“Kami sedang mengkaji aturan sepeda motor berkendara di lajur tol dalam kota. Aturan tersebut dimaksudkan agar masyarakat pengguna sepeda motor bisa menikmati fasilitas tol,” kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Bandung, Arif Prasetya, Kamis.
Konsorsium Citra Marga Lintas Jabar (CMLJ) rencananya akan membuat tol dalam kota North South Link (NS-Link) yang akan terbentang di tengah Kota Bandung mulai dari Pasirkoja hingga kawasan Pusat Dakwah Islam (Pusdai) Jabar Kota Bandung.
Arif mengatakan Jalan Tol Dalam Kota Bandung rencananya akan mulai dibangun pada tahun ini.
Menurut dia usulan untuk jalur motor telah disampaikan kepada pihak yang akan membangun jalan tol tersebut, namun belum ada jawaban apakah usulan tersebut diakomodir atau tidak.
Dia menuturkan dari hasil pembicaraan awal pembuatan jalur khsusus tersebut cukup sulit terealisasi. Sebab dibutuhkan Right Of Way (ROW) atau lebar jalan yang cukup besar.
“Jika dilihat kemarin itu rencananya untuk dua lajur mobil saja 12 meter, itu kali dua berarti 24 meter. Ditambah motor amannya empat meter dikali dua jadi delapan. Berarti ROW yang dibutuhkan sekitar 32 meter,” katanya.
Sementara itu, Kepala Bappelitbang Kota Bandung Hery Antasari mengatakan permintaan tersebut tak lepas dari terus bertambahnya jumlah sepeda motor di Kota Bandung.
Dia menuturkan dari data yang ada sedikitnya SAMSAT Kota Bandung mengeluarkan 300 STNK motor baru per hari atau sekitar 108 ribu per tahun.
“Sebenarnya kemacetan juga dipengaruhi oleh pertumbuhan motor itu yang sampai 108 ribu per tahun. Harus ada solusi. Maka kita usulkan jalan tol itu seperti Suramadu, ada jalur khusus motornya,” kata Hery.
Hery mengatakan jumlah pemotor di Kota Bandung akan lebih besar karena banyak juga warga dari daerah lain yang melintas atau datang ke Kota Bandung menggunakan motor.
Pemkot Bandung, kata Hery, tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pembatasan atau mengurangi kendaraan baru, karena itu wilayah pusat sehingga yang bisa dilakukan adalah meminimalisir penggunaannya.
“Untuk biaya transportasi publik kita lebih mahal 18 persen dan 2,2 kali lipat lebih lama. Maka wajar kalau orang masih memilih kendaraan pribadi yang murah dan cepat,” kata dia.
Sumber: Antara