Dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (24/1/19), Aldian menuturkan saat ini kondisi global lebih bersahabat. Karena ada perlambatan global, bank sentral Amerika Serikat ,The Federal Reserve, melihat kenaikan suku bunga acuan pada tahun ini hanya akan dilakukan sebanyak dua kali, dari perkiraan sebelumnya tiga kali kenaikan.
“Kami juga turunkan view dari tiga kali kenaikan Fed Fund Rate tahun ini, menjadi dua kali. Jadioverall, rupiah mungkin trennya akan cukup baik. Kita lihat di first half rupiah di Rp13.800 sampai Rp14.000, di second half rupiah Rp14.600,” ujar Aldian.
Ia menjelaskan alasan rupiah akan melemah di semester kedua yaitu disebabkan masih adanya risiko dari defisit neraca transaksi berjalan. Menurutnya, hal tersebut merupakan konsekuensi dari masih terjaganya momentum pertumbuhan ekonomi domestik.
“Jadi karena momentum pertumbuhannya masih terjaga, jadi permintaan barang impor masih cukup baik. Dan di sisi lain, ekspor agak slow karena globalnya juga slowdown,” katanya.
Faktor kedua, lanjut Aldian, saat ini bank-bank sentral di dunia memang tengah menurunkan neracanya sehingga likuiditas global memang cenderung akan turun.
“Jadi meski kita lihat terjadi perbaikan sentimen-sentimen terhadap aset-aset negara berkembang, kita lihat trennya masih sedikit melambat. Makanya kita perkirakan akhir tahun rupiah di Rp14.600,” ujar Aldian.
Sementara itu, Bank Indonesia sendiri diperkirakan akan menaikkan suku bunga acuannya sekali lagi. Saat ini suku bunga acuan BI atau BI 7-Days Reverse Repo Rate (BI-7RRR) berada di level 6,0 persen.
“Kita lihat BI mungkin masih menaikkan sekali lagi di kuartal tiga,” kata Aldian.
Berdasarkan kurs tengah Bank Indonesia pada Kamis (24/1/19), mata uang rupiah tercatat menguat menjadi Rp14.141 dibanding hari sebelumnya di posisi Rp14.188 per dolar AS.
Sumber: Antara