Oleh: Setiawan Budi Setiawan
Lucu itu ketika melihat Ketua Ansor meminta Ustad Abdul Somad (UAS) berceramah secara santun.
Ini seperti meminta orang lain hidup bersih, tapi keluarga dia hidup masih jorok di dalam rumah. Kadang pipis aja masih di balik pintu dapur mereka sendiri.
UAS adalah ustadz NU, ada yang bilang beliau adalah ustad NU garis lurus karena berbeda dalam menjalankan ajaran KH. Hasyim Asyari. Dia tegas, tidak ada keberpihakan pada golongan, bahkan undangan Jokowi saja bisa di tolaknya. Kalau Jokowi mau menyesuaikan jadwal beliau, maka beliau akan penuhi undangan tersebut. Namun kalau beliau yang harus sesuaikan jadwal Jokowi untuk bertemu, maka maaf saja, karena jadwal beliau sudah full booking sampai akhir tahun. Bahkan untuk awal tahun kabarnya sudah penuh juga.
Beliau tidak silau dengan jabatan orang penting yang mengundang dirinya. Baginya, siapa saja yang datang dan meminta kehadirannya akan di penuhi dengan menyesuaikan jadwal yang ada. Jangan karena ada presiden yang ingin bertemu, jadwal yang sudah di susun harus di hapus demi presiden.
Satu orang presiden yang beliau temui, bisa mengecewakan ribuan umat yang sudah menunggu kedatangannya. Dan beliau lebih mementingkan ribuan umat dari pada bertemu dengan presidennya.
Berani menolak permintaan presiden, kalau mau di bandingkan dengan kyai-kiyai lain, maka akan jauh panggang dari api. Kyai lain malah bersedia tergopoh-gopoh menemui presidennya ketika di panggil. Walaupun ada jadwal pengajian dengan umat, mereka bisa tinggalkan karena negara memanggil, yaitu presiden. Karena bagI kyai lain, presiden adalah pemimpin yang harus di patuhi. Namun bagi UAS, rakyatlah yang harus ditemui.
Bicara kata santun, Apabila menyangkut ajaran, maka santun itu tidak akan ketemu. “Katakanlah kebenaran walaupun pahit terdengar”. Katakanlah walau itu akan pedih bagi yang mendengar. Kadang kebenaran itu memang menyakitkan, ini sama dengan ajaran sunnah yang mengatakan bid’ah pada amalan sebagian kita.
Namun saat bicara perilaku pada sesama, maka santun itu wajib. UAS bagi saya terpeleset saat mengatakan hidung pesek seorang Rina Nose. Namun terpelesetnya ini bukan dijadikan dasar oleh beliau untuk menghinakan si artis. Beliau menyampaikan pandangannya atas kehebohan publik atas lepas jilbab-nya Rina Nose.
Bagi seorang ulama, apa yang di lakukan Rina Nose adalah sebuah penghinaan atas ajaran Islam. Bagi orang biasa, mungkin menganggap itu hal yang biasa, mungkin artis itu belum siap dan dia belum kuat dalam beriman. Dan mendoakan beliau supaya semakin dekat dengan ajaran islam. Disini perbedaanya.
Seorang ulama yang sudah pekerjaan sehari-harinya memberikan siraman rohani pada umat melihat fenomena Rina Nose maka ia akan marah. Marah karena agama di permainkan layaknya sebuah makanan prasmanan. Ketika kau suka, maka kau ambil, namun ketika kau tidak suka, kau boleh muntahkan makanan yang telah kau kunyah.
Tidak akan masalah apabila artis itu melepas jilbab-nya dan merahasiakan apa alasannya. Biarlah ia sendiri yang menyimpan alasannya. Jadi masalah ketika dia menceritakan alasannya dengan membandingkan ajaran Islam yang sudah tegak lurus dalam pemahaman sempitnya. Di sinilah kemarahan ulama dan disinilah kemarahan seorang UAS.
Saat ada jemaah yang menanyakan tentang fenomena Rina Nose, maka ibarat pucuk di cinta ulam-pun tiba. UAS melampiaskan kekesalannya dengan menghinakan fisik sang artis. Sudah ada klarifikasi sang ustad, bahwa dia sombong pada orang yang juga sombong atas pemahamannya. Pernyataan dan alasan Rina Nose melepas jilbab pada media membuat ulama marah atas statement itu.
Teman ustad saya berkata, : “Kamu akan dapatkan apa yang telah kamu keluarkan”. Rina Rose mendapatkan apa yang telah dia keluarkan atas alasan itu, dan bagaimana dengan UAS? Apakah dia akan mendapatkan juga hasil dari hinaannya pada sang artis? Teman saya berkata, “Mainkan pemikiranmu sebagai seorang muslim, ketika agama-mu bisa di jalankan bak prasmanan, maka kau harusnya berkewajiban untuk berkata tegas atas kelakuan seperti itu”
Tidak ada kata sejuk bagi orang yang sudah lecehkan ajaran Islam, tidak ada kata lembut bagi orang yang sombong seperti artis itu. Banyak pihak yang marah pada UAS, itu hak mereka menganggap UAS tidak cerminkan ajaran Islam yang sejuk, itu juga hak mereka menilai. Namun ustad juga mempunyai hak dan pemikiran sendiri atas orang-orang yang sudah sombong bicara ajaran agama tanpa perlu taat pada aturannya.
Tanpa perlu di hina oleh UAS, sang artis juga sudah pernah hinakan dirinya sendiri di hadapan publik bahwa dia sangat mirip dengan anjingnya. karena sang anjing peliharaanya juga berhidung pesek, dan dia bangga akan hal itu. Lalu, mengapa saat UAS mengikuti kemauan sang artis untuk terhina malah di permasalahkan..?
Kalau kita menghina orang yang tidak menyalahkan agama dan tidak sombong, mungkin kita salah. Namun untuk seorang Rina Nose, itu adalah konsekuensi yang dia dapatkan.
Sampai disitu saya terdiam, satu sisi saya masih anggap hinaan UAS salah, namun satu sisi lainnya saya memahami kemarahan seorang ulama ketika melihat sang artis begitu mudahnya bicara agama tanpa harus patuh padaaturannya.
Saya berusaha memahami bagaimana perjuangan seorang ulama yang gigih meberikan ajaran Islam sesuai tuntunan Alquran dan Al hadist, namun karena perkataan seorang artis, maka ada sebagian umat Islam malah sependapat dengannya?