Bagaimana cara menjalankan peran?
thayyibah.com :: Saudariku sesama muslimah… hal yang perlu kita pahami dan yakini adalah peran kita sebagai seorang wanita seluruhnya merupakan bentuk penghambaan diri kepada Allah. Semuanya adalah bentuk peribadahan kita kepada Allah semata. Dan dalam menjalankan ibadah, ada dua prinsip pokok yang harus kita pegang, yaitu:
Dilandasi keikhlasan karena Allah semata dan dijalankan dengan ittiba’ sesuai tuntunan Rasulullah shallahu alaihi wa sallam.
فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَهُ الدِّينَ
“Maka sembahlah Allah dengan tulus ikhlas dalam menjalankan agama untuk-Nya (semata).” (QS. Az Zumar : 2)
من عمل عملا ليس عليه أمرنا فهو رد
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang tidak ada perkara (tuntunan) kami padanya, maka tertolak.” (HR. Muslim)
Maka sudah jelas bagi kita semua, kaum wanita, untuk menjalan peran-peran tersebut di atas dengan ikhlas dan mengikuti tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Jalankan Dengan Ikhlas
Untuk menumbuhkan keikhlasan dalam beribadah kepada Allah maka salah satu cara yang paling mendasar adalah dengan mengetahui pentingnya keikhlasan dalam beribadah kepada Allah. Begitu juga dengan menumbuhkan keikhlasan seorang wanita dalam menjalankan berbagai peran dalam hidupnya.
Sebagai seorang hamba Allah, hendaknya setiap wanita sadar akan tujuan penciptaannya. Hendaknya ia bersyukur kepada Sang Pencipta atas anugerah kesempatan untuk hidup di dunia, menjalankan berbagai aktivitas agar dapat kembali ke sisi Allah dengan perjumpaan yang indah. Dengan begitu ia akan melakukan ibadah dengan tulus dan ikhlas.
Sebagai seorang istri bagi suami, hendaknya ia bersyukur kepada Allah diberi ladang beribadah melalui suami agar dapat dengan mudah meraih surga-Nya. Tidakkah kita, wahai wanita, merasa bahagia dengan kabar berikut ini?
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا وَصَامَتْ شَهْرَهَا وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا قِيلَ لَهَا ادْخُلِى الْجَنَّةَ مِنْ أَىِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Jika seorang wanita selalu menjaga shalat lima waktu, juga berpuasa sebulan (di bulan Ramadhan), serta betul-betul menjaga kemaluannya (dari perbuatan zina), dan benar-benar taat pada suaminya, maka dikatakan pada wanita yang memiliki sifat mulia ini, ‘Masuklan dalam surga melalui pintu mana saja yang engkau suka’.” (HR Ahmad dan Ibnu Hibban, shahih)
Hanya dengan empat perkara di atas maka kita dapat memilih memasuki surga Allah dari pintu surga manapun yang kita inginkan. Oleh karena itu jadikanlah bentuk peran kita sebagai istri bagi suami merupakan salah satu kesempatan agar semakin dekat di sisi Allah Subhanahu wa Ta‘ala
Sedangkan sebagai seorang ibu, hendaknya ia memahami bahwa setelah Allah adalah ia yang mempunyai peran besar dalam pendidikan anak dengan didampingi suaminya. Ibu merupakan tombak kejayaan Islam. Sentuhan lembut tangan seorang ibu kepada anaknya adalah kobaran api untuk meraih peradaban Islam. Dan ketulusan kasih yang ia beri ke anaknya adalah tonggak sejarah baiknya generasi penerus Islam. Ibu memiliki peran besar dalam mendidik bibit-bibit penerus Islam.
Sebelum menjadi seorang ibu, alangkah baiknya ketika seorang wanita yang belum menikah telah paham akan besarnya peran yang harus ia tanggung dalam mendidik anak. Setelah kesadaran itu ada, hendaknya ia mempersiapkan diri untuk menjadi ibu yang terbaik bagi anak-anaknya. Dengan begitu ketika ia sedang menjadi seorang ibu, ia telah mempuyai cukup bekal untuk mendidik dan membesarkan anaknya. Tentu saja dengan terus memperbaiki diri agar menjadi ibu yang lebih baik lagi.
Beberapa kisah tauladan ibu-ibu tangguh dalam mendidik anak-anaknya adalah ibunda tiga imam besar berikut, ibunda Imam Ats Tsauri, ibunda Imam Malik bin Anas, dan ibunda Imam Asy Syafi’i. Tiga ibunda ulama besar di atas telah memahami betapa pentingnya peran mereka dalam mendidik anak. Mereka tumbuh menjadi seorang muslimah yang shalihah, cerdas, dan tegas dalam mengasuh anak-anaknya. Mereka rela mengorbankan berbagai bentuk pengorbanan demi kebaikan anaknya. Mereka mengorbankan hartanya, usahanya, waktunya agar anaknya dapat menjadi ulama besar.
Ibu Sufyan Ats Tsauri selalu menyemangati, menasihati, dan mengawasi anaknya agar semangat menggapai pengetahuan. Ia tegaskan kepada anaknya bahwa menuntut ilmu adalah suatu perjuangan yang tidak boleh disia-siakan. Butuh pengorbanan yang keras dalam menuntut ilmu, tidak dapat dilakukan dengan bermalas-malasan. Ia juga rela membanting tulang mencari uang agar Sufyan Ats Sauri dapat menuntut ilmu dengan baik.
Sedangkan Ibunda Imam Malik bin Anas menegaskan kepada Imam Malik bin Anas bahwa mempelajari akhlak dan adab itu lebih utama daripada mempelajari ilmu-ilmu lainnya. Ia selalu senantiasa memotivasi dan mengantarkan Imam Malik bin Anas ketika kecil untuk menuntut ilmu.
Begitu juga dengan Ibunda Imam Syafi’i yang harus membesarkan, mendidik, dan memperhatikan Imam Asy Syafi’i seorang diri dikarenakan suaminya telah meninggal dunia. Sungguh beban yang sangat berat bagi seorang wanita. Akan tetapi ia justru membawa Imam Syafi’i hijrah ke berbagai tempat agar dapat menuntut ilmu dengan baik. Ia memberikan perhatian yang luar biasa terhadap pendidikan anaknya.
Itulah rahasia sukses ketiga ibunda imam besar di atas. Hendaknya kita sebagai seorang wanita mencontoh apa yang mereka lakukan. Semoga kita diberi petunjuk dan kekuatan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Bersambung insyaAllah…
***
Penulis: Ovi Aswara Ummu Aisyah
Murojaah: Ustadz Sa’id Abu Ukasyah
Artikel muslimah.or.id