AKIBAT TAMAK DAN TEGA?
Senyum mengembang dari wajah Ny. Masrifah. Wanita sepuh ini tampak bahagia. Senyum tak kendur dari wajahnya. Satu tanggannya menggandeng lengan tangan anak laki-lakinya, Arwani Achsien. Tangan lainnya dituntun oleh anak perempuannya, Eni Aryanie Achsien. Mereka melangkah keluar dari ruang sidang Pengadilan Neger (PN) Jakarta Selatan membawa rasa senang.
Kebahagiaan ibu ini terlihat sesaat setelah Ketua Majelis Hakim membacakan keputusan, menolak eksepsi yang diajukan oleh Achfas Achsien, yang tak lain adalah anak kandungnya juga, anak laki-laki pertama.
Ibu Masrifah yang berjalan dengan bantuan tongkat ini, Kamis (7/2) berangkat dari Bandung sebelum adzan subuh berkumandang. Meski menupang mobil bersama anaknya, kelelahan tampak di wajahnya, perjalanan yang melelahkan. Dia harus sampai di PN Jakarta Selatan tepat jam 09.00. Ingin sekali dia mendengar langsung keputusan majelis hakim yang mengadili perkara anak-anaknya.
Kehadiran ibu Masrifah di PN Jakarta selatan ini berawal dari perkara yang melibatkan anak-anaknya. Tiga anaknya, Enni Achyanie Achsien, Yati Achyatie Achsien dan Arwani Achsien menggugat secara perdata kakak kandung mereka, Achfas Achsien. Gugatan yang kemudian menjadi perkara ini, bermula dari ketidakpuasan ketiga adiknya terhadap pembagian uang hasil penjulan tanah dan bangunan warisan orang tua mereka KH. A. Achsien atau suami ibu Masrifah, di Jalan BKR, Bandung yang “dikuasai” Achfas.
Seperti yang terbaca di Thayyibah.com, dari November 2018 hingga Februari 2019 ini, menguak perselisihan empat kakak beradik keluarga Achsien dari Bandung yang berselisih soal uang hasil penjualan harta warisan harta warisan tersebut.
Pembagian uang yang tidak proporsional lebih menjadi masalah karena ketiga adik Achfas ini hidup dalam keterbatasan. Begitu juga dengan ibu kandung mereka, Ny. Masrifah. Seharusnya wanita yang sudah berada dalam masa tua ini lebih hidup layak dan bahagia jika dia mendapat bagian uang yang adil dari anak kandungnya, Achfas.
Layaknya sebuah perkara yang sampai ke meja pengadilan, langkah-langkah telah ditempuh adik-adik Achfas. Bermusyawarah, berkomunikasi sampai somasi dengan memakai jasa pengacara. Pada persidangan juga ada tahapan mediasi. Pengadilan memberikan kesempatan kepada mereka untuk bermusyarah sekali lagi dengan hakim sebagai penengahnya. Sayang, Achfas sebagai pihak yang digugat bergeming, tak mau kalah, sehingga perkara berlanjut.
Di luar dugaan, Achfas melakukan “serangan balik” kepada ketiga adiknya dengan melaporkan ketiganya ke polisi. Kali ini Achfas memilih Polresta Bandung sebagai tempat pengaduannya. Pemerasan dan pencemaran nama baik, begitu alasan Achfas dalam laporan polisinya. Akibat laporannya, ketiga adik kandug Achfas harus bersusah payah menempuha Jakarta – Bandung memenuhi panggilan polisi.
Bagaimana dengan ibu kandung mereka yang sampai saat ini masih terlihat sehat meski sudah diusia senja? Sejak awal perkara ini bergulir, ibu kandung mereka berada di posisi ketiga adik Achfas. Akibatnya, mau tak mau, wanita yang seharusny beristirahat dan beribadah dengan tenang, terganggu dengan perkara ini. Dia harus memberikan penjelasan, mengingat-ingat runtutan kejadian dan tentu saja harus datang dan memberikan keterangan di pengadilan atau kepada polisi jika diperlukan nanti. Jumat (11/1), contohnya, wanita ini harus menemani seorang anaknya, Yati Achyatie jalani pemeriksaan di Polresta Bandung.
