thayyibah.com :: Nama yang satu ini memang mengemuka dan makin dikenal sejak reformasi hingga saat ini. Mulai dari aktif di gerakan mahasiswa hingga menjadi salah seorang wakil rakyat dan pimpinan DPR RI saat ini. Karakter ketimurannya mendominasi gaya bicaranya, tegas dan keras. Aumannya terhadap Presiden, KPK bahkan terhadap partainya sendiri terdengar menggema. Kritikan dan perlawanan lidahnya terhadap kesemrawutan dilontarkan secara lantang, tanpa basa basi.
Lembaga anti korupsi, KPK saja dimintanya bubar dengan argumennya yang kuat, bahkan sampai dengan sindiran, menyuruhnya untuk pindah ke Korea Utara. Dia bukan asal bicara. Dia bicara dengan data. Sejak 2011 dia sudah mulai bicara tentang KPK, saat sudah banyak politisi dan pejabat negeri ini yang menjadi tersangka KPK.
Cerdas, adalah kata yang dapat disimpulkan untuknya. Hampir di setiap topik Indonesia Lawyer Club (ILC) yang level berat, dapat dipastikan ada Fahri Hamzah di sana. Karni Ilyas selaku creator acara, tak asal memilih orang, keberanian dan kecerdasannya pasti jadi alasanya. Saat Fahri berbicara, bisa dipastikan bahwa semua orang diam mendengarkan, baik lawan atau kawan debatnya. Sampai-sampai, Karni Ilyas dalam satu sesi acara memuji Fahri, dengan menyebut Fahri Hamzah layak menjadi calon presiden ke-3 pada pilpres 2019.
Penuh narasi. Semua narasi beliau sarat makna, sedikit tapi menghujam. Panjang yang melegakan, sarat dengan argumen dan data. Setiap hari selalu ada twit menarik tentang negeri ini. Media mainstream menjadikan beliau darling mereka. Kontra dan mengkritik pemerintah tapi selalu menjadi kesayangan media. Setiap katanya di media sosial, selalu jadi bahasan menarik di media.
Wawancaranya seperti wawancara presiden, ramai dengan wartawan yang berdesakan untuk menguak ide-ide cerdasnya. Tulisannya “Mari membedah Anatomi Otak Capres Kita (catatan menyambut debat capres pertama)“, menjadi sebuah catatan penting, bahwa kecerdasan, keberanian menyatu dalam darah narasinya.
Menggetarkan, sosok Sukarno Muda yang teriak lantang tentang negeri ini.
Jujur, ini hal yang sangat menarik dari Fahri Hamzah. Saat banyak yang berkata, “Susah mencari orang jujur di negeri ini”. Kita akan temukan sosok menarik tentang kejujurannya. Pada Juni 2007, Fahri mengaku menerima dana non-budgeter di Departemen Kelautan dan Perikanan sebesar Rp150 juta dari Rokhmin Dahuri yang menjabat sebagai menteri kelautan.
Fahri mengungkap bahwa dia menerima dana tersebut pada periode 2002-2004 sebagai insentif pembuat makalah pidato Rokhmin sebelum dirinya menjabat di DPR. Hingga KPK turun tangan memeriksa dan menyatakan bahwa Fahri Hamzah bersih dari korupsi. Wajar bila seorang Anis Matta, dalam sebuah acara talkshow CNN, secara spontan berkata, “Orang paling jujur yang pernah saya temui” saat photo Fahri Hamzah ditampilkan.
Ketegasannya bukanlah tanpa sebab, dia hanya ingin dirinya sebagai wakil rakyat bisa membuat negeri ini lebih baik. Di saat pencairan bantuan gempa Lombok belum disalurkan pemerintah, dengan garang Fahri berkata, “Masa untuk peserta IMF kita cairkan Rp1 triliun, masa Rp50 juta enggak bisa dicairin?” Ia bukanlah sosok yang butuh citra dari internasional, yang ia butuhkan hanyalah agar rakyat Lombok dapat bantuan 50jt per orang, ia hanya perjuangkan janji pemerintah.
Akibat sikap kritisnya, ia harus dipecat dan dicopot dari semua keanggotaan partai di partai yang dibesarkannya.
Shalih, mungkin di luar sana, banyak tokoh yang selevel Fahri Hamzah. Satu hal yang menjadi pembeda adalah ketaatannya pada Allah. Fahri bekerja dengan keikhlasan untuk mendapatkan keridhaan Allah. Keshalihan secara pribadi menjadi hal yang utama baginya. Menjadikan negara ini shalih adalah keharusan yang mutlak baginya. Pidato kebangsaannya tentang negara Indonesia, https://s.id/FahriMenangis menjadi bukti bahwa kecintaannya kepada negeri ini.
Sosok Fahri Hamzah mengingatkan kita akan sosok seorang sahabat Rasulullah SAW, Umar bin Khattab RA, seorang khalifah yang menggetarkan lawannya. Seorang sahabat yang memiliki kecerdasan, keberanian, keshalihan, kejujuran, kepemimpinan dan kepedulian besar terhadap rakyatnya. Seseorang yang mengelola potensi keberanian dengan cerdas.
