Oleh : Abdurrahman Lubis
Aneka “radikalisme” pemikiran di tengah penyimpangan Said Aqil Siraj (SAS). Perhatikan, ketika di Gedung PB NU, SAS menyatakan yang perlu dilakukan umat Islam “Membela Tanah Air” bukan “Membela Islam”. Bayangkan betapa jahatnya SAS, Ia sengaja membenturkan Islam dengan Tanah Air.
Di Gedung PBNU, 6/6/2012, SAS menyatakan Perda Syariah tak perlu karena bermasalah, jika setiap perda pro rakyat dan pro bangsa sudah cukup. Jadi Perda Syariah itu “tidak pro rakyat tidak pro bangsa?”
28 Juni 2012 di Harian Republika, “Menyikapi Kontroversi”, SAS menyatakan “Liberal” cuma sebatas perbedaan (baca: buku Sorotan Alquran dan as Sunnah terhadap Islam Liberal, Pustaka Ramadhan Bandung Oleh Ustadz Abdurrahman Lubis dengan mukoddimah Sekjen MUI Pusat Ikhwan Sam, sudah dibedah di Universiti Islam Antarbangsa Malsysia dan menjadi salah satu rujukan oleh Mufti untuk mengharamkan Islam Liberal yang dikuatkan oleh Kerajaan Malaysia, sayangnya meski MUI Pusat sejak tahun 2005 sudah mengeluarkan fatwa tentang 10 aliran sesat di antaranya Islam Liberal, namun Pemerintah RI tak bergeming sehingga sampai sekarang Islam Liberal semakin mengganas), kata SAS, harus disikapi dengan toleransi dan tenggang rasa. Padahal wahyu yang turun tentang hal itu, adalah “Lakum diinukum waliyadiin”.
SAS memandang tokoh lesbi Irsyad Manji dengan Tokoh Islam Ibnu Rusyd dan Ibnu Arabi serta tokoh Sufi Abu Yazid Al-Busthomi, sama saja. Jadi pemaksiat atau “al fawahisyah” dengan ulama, disamakan derjatnya oleh SAS yang kurang akal.
Bahkan, saat pembukaan MTQ Internasional NU ke-7 di Pontianak, SAS memanggil “Ustadz Cornelis” kepada Gubernur Kalbar yang Katholik, lalu “melantiknya” menjadi “NU Cabang Katolik”. Di media massa, 4 September 2012, SAS berkicau lagi, membolehkan Non Muslim memimpin umat Islam dengan dalih Pemimpin Non Muslim yang adil lebih baik daripada Pemimpin Muslim yang zalim, ia menentang QS al Maidah 51. Apakah ada pemimpin non muslim yang adil? Kalau mereka adil, pasti sudah bersyahadat, keadilan sesungguhnya adalah pengakuan bertuhan kepada Allah dan bernabi kepada Muhammad Rasulullah. Di sini kelihatan bukan SAS yang berdakwah tapi SAS yang kena dakwah bathil.
Demikian juga saat penanda-tanganan MoU antara PBNU dengan LDII tentang penanggulangan radikalisme, SAS bilang Non Muslim boleh ikut Pemilihan Gubernur di Jakarta, karena Pilgub bukan pemilihan imam mesjid. Padahal Pengadilan sudah memvonnis Ahok penista agama.
Di Harian Rakyat Merdeka (21/12/12), SAS sebut boleh mengucapkan Selamat Natal demi kerukunan umat beragama, dan menjamin semua warga NU tidak akan luntur imannya dengan ucapan Selamat Natal, na’udzubillahi min dzaalik. SAS selaku apa berani menjamin iman seseorang, apakah SAS tidak mengambil alih fungsi Tuhan? Lagi pula mengucapkan selamat kepada orang yang tidak mau mengakui penciptanya adalah Allah SWT, lalu yang menciptakan dia siapa? Yang memberi kehidupannya siapa? Lalu kita ucapkan selamat kepada mereka? Bukankah kita berbuat zalim kepada orang tersesat, dengan membiarkan mereka bahkan mengucapkan selamat atas kesesatan mereka? Membiarkannya?
Dalam acara Haul Sayyid Idrus bin Salim Al-Jufri Pendiri Al-Khoiroot di Palu, Sulteng, ceramah di berbagai kesempatan, SAS sebut, sebab utama Rasulullah SAW diutus di tengah bangsa Arab, karena Arab bangsa paling biadab, dan Nabi berasal dari Suku Quraisy karena Quraisy paling biadabnya bangsa Arab. Padahal yang dimaksud al Quran Surah at Taubah, ayat 92 bukan orang arab Quraysy, tapi Arab Baduy, orang kampung yang kebanyakan kurang ilmu dan kurang berpendidikan, ya mirip-mirip cara berfikir SAS, dengan Islam Nusantaranya.
Ayat itu tidak mengatakan orang arab tapi Arab Baduy. Bukan orang arab tapi Arab Badui, Arab kampung/lembah, sedang Nabi Muhammd SAW adalah Quraisy Ummul Qura. Seluruh Nabi diutus Allah SWT, dari Ummul Quro. Dalam hal ini SAS telah menafsirkan Al Quran sesuka hatinya (liberal), dengan kesalahan fatal (Fatalis). Di sini jelas SAS tidak menguasai cabang-cabang ilmu nakhroj-tajwid-nahwu-shorof-manthiq-balaghoh-bayan-badi’-ma’ani- nasikh mansukh dan asbabun nuzul. Tafsirnya menurut hawa nafsu.
