Oleh : Taufik Fadjri
Jika masih ada yang bertanya : “Wanita mana yang mau dimadu..?!”
Maka tanya balik saja : “Lelaki mana yang gak terpaksa beristri satu..?!
Lha iya. Lha wong jelas-jelas sejak zaman dulu itu selalu ada wanita yang siap dinikahi sebagi istri ke 3, 2 atupun ke-4 juga ke-1, kok masih ada pertanyaan gak penting blass seperti itu?
Perjalanan sejarah manusia telah menjawab itu dengan sangat gamblang.
Lagian mana ada sih wanita yang gak mampu untuk dinikahi sebagai istri pertama sampai keempat, coba?
Semua wanita pada dasarnya BISA dan MAMPU sebagai istri nomer berapapun dari seorang lelaki shalih.
Kenapa saya pastikan mampu …??
KARENA MEMANG TIDAK ADA NASH DARI ALLAH JIKA MEREKA GAK MAMPU …!
Berbeda dengan kaum lelaki,
Allah memberi opsi “rukhshoh” atas kekhawatiran lelaki tersebut jika gak mampu berbuat adil agar menikahi satu wanita saja.
Jadi “ketidakmampuan” seorang lelaki Muslim menjalani rumahtangga ta’addud (poligami) itu ada legimitasi dalil dari Allah.
Jika masih ada muslimah yang nampaknya faham syariat Allah, tetapi membenci ta’addud untuk dirinya ataupun untuk orang lain, baik kebencian yang dia selubungi dengan bahasa santun-beracun ataupun yang kebencian yang dia tampakkan terbuka, maka perhatikanlah, jika dia adalah wanita yang telah menikah biasanya dia adalah wanita yang MASIH BANYAK MELAKUKAN KESALAHAN dalam perannya sebagai istri, ibu, menantu, ipar dan sebagai seorang muslim secara umumnya.
KESALAHAN entah karena kejahilan ataupun kuatnya nafsu wanita itu yang dirinya tidak (mau) merasa bersalah …!
So, jangan kaget jika akhirnya Allah “sempurnakan” kesalahannya itu menjadikan dirinya sebagai PENCELA, PENENTANG, PEN-SINIS atas syariat Allah ini.
Sebagaimana rumus Allah,
“Tidaklah balasan bagi kebaikan itu kecuali kebaikan pula ….”
Begitupun balasan bagi keburukan adalah keburukan pula.
Bahkan Ulama zaman dulu ada yang berkata :
“Cukuplah balasan dari Allah terhadap perbuatan dosa dari seorang hamba yang belum ditaubati dengan Allah mudahkan hamba itu berbuat dosa yang lainnya lagi …!”
Betapa memprihatinkannya wanita-wanita seperti itu.
Ohh,
Mereka hanya ada di empat keadaan.
Pertama :
Mereka menganggap/meyakini jika Syariat Allah ini BURUK. Maka untuk Muslimah seperti ini gak ada perlunya diajak bicara tentang ta’addud, tetapi dia perlu dinasehati tentang AQIDAH dan SHOLAT serta menutup AUROT dengan sempurna.
Karena tidaklah mereka mengatakan itu kecuali merea aqidahnya PASTI RUSAK : “Meyakini Allah telah menurunkan syariat yang buruk kepada manusia …!”
Kedua :
Mereka yang meyakini ta’addud itu baik, tetapi juga meyakini jika dirinya gak mampu jika menjalani peran sebagai bukan istri satu-satunya.
Maka jawaban mereka sudah saya urai singkat di atas.
Ketiga :
Mereka meyakini jika syariat Ta’addud itu baik, tetapi mereka MERAGUKAN “KEMAMPUAN” BERLAKU ADIL dari suaminya.
Alamaaaak…
Inilah perempuan-perempuan lancang yang merampas wewenang yang Allah berikan kepada para lelaki dalam “mengukur kapasitas” dirinya dalam kemampuan berbuat adil.
“Woeey,
Yang Allah suruh menilai diri sendiri itu para lelaki yang akan ta’addud, bukan kalian …!
Loe pada salah doa kalee dulu,
Mungkin loe pada gak lengkap saat berdoa meminta suami kala itu …”
Keempat :
Nahh,
Yang ini nihh yang paling parah.
Yaitu Muslimah yang masih lajang, tapi udah ancang-ancang duluan dengan berkata : “Pokoknya aku nanti harus jadi istri satu-satunya …!”
Aiiiihh..
LAKU AJA BELOM TENTU UDAH PASANG BANDROL ‘SOLD OUT’.