Manajemen Masjid ala Pengurus Masjid Jogokariyan
Oleh : Moh. Ali Aziz
Apakah Anda ingin menerbangkan masjid Anda menjadi pusat ibadah dan pemberdayaan masyarakat? Saya sudah amat sering mendengar ceramah tentang hal itu yang selalu normatif dan teoretis. Tapi, ceramah yang disampaikan oleh Ustad Moh. Jazir ASP dari Masjid Jogokariyan (JK) Jogjakarta yang disampaikan dalam seminar nasional STIDKI (Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah dan Komunikasi Islam) Arrahmah Surabaya (9/2/19) ini benar-benar penuh dengan ide cemerlang, out of the box, dan sudah teruji. Nah, inilah pokok-pokok ceramahnya:
Masjid harus dikembangkan sesuai dengan misi syariat Islam (maqashidus syari’ah), yaitu:
Hifdhun Nafsi (menjaga keselamatan nyawa). Masjid harus menjadi sumber kedamaian dan keselamatan nyawa manusia. Tidak boleh ada orang justru sedih, tersinggung, merana ketika berada dalam masjid, apalagi mati atau dibunuh di dalamnya dengan alasan apapun, termasuk oleh orang dengan alasan gila.
Hifdhul Mal (menjaga keamanan harta). Jangan ada sandal, motor, dan apapun yang hilang di area masjid. Takmir harus bertanggung jawab, dan dengan berani mengumumkan, “Semua harta jamaah dijamin aman. Jika ada sandal, motor, atau laptop yang hilang, masjid akan menggantinya dengan merek yang sama.” Jangan meniru takmir yang tidak bertanggungjawab, dengan memasang pengumuman, “Hati-hati, jaga barang Anda, sebab di sini sering terjadi kehilangan.” Atau lebih konyol, “Jagalah barang Anda. Masjid tidak bertanggungjwab atas barang Anda yang hilang.”
Maka masjid harus dikelola dengan profesional. Jadikan tugas utama pengurus adalah sebagai takmir, dan pekerjaan sambilannya adalah direktur perusahaan, bupati dan sebagainya. Berikan gaji semua petugas masjid lebih tinggi daripada pekerja pabrik dan kantor, sebab masjid tempat yang jauh lebih mulia daripada semuanya. Masjid profesional tidak perlu merayu karyawan dengan nasihat klasik, “Mohon kerja di sini yang ikhlas. Jika ingin hidup layak, cari saja kerja di luar masjid”
Hitunglah berapa jumlah jamaah, dan bangunlah kamar mandi secara proporsional. Jangan sampai kamar mandi terbatas, lalu orang baru bisa berwudlu setelah iqamat shalat dikumandangkan. Masjid Jogokariyan (JK) memiliki 30 KM, meskipun bukan masjid besar.”
Manjakan para jamaah seperti masjid JK yang segera membuat tempat wudlu dengan air hangat, karena dijumpai seorang lansia yang kedinginan ketika berwudlu. Jika ada orang yang susah duduk, takmir harus menyediakan kursi yang nyaman. Untuk kemudahan orang yang infaq, buatlah kotak infak dengan lubang yang besar, sehingga uang satu amplop besar mudah dimasukkan. Coba lihat berapa banyak kotak infaq kita yang sangat sempit lubangnya. Bila perlu, sediakan petugas penukaran uang, sebab beberapa kali orang tidak jadi infaq karena tidak tersedia uang recehan.
Hifdhun Nasl (menjaga generasi). Jangan melarang anak-anak bermain di masjid, sebab mereka penentu masa depan masjid itu. Mereka adalah partner dakwah orang dewasa. Ajarilah mereka untuk shalat yang benar dan menyenangkan, agar mereka suatu saat bisa mengajak keluarganya ke masjid. Anda tidak mempunyai hak untuk memaksa orang ke masjid, tapi cucu dengan senjata tangisannya bisa memaksa kakek dan neneknya ke masjid. Jika anak kita marahi karena bermain di masjid, maka mereka akan bermain jauh dari masjid, dan hanya kembali ke masjid setelah menjadi jenazah.
Hifdhul Aql (mencerdaskan masyarakat). Masjid harus memberi pencerahan masyarakat. Termasuk dalam hal memilih pemimpin. HOS Cokroaminoto mengatakan, “Datangkan singa untuk memimpin domba-doma agar ia bisa mengajari domba-domba itu meraung.” Jika kambing yang memimpin singa, maka amat fatal akibatnya, sebab mereka hanya diajari bersuara seperti domba. Memilih makanan saja harus tahu aturannya, yaitu sehat dan halal, apalagi memilih pemimpin.
Hifdud Din (menjaga kualitas agama). Kita harus datang dari rumah ke rumah untuk bersilauturrahim mengetahui keadaan dan kesulitan warga sekitar masjid. Jika hati mereka sudah terpaut, barulah kita ajak ke masjid. Itulah adzan sejati. Bukan hanya meneriakkan adzan di menara.
Hitunglah berapa jumlah jamaah tetap masjid, dan hitung juga biaya operasional masjid. Bagilah berapa sumbangan yang harus diberikan setiap orang untuk menanggung biaya tersebut. Nah, setelah itu, umumkan, “Jika Anda menyumbang sebesar X, maka Anda jamaah mandiri, artinya sesuai dengan beban setiap jamaah. Tapi, jika Anda menyumbang lebih besar, maka Anda jamaah pemberi subisidi. Dan, jika Ana menyumbang lebih sedikit, maka Anda orang yang disubsidi. Apaka Anda ingin menjadi penerima subsidi?”