Dalam dialog di NET TV, 2015, SAS mengatakan Nabi Muhammad SAW dan para shahabatnya menyebar Islam di Timur Tengah, Romawi dan Persia dengan peperangan. Padahal Nabi SAW senantiasa berdakwah dengan bimbingan wahyu, QS An Nahl. Dengan hikmah dan mau’idzotul hasanah.
Pembukaan istighasah menyambut Ramadan dan munas alim ulama NU di Masjid Istiqlal, 14/6/15, ia menegaskan Islam Nusantara bukan Islam Arab, tapi Islam yang santun dan lembut, sedang Islam Arab adalah Islam yang keras dan radikal. Dari mana dalilnya, mana ayatnya, hadisnya mana? Pemikiran SAS sesungguhnya yang radikal, karena bertentangan dengan semua ulama tafsir Mutaqoddimin dan Mutaakhhirin, bahkan ulama di zamannya.
Dalam acara TV dan wawancara media, saat FPI menolak pagelaran Konser Artis Penyembah Setan dari Amerika Serikat, Lady Gaga, 16/5/12, SAS malah mendukung, sekaligus mendorong pemerintah untuk membubarkan FPI.
Dalam rekaman ceramah yang diunduh dan disebarkan via Youtube, SAS mengeritik Ahlul Bait, karena Ahlul Bait bukan Ahlul ilmi dan bukan Ahlul Hadits tapi Politikus, termasuk Ali, Al-Hasan, Al-Husein, Ali Zainal Abidin As-Sajjad, Al-Bagir dan Ash-Shoodiq. Dan menyatakan, Politisi yang baik cuma empat, yaitu Umar bin Abdul Aziz, Harun Ar-Rasyid, Solahuddin Al-Ayyubi dan Muhammad Al-Fatih. Selain itu tidak baik. Lalu SAS menyatakan bahwa yang membangun peradaban Islam hingga menyebar ke seluruh dunia adalah ilmunya Ahlul Ilmi dan Ahlul Hadits, yang kebanyakan mereka Non Arab, bukan lewat Politik Zu’amaa para Khalifah. Bahkan, ia menyatakan Imam Ali bersalah dalam Perang Jamal, karena ribuan umat Islam jadi korban, dan sikap Ali dalam surat-suratnya ke Mua’wiyah tidak etis, karena menggunakan sebutan Ya ‘Aduallah (wahai musuh Allah).
27 Agustus 2012 Saat para Habaib dan Ulama Jakarta bergabung dengan Gerakan Masyarakat Jakarta (GMJ) untuk lengserkan Ahok, SAS mendukung Ahok jadi Gubernur Jakarta, karena , “Lebih baik gubernur Non Muslim tapi jujur daripada gubernur muslim tapi korup.”
Dalam ceramah di Youtube, SAS menyatakan, jenggot bukan Sunnah Nabi SAW sehingga tidak perlu ditiru, bahkan jenggot merupakan identitas ketidak-cerdasan, semakin panjang jenggot seseorang semakin tidak cerdas dan goblok. Di sini terbukti ilmu keagamaan SAS diragukan, masak ia tidak baca hadis-hadis tentang jenggot?
22 Oktober 2015, acara Kirab Hari Santri Nasional, SAS memberi ceramah dengan latar belakang gambar Pendiri NU Hadratus Syeikh KH Hasyim Asy’ari yang sengaja dihilangkan jenggotnya.
Dalam dialog acara TV One disebarkan di You Tube, SAS bilang, dalam shalat yang penting khusyu, merapatkan shof tidak perlu karena hanya adat dan tradisi Arab. Di salah satu video Youtube, SAS juga menyebut, cadar bukan pakaian Islam, tapi pakaian Arab.
SAS menghina ormas Islam lain, dalam hal ini menghina Muhammadiyah “goblok”. SAS mengatakan, sampai saat ini malaikat Munkar Nakir belum bisa menanyai Gus Dur di alam kubur.
SAS memuji-muji tradisi Syiah, sambil menghina warga NU dengan menyebut mereka goblok-goblok. Said Agil mengklaim ormas NU paling baik, dibanding ormas Islam lain.
SAS mengatakan dirinya senang jika ada iblis ikut sholat berjamaah dalam shof sholat yang tidak rapat. Memang ada jin muslim dan jin kafir yang menyertai sholat, SAS ikut yang mana ?
14 Desember di berbagai media, saking bernafsunya bela kemusyrikan Bupati Purwakarta Dedi Mulyadi, SAS menyampaikan keinginan membubarkan FPI. Catatan penulis, NU adalah organisasi Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Jadi tak layak ditebari “Virus liberal” dan jenis “penyakit aqidah” lainnya seperti diemban SAS. Dan sangat tak layak dipimpin oleh orang-orang yang membawa virus itu. Perahu NU mau dibawa ke mana? Agaknya perlu gerakan “pembersih virus” di tubuh NU, Allah al Muata’aan.