Terlepas dari ujung perkara yang sedang berlangsung di dua institusi ini, apakah adik-adiknya mendapatkan tuntutan mereka di PN Jakarta Selatan atau Achfas bisa memenjarakan ketiganya di Bandung, tapi setidaknya masyarakat telah memberikan penilaian kepada kakak beradik ini. Bahwa dalam dua perkara ini terdapat unsur keserakahan dan ketamakkan. Juga ada unsur rasa tega serta hilangnya rasa kasih sayang antar sesama bersaudara dan dengan seorang ibu kandung.
Perkara ini telah membukakan mata kita, bahwa seorang Achfas Achsien yang merupakan ahli keungan, ahli sekuritas, pernah memimpin perusahaan sekuritas kenamaan di negeri ini, masih lebih memilih menguasai uang yang tak lebih dari dua milyar dibanding berkasih sayang dengan adik-adik kandungnya. Orang yang sudah bergelimang uang dan popularitas masih tega membiarkan ibu kandungnya hidup dalam kesederhanaan di masa tuanya.
Perkara ini juga menyadarkan kita, bahwa Achfas Achsien yang kini memimpin perusahaan sekuritas milik Yusuf Mansur, Paytren Asset Management (PAM), yang mempopulerkan diri sebagai perusahaan ber-syariah yang penuh keberkahan, masih jauh dari nilai-nilai Islam. Kesholehan yang selalu ditampakkan Yusuf Mansur di media sosial terbukti sebagai pencitraan semata, tak membekas dalam akhlak pemimpin perusahaannya.
Kasus ini seharunya memberikan pelajaran kepada masyarakat, bahwa uang sedekah atau investasi yang mereka titipkan kepada perusahaan Yusuf Mansur tak akan dijalankan secara amanah berdasarkan nilai-nilai Islami. Betapa tidak, uang keluarga yang harusnya dikelola berdasarkan kasih sayang ternyata bermasalah di tangan Achfas, apakah lagi uang orang lain, uang masyarakat?
Uang memang telah membutakan hati banyak orang. Karena uang bersaudara kandung berselisih hingga pengadilan. Karena uang saudara yang satu mempolisikan saudara yang lain. Karena uang pula seorang bisa menjadi tega terhadap ibu kandungnya sendiri. Keserakahan dan ketamakkan, adalah hulu dari semua itu.
Banyak sudah berita yang menceritakan kejadian seperti di atas. Bahwa keserahakan dan ketamakkan itu tidak saja dilakoni oleh orang bodoh dan miskin tapi juga dilakukan oleh orang terpelajar, kaya raya dan berprofesi bergengsi serta terkenal.
Ada harapan dari Ny. Masrifah dan tiga anaknya untuk dapatkan hak-hak mereka dari Achfas Achsien. Kamis (7/2) kemarin, PN Jakarta Selatan dalam Putusan Sela-nya, menolak semua eksepsi yang diajukan Achfas.
Dalam rangkaian persidangan sebelumnya, Achfas melalui tim pengacaranya mengajukan beberapa point dalam eksepsinya. Diantaranya, dia keberatan perkaran ini disidangkan di PN Jakarta Selatan. Menurutnya, masalahnya harusnya diselesaikan di Pengadilan Agama (PA) karena menyangkut warisan. Majelis hakim menolak keberatan ini, karena yang diselisihkan adalah sisa pembagian uang yang belum dibayar Achfas. “Jadi ini ada unsur melawan hukum sehingga harus diselesaikan secara perdata di PN,” demikian jelas Iskandar Siregar, SH, kuasa hukum Enni Achyanie Achsien, Yati Achyatie Achsien dan Arwani Achsien.