Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Jalan Ampera. Hari ini Kamis (21/2), jarum jam baru saja menyentuh angka sembilan. Petugas kebersihan baru saja menyelesaikan pekerjaan terakhirnya di pagi ini. Pelayan di kantin sedang menerima order pertama dari tamu pertama yang masuk. Para hakim dan pegawai PN belum juga lengkap, sebagian terlihat berjalan bergegas menuju ruang kerja mereka. Ruang sidang masih tampak kosong, meski pintunya sudah terbuka. Hanya petugas penerima pendaftaran perkara yang tampak siap di mejanya.
Seorang wanita tua telah duduk dengan tenang di satu deret kursi tepat di depan pintu ruang sidang nomor satu. Diam tak bicara. Dia hanya menatap ruang sidang kosong di depannya. Sesekali dia menerima sapaan orang-orang yang lewat di depannya. Orang-orang sepertinya punya rasa hormat pada ibu tua ini. Ibu Masrifah namanya.
Ini adalah Kamis kesekian sejak November 2018, ibu Masrifah sambangi PN Jakarta Selatan. Meski datang dari Bandung, dengan diantar seorang anak laki-lakinya, Ibu Masrifah tak pernah mengeluh soal capek atau lapar. Dia nikmati semua rasa itu. Berangkat sesaat setelah subuh dari Bandung dan sampai di kursi itu, di depan ruang sidang nomor satu, tepat di jam sembilan.
Ibu Masrifah tetap duduk di kursi itu. Diam dan tak beranjak. Dia hanya melempar senyum pada yang menyapa. Sesekali dia ditegur anknya yang biasa duduk tak jauh darinya. Hingga dua atau tiga jam berikutnya. Sampai petugas memanggil nomor perkaranya, sampai pengacara yang membantunya memanggilnya masuk ke ruang sidang.
November tahun lalu, ibu Masrifah dan tiga anaknya menggugat anak sulung laki-lakinya, Achfas Achsien, yang menguasai dan menjual harta warisan suaminya, KH. A. Achsien. Uang hasil penjualan harta warisan berupa tanah dan bangunan di Jalan BKR, Cijagra, Bandung itu, tidak dibagikan sesuai kesepakatan mereka. Berbagai upaya ibu dan adik-adiknya mengetuk pintu hati Achfas agar membayar sisa uang yang masih di tangannya. Namun berbagai upaya itu sia-sia belaka. Sehingga pengadilan menjadi jalan terakhir.
Ibu Masrifah tetap setia pada masa-masa persidangan berikutnya. Kamis (21/2) kemarin kuasa hukum Ibu Masrifah, yang juga berasal dari Bandung mengatakan, persidangan mungkin masih empat hingga lima kali lagi. “Saya akan terus ke sini. Ikuti perkembangan sidang demi sidang. Saya menuntut hak saya yang diambil anak saya sendiri,” demikian ibu Masrifah.
Selama berjalannya persidangan, selama itu pula Ibu Masrifah bersusah payah menempuh Jakarta – Bandung. Dia rela berlapar-lapar, menahan haus, merasakan capek dan lelah hanya untuk meraih kembali haknya yang dikuasai anak laki-laki sulungnya itu. Tak terbilang lagi peluh juga air matanya yang menetes hanya karena keserekahan anakny, Achfas.
Achfas Achsien adalah ahli sekuritas kenamaan. Dia pernah memimpin sekuritas dari bank ternama. Kini, Achfas memimpin perusahaan sekuritas milik Yusuf Mansur, Paytren Asset Management. Perusahaan ini walau baru seumur jagung tapi dengan bangga mengklaim diri sebagai perusahaan sekuritas bersyariah.
Saat ibu Masrifah sedang bersusah payah berjibaku dengan rasa lapar, rasa haus, kelelahan dan kecapaian di kantor pengadilan, mungkin anaknya Achfas Achsien sedang duduk santai bersama Yusuf Mansur. Pada sebuah ruang mewah yang sejuk, sedang menyeruput kopi hangat yang mahal dan deretan makanan minuman yang lezat nan mahal, sambil menyusun rencana bagaimana menghimpun rupiah dari masyarakat yang cepat dan banyak. Atau mungkin sedang membagi uang yang bergepok-gepok keuntungan dari hasil jual beli saham. Oh…!