Sebelum subuh sudah berangkat ke kantor. Setelah isya baru kembali dari kantor.
Dzuhur, terjepit waktu istirahat kantor. Ashar, pekerjaan banyak sekali di kantor.
Maghrib, tanggung dijalan, perjalanan pulang dari kantor.
Isya, masih capek, baru pulang dari kantor.
Malam-malam ditelpon untuk datang ke kantor, malah buru-buru segera berangkat ke kantor, sholat Isya’ dilupakan.
Disaat pensiun. Hanya memiliki rumah sederhana, bukan istana.
Mobil tua yg perawatannya pun mahal. Uang pesangon sudah habis atau uang pensiun hanya cukup untuk makan.
Yang bisa memiliki rumah lebih mewah, tapi tubuh lemah dan sakit-sakitan sudah tidak bisa menikmati indahnya rumah. Hari-hari hanya merasakan rasa sakit.
Puluhan tahun kerja banting tulang. Setelah rumah, mobil dimiliki, hartapun pelan-pelan habis untuk berobat.
Berat untuk sholat karena semua sendi sudah tidak kuat. Ditambah masa muda sibuk kerja hingga tak terbiasa sholat.
Mati-matian membela kantor atas perintah atasan, sampai-sampai malas sholat boro-boro ke masjid.
Tapi disaat tua, lemah, dan akhirnya wafat.
Jasadpun meminta disholatkan di masjid dengan ustadz sebagai imamnya, bukan anaknya yang menjadi imam.
Mati-matian membela kantor patuh sama atasan tapi tak seorangpun mati di Sholatkan di kantor dengan atasannya sebagai Imam Sholat jenazahnya.
Jadi, masihkah anda mengutamakan kantor daripada masjid? Padahal maajid adalah tempat terakhir kita disholatkan.
Monggo, mumpung masih diberi waktu jangan tinggalkan sholat berjamaah di Masjid.[]
*Artikel ini disarikan dari WAG tanpa tertulis nama dan sumber tulisan