Dua hari lalu, Yusuf Mansur (Ucup) memposting kekecewaannya di media sosial (medsos). Pasalnya, ajakan dia kepada pengikutnya untuk membeli saham BRI Syariah (BRIS) ditanggapi dingin. “Diajak beli BRIS…Alhamdulillah. Relatif sangat sedikit yg merespon. Betapa bahagianya saya,” begitu tulis Ucup. Pada bagian lain Ucup menulis, “Diajak beli saham BRIS…Yang rerlatif terang benderang… Alhamdulillaah, sedikit sekali yg respon. Insya Allah saya dkk tetap tidak lupa bahagia.”
Meski menulis ‘Alhamdulillah’ dan ‘bahagia’, jelas sekali rasa kecewa Ucup. Ngambul, mungkin itu kata yang pas untuk menggambarkan perasaan Ucup itu.
Sebagaimana diketahui, BRIS melakukan proses IPO pada awal bulan ini dengan harga kisaran Rp 505-650 per lembar saham. Adapun jumlah saham yang ditawarkan mencapai 27% dari modal disetor. Ucup kemudian mencanangkan pembelian saham BRIS pada 9 April lalu.
Seperti biasa, Ucup gunakan jaringan medsos untuk mengajak pengikutnya membeli saham bank milik pemerintah itu. Seperti biasa pula, Ucup menggunakan dalih agama, dalih keshalehan, dalih ibadah, dalih cepat kaya dan dalih nasionalisme sebagai bumbu dalam ajakannya.
Kepada pengikutnya Ucup menjanjikan akan “mengusasi’ BRIS. Akan membeli dan memiliki BRIS. Bagi yang masih percaya dengan Ucup mungkin saja melihat hal ini luar biasa. Bagi yang masih percaya pada kejujuran dan keshalehan yang ditampakkan Ucup, mungkin ini dilihatnya sebagai terobosan ekonomi keumatan.
Padahal secara teori, rencana membeli BRIS oleh Ucup itu adalah rencana yang mustahil. Pasalnya dalam aturan penjatahan saham pada Initial Public Offering (IPO) menyebutkan saham perusahaan terbuka atau publik harus dimiliki minimal 300 pihak.
Selain itu, skema dan cara pembelian saham yang Ucup tawarkan kepada pengikutnya agak aneh dan keluar dari ketentuan regulasi. Dia memakai koperasi miliknya, Kopindo Berjamaah sebagai wadah petungan masyarakat pengikutnya. Baru kemudian Kopindo lewat perusahaan sekuritas miliknya juga, Paytren Asset Manajeman (PAM) melakukan pembelian saham BRIS. Masyarakat yang ingin membeli harus menggunakan tekhnologi android dan terlebih dahulu menyetor uang pendaftaran Rp. 200 ribu. Padahal Kopindo sendiri izin usahanya untuk jasa akomodasi, termasuk jual makanan dan minuman.
Bersamaan dengan kekecewaan Ucup, pengikutnya juga demikian. Salah satu pengikutnya kemudian menulis, “Investor sudah mulai ragu. Semoga uang saya aman.”
Seperti diketahui, pengikut Ucup saat ini tergabung dalam komunitas Paytren. Mereka, para anggota Paytren bukan berpenghasilan besar. Dari membeli lisensi saja uang mereka belum balik modal, bahkan tidak sedikit yang tidak menggunakan jasa Paytren itu. Nah, sekarang mereka mereka diminta Ucup membeli saham BRIS seharga (paling sedikit) Rp. 1 juta dengan secara sukarela pula menyerahkan uang Rp. 200 ribu untuk Kopindo.
Andai saja pernyataan Ucup mengandung kejujuran, maka tidak sulit bagi dia untuk membeli saham BRIS. Bukankah dia sudah sering berkata, bahwa setiap bulan dia membagi-bagi uang sebanyak Rp. 15 milyar?
Gagal mengumpulkan uang masyarakat untuk membeli saham BRIS, serta merta Ucup (kembali) mencanangkan Gerakan Sedekah Nasional. Gerakan ini sesungguhnya lagu lama yang diputar ulang, walaupun kasetnya terlihat baru. Ya, gerakan mengumpulkan sedekah umat. Setelah sedekah umat terkumpul, uang tersebut digunakan untuk apa? Bagaimana pertanggungjawabannya? Wallaahu a’lam.