan buatkan aku menara pencakar langit agar aku bisa melihat Tuhannya Musa!” ujar Fir’aun tertawa dengan penuh kesombongan disertai gelak tawa Haman dan pengikutnya.
Haman memang terkenal hebat bersilat lidah menjilat penguasa. Haman berkilah dengan argumentasi jeniusnya.
“Wahai Fir’aun, kali ini saya keberatan membuatkan Anda menara pencakar langit itu untuk bisa melihat Tuhannya Musa!” ujar Haman seraya membungkuk.
“Hah! Apa katamu?!! Kamu keberatan?!!” Fir’aun terbelalak matanya.
“Iya paduka, saya keberatan!” jawab Haman penuh tipu muslihat.
“Apa kamu sudah mau berbuat makar seperti Musa?! Apa kamu sudah membangkang seperti para penyihir itu?” tanya Fir’aun mulai geram.
“Tidak paduka Raja Fir’aun yang Mahatinggi! Hamba masih tetap setia!” jawab Haman tersenyum.
“Lantas kenapa kamu keberatan, hah?!! Apa kamu tidak sanggup membangunkan infrakstruktur untuk rajamu ini?!” Fir’aun mulai tak sabar menunggu jawaban Haman.
“Bukan begitu Paduka Raja Fir’aun!”
“Lantas?!” tanya Fir’aun.
“Meskipun kita bangunkan menara langit, kita tidak akan temukan Tuhan Musa di sana!” jawab Haman meyakinkan.
“Kenapa? Ada apa?!” tanya Fir’aun mengernyitkan keningnya.
“Sebab Tuhan Musa itu tidak ada. Hanya engkaulah Tuhan itu. Hanya dirimu pemilik Mesir dan Nil ini. Engkau Fir’aun yang Tinggi!” ujar Haman menyanjung Fir’aun sekaligus melecehkan Tuhan Musa.
Lantas Fir’aun berterik di hadapan rakyatnya “Ana Rabbukumul ‘Ala! Akulah Tuhan kalian yang Tinggi!”
Demi mendengar sanjungan sedemikian tinggi dari Haman, kian melambunglah kecongkakan Fir’aun dengan segala kepercayaan dirinya. Sujud sembahlah mereka yang terlanjur mengagumi Fir’aun dengan segala keyakinannya.
Itulah sekilas deskripsi Haman yang dideskripsikan oleh Ibnu Katsir di dalam Qishashul Anbiya. Begitulah peran sentral Haman yang monemental dengan segala kejahatan dan sifat penjilatnya. Dia tampil sebagai tokoh antagonis kedua setelah Fir’aun.
Meski dia bukan seorang Fir’aun, boleh jadi peran sentralnya melebihi seorang Fir’aun sekalipun, sebab dialah penasehat dan pembenar segala kesalahan dan kezhaliman Fir’aun.
Dan begitulah sejarah selalu berulang pada setiap zamannya. Begitulah al-Qur’an mengajari kita sejarah.
Tugas kita bukan membenci Fir’aun atau pun Haman, akan tetapi tugas kita hari ini meneguhkan terus berjuang bersama siapa? Bersama Musa ataukah Fir’aun, Haman atau kah ulama Fir’aun bernama Bal’aun bin Aura.
Jika tidak mampu menjadi Musa, minimal kita tak menjadi musuhnya atau menjadi pengikut Bani Israel yang terkesan netral; tidak memiliki prinsip kebenaran yang harus diperperjungkan dengan mengatakan, “Pergilah engkau wahai Musa berperang berdua bersama Tuhan kamu, kami hanya ingin duduk menunggu saja di sini!”
* Artikel diambil dari WAG tanpa menyebutkan nama penulis dan sumber tulisan