Berikan kursus-kursus shalat, sebab banyak jamaah mencarinya. Mereka justru lebih mudah mencari kursus-kursus lainnya di banyak media masa. Jika mereka berubah mau shalat, maka itu berarti kita telah memutus mata rantai keluarga yang tak shalat. Masjid harus bisa menshalatkan orang yang masih hidup. Silakan membuat undangan yang luks untuk shalat ke masjid. Jadikan masjid Anda menjadi tempat destinasi wisata, sebagaimana masjid JK khususnya pemandangan terindah ketika shalat subuh, sebab semaraknya melebihi subuh Ramadan. Jika Anda dikritik orang karena mendorong terus menerus berinfak, maka jawab saja, “Masuk surga dengan terpaksa, lebih baik daripada masuk neraka dengan ikhlas.”
Dengarkan denyut kebutuhan masyarakat, dan penuhilah kebutuhan mereka. Masjid JK pernah memberi biaya pengobatan orang miskin sebanyak 30 juta, meskipun keuangan masjid saat itu kosong. Masjid JK juga punya program rehab rumah orang msikin, dengan biaya sebesar Rp. 800 juta. JK juga memberi makan orang secara rutin sebanyak 3000 piring nasi. Mengapa tidak kotak saja? Sebab, jika nasi kotak, maka nasi dibawa pulang, dan itu berarti tidak ada komunikasi di antara jamaah, padahal itu yang paling dibutuhkan. Alasan lainnya, jika berbentuk nasi kotak, maka tidak ada lagi petugas pencuci piring, padahal banyak warga yang senang menjadi pencuci piring tanpa meminta bayaran. “Sedekah saya ke masjid hanya itu yang bisa, tidak bisa berbentuk uang. Saya hanya menggandol saja ke surga kelak pada orang yang masuk surga karena masjid ini,” kata mereka.
Setorkan proposal Anda ke Allah, sebab di sisi-Nya, masih sedikit proposal dibanding persediaan Allah. Jika meja pengusaha, lebih banyak proposal daripada jatah sumbangan yang tersedia. Jangan jadikan masjid kita sebagai Candi, yaitu tempat sembahan yang berkali-kali hanya mempercantik fisiknya. Masjid yang hanya fokus fisik dan mengabaikan kesejahteraan lingkungan, itulah Candi Islam. Jadikan masjid kita sebagai ahlussuffah, yaitu tempat penggodok calon pemmpin besar sebagaimana yang dilakukan Nabi.
Ajaklah para pemuda ke masjid. Ingatlah pesan ini, “Arek nom seneng sego, ora seneng suworo.” Berikan fasilitas sehingga senang dalam masjid. Antara lain dengan Wi-Fi. Jika tanpa Wi-Fi, maka itulah sebuah deklarasi sebuah masjid untuk lansia.
Manajemen masjid harus memperhatikan empat perspektif: Pertama, syariahnya, yaitu harus sesuai sunah nabi. Kedua, hakikat, yaitu kesetaraan manusia., Ketiga, tariqah, bahwa semua khilafiyah harus diterima dalam masjid itu. Keempat, makrifah, artinya, masjid harus menjadi tempat saling kenal mengenal antar jamaah, sehingga orang bisa menemukan jodohnya di masjid, menemukan rekanan kerja, dan sebagainya. Dan, majlis terbaik untuk itu adalah majlis makan bersama.
Masjid JK sekarang memiliki sejumlah ATM Beras, dimana setiap orang miskin bisa mengambilnya dengan kartu ATM tersebut untuk mengambil beras. Bisa perhari, atau per dua hari dan sebagainya. Non muslim juga boleh mengambilnya.
Untuk badan hukum masjid sebaiknya tidak hanya yayasan biasa, sebab berdasar aturan yang baru, pembina itu berstatus sebagai pemilik. Maka seharusnya aktenya berbunyi yayasan badan wakaf. Dengan demikian, jika ada sengketa, maka yang menangani adalah pengadilan agama.
Masjid harus memiliki BUMM (Badan Usaha Milik Masjid), seperti Masjid Mekah yang punya hotel Hilton dan Dart Tauhid. Masjid Nabwi punya hotel at Taubah dan Hotel Al Muadzin, sedangkan Masjid Bilal bin Rabbah mempunyai ruko besar untuk disewakan.
Gunakan lahan yang luas milik masjid untuk hal-hal yang produktif. Misalnya, untuk rumah penginapan, bisa untuk pertokoan, bank syariah dan sebagainya. Masjid JK sekarang memiliki 13 kamar penginapan, karena turis yang datang untuk wisata subuh membludak dan membutuhkan penginapan. Dua kamar disediakan gratis untuk orang miskin. Sekarang, semua biaya masjid telah terpenuhi oleh penghasilan penginapan tersebut. Dari penginapan tersebut lalu berkembang pelayanan jasa tour guide, catering, tiket, dan sebagainya.
Masjid tidak harus punya restoran. Cukup punya kotak-nasi yang berlogo masjid, sedangkan masakannya dari berbagai warung nasi dan restoran.
(Foto : Darso Arief B)