Takkala kaum muslimin secara diam-diam berhijrah ke Madinah, ia justru terang-terangan mengumumkan rencana hijrahnya ke Madinah. Dengan berani dan tegas di padang terbuka dia mengumumkan rencana hijrahnya ke Madinah dan menantang kafir Quraisy dengan mempersilakan mereka untuk mencegahnya (jika berani). Tantangan dengan gagah berani ini membuat ciut mental kafir Quraisy.
Lantangan yang begitu tegas terpampang dalam sejarah para pemberani, “Barang siapa yang menginginkan istrinya menjadi janda, atau anaknya menjadi yatim, maka temui aku di balik bukit ini!“ Tantangan tajam yang merobek kesombongan dan arogansi kafir Quraisy.
Berani, pemegang gelar tingkat 2 tapak suci tingkat nasional ini memang terkenal dengan keberaniannya. Sejak aktif berorganisasi sebagai mahasiswa UI, pada tahun 1998, secara langsung ia turun ke jalan, berdemo dan berorasi menuntut Soeharto turun dari jabatannya. Mental pejuang ini masih hadir dan eksis pada dirinya hingga saat ini.
Tanpa takut dan gentar menyuarakan kebenaran. Bisa saja, setelah puluhan tahun aktif membina pengajian di partainya. Menjadikan prinsip hidupnya mati di jalan Allah lebih baik daripada mati sebagai pecundang. Geraknya menuntut perubahan selalu hadir dalam setiap katanya. Sampai Deddy Corbuzier pernah bertanya, “Anda tidak takut diserang netizen.“ Fahri menjawab dengan senyum, “Serangan harus dinikmati“.
Bijaksana, makin tua makin bijaksana. Pemecatan dirinya dari keanggotaan PKS dan tuntutan pemecatan dari PKS sebagai pimpinan DPR RI tidak lantas membuat Fahri menjelek-jelekkan PKS. Yang ia lakukan adalah melawan arogansi dan kezhaliman atas dirinya kepada elit pimpinan PKS yang berujung pada proses Hukum pada institusi legal negara yang harus dijunjung bersama.
Yang dia lakukan hanyalah sebuah perlawanan atas kezhaliman terhadap dirinya, dipecat tanpa alasan jelas. Alasan PKS ternyata sederhana, “(Saya katakan) ‘Fahri, setelah saya lihat, antum ini ternyata tidak cocok sebagai etalase tertinggi PKS.’
Etalase tertinggi PKS hari ini kan pimpinan DPR, karena menteri nggak punya kan. ‘Kayaknya antum ini cocoknya di alat kelengkapan yang lain.’ Sudah kita sediakan di BKSAP. Ini bulan Oktober tanggal 20,” ujar Sohibul kepada wartawan, Kamis (1/3/2018). https://news.detik.com/berita/d-3892452/presiden-pks-soal-pemecatan-fahri-dia-bohong-dan-membangkang.
Bisa jadi sikap kritis Fahri, menyebabkan ketidaknyamanan PKS. Fahri berpendapat bahwa saat itu pimpinan PKS sempat berusaha bergabung dengan pemerintahan Jokowi. Akhir dari perseteruan ini pun berakhir dengan kemenangan Fahri Hamzah di semua level peradilan hingga Mahkamah Agung dan elit PKS tergugat berkewajiban membayar ganti rugi atas tindakannya sebesar 30 milyar.
Jauh hari sebelum putusan pengadilan mencapai titik akhir, beliau ditawari untuk bergabung dengan partai besar seperti Golkar dan PDIP, namun hati Fahri Hamzah tetaplah berada di PKS. “Gini ya, saya kan sudah sering katakan saya ini orang setia. Saya tidak itu jatuh cinta, dan saya tidak gampang berpindah hati”, ungkapnya. Yang ia lakukan (proses hukum menuntut keadilan) hanyalah membuka mata elit pimpinan PKS.
Saat ditanya di sebuah acara talkshow, Fahri menegaskan bahwa uang 30 milyar itu tidak akan dipergunakannya untuk keperluan pribadi. Uang itu akan digunakan untuk pengembangan kader.
Mendidik, kelebihan terakhir inilah yang sangat diperlukan oleh Indonesia. Karakter pendidik yang rela dan ikhlas berbagi semua ilmu dan pengalamannya untuk siapa pun yang membutuhkan. Dia merupakan salah satu inisiator GARBI (Gerakan Arah Baru Indonesia).
Gerakan yang mengajak masyarakat luas dengan cita-cita mewujudkan bangsa Indonesia menjadi bangsa yang maju di bidang ekonomi, teknologi, dan militer dengan tagline “Islam, nasionalisme, demokrasi, dan kesejahteraan”. Visi GARBI untuk mewadahi ide gerak anak bangsa yang akan berkontribusi mewujudkan kemajuan Indonesia sebagai kekuatan ke-5 dunia. (thayyibah.com)
*Tulisan pimred dakwatuna.com ini telah diposting pada dakwatuna.com rubrik editorial pada Ahad, 17 Februari 2019 dan beberapa saat kemudian tulisan ini telah dihapus di dakwatuna.