thayyibah.com :: Kisah inspirasi ini kami ambilkan dari sebuah postingan seorang teman di facebook, credit kepada penulis aslinya. Kisah yang menakjubkan, yang diceritakan oleh seorang konsultan. Berikut ceritanya.
Pada suatu kali kami didatangi oleh seorang perempuan yang memakai burka berwarna hitam. Orangnya tinggi besar, bahunya lebar. Wajahnya hitam, maaf, jelek dan menakutkan. Dia lebih mirip laki-laki dari pada mirip perempuan.
Teman-temanku sesama konsultan berusaha keluar dengan menyelip-nyelip untuk menjauhi menerima pengaduannya. Di antara mereka ada yang membikin-bikin kesibukan. Hingga tidak ada yang tinggal selain diriku untuk melayaninya.
Awalnya aku sangat cemas melihat bentuknya. Aku berusaha untuk tidak melihat ke wajahnya sedapat mungkin. Aku juga menahan supaya tidak ketawa mendengarkan ledekan teman-temanku secara sembunyi-sembunyi dari belakang, supaya aku tetap bisa bekerja secara profesional. Sampai ia mulai bicara sambil tersenyum dengan senyuman yang sangat tidak menarik.
“Aku adalah perempuan yang tidak mendapat bagian untuk menikah sepanjang hidupku, karena seluruh laki-laki lari dariku. Sampai aku berumur 40 tahun masih tetap perawan.
Tidak ada seorangpun laki-laki yang bersedia meminangku. Sementara tidak ada yang aku takutkan selain mati dalam keadaan single.
Aku berangan-angan, andaikan Allah mengaruniakan kepadaku anak-anak yang aku cintai dan aku rawat. Namun, Allah tidak menghendaki hal itu untukku.
Sampai pada suatu ketika, tetanggaku menawarkan kepadaku untuk menikah dengan seorang kontraktor yang tinggal di dekat rumahku. Dia seorang duda yang mempunyai empat orang anak.
Tapi dengan syarat, aku bersedia melayaninya dan anak-anaknya, namun aku tidak berhak menuntut hak apapun sebagai istri. Aku hanya sebagai seorang pembantu. Dan…..akupun menyetujuinya.
Inilah untuk pertama kalinya seseorang meminangku. Dan akupun menikah.
Sekalipun demikian, aku mendapati semua orang lari dariku, termasuk suamiku sendiri. Sebagaimana yang aku temukan dari kalian di kantor ini.
Tahun-tahun berlalu dan aku sibuk merawat anak-anaknnya. Aku memperlakukan mereka seolah-olah mereka adalah anak kandungku.
Aku mencurahkan cinta dan kasih sayangku sampai aku betul-betul menjadi ibu mereka dan mereka pun menganggapku ibu mereka dengan sepenuh kecintaan dan penghormatan.
Di samping itu Allah melimpahkan rezki yang sangat luas kepada suamiku. Dia mencintaiku seperti anak-anaknya mencintaiku.
Setelah berlalu bertahun-tahun, akhirnya ia menggauliku sebagaimana istri semestinya. Akupun mengatakan selamat tinggal kepada keperawanan.
Maksud kedatanganku ke mari adalah karena suamiku telah meninggal beberapa hari yang lalu. Dan aku dikejutkan dengan surat wasiat, di mana ia menuliskan di sana bagianku dari harta benda dan properti yang nilainya jutaan dolar.
Tidak ada seorangpun di antara anak-anaknya yang menentang. Akan tetapi aku ingin mengembalikannya kepada mereka. Seluruh apa yang sudah dituliskan suamiku. Sekarang aku minta bantuan anda apa yang harus aku lakukan untuk proses itu.”
Aku betul-betul takjub, bagaimana mungkin seseorang bisa melepaskan jauh-jauh jutaan dolar yang sudah menjadi haknya ini dengan goresan tinta pena???
Aku memberanikan diri bertanya kepadanya, sementara aku merasakan malu yang sangat di dalam diriku. Saat itu aku baru merasa sangat hormat dan senyumannya kelihatan berubah indah dalam pandanganku.
“Kenapa anda tidak ingin menjadikan simpanan barang sedikit dari harta ini? Satu flat umpamanya, atau sebidang tanah? Bila anda suatu saat ditimpa sakit, atau anak-anaknya tiba-tiba berubah menjadi cuek kepada anda? Tidak tertutup kemungkinan bila keadaan berubah?”
“Tidak ada sedikitpun keinginanku untuk memindahkan semua ini, seluruhnya ini pada akhirnya akan menjadi harta milik mereka juga, tidak ada hak sedikitpun bagiku. Cukuplah bagiku rasa cinta dari mereka. Itulah puncak rezki yang aku cita-citakan semenjak lama.
Allah sudah memberiku cinta sesudah aku merasakan bagaimana pahitnya kesepian. Dia juga yang akan mengaruniakan pembelaan bila terjadi pengkhianatan.”
Aku melakukan itu sementara dadaku dipenuhi rasa penyesalan melihat kondisi kita. Kita mencela orang lain, padahal cela itu ada pada diri kita sendiri. Hingga kita tidak peduli siapa kita sebenarnya dari dalam.
Boleh jadi tampilan luarnya jelek, akan tetapi tidak lah lebih jelek dari pada anggapan kita terhadap dirinya.
Betapa banyak mutiara yang tersimpan di rumah-rumah yang ditinggalkan sementara kita tidak tahu.
Ini adalah hati seorang perempuan, di mana kita sudah berbuat zalim kepada diri sendiri akibat menilai tampilan luarnya.
Segala penghormatan dan permohonan maaf dariku kepadamu wahai perempuan mulia. Mata kami sudah buta untuk melihat kecantikan budi dan cinta yang sudah mulai sirna dari kebanyakan manusia.