thayyibah.com :: Hari ini begitu indah, mungkin karena cuaca atau memang ada sesuatu yang mempengaruhi sehingga hari ini begitu indah. Sepoy anginya pagi ini dan pancaran mentari pagi entah kenapa begitu berbeda terasa sekali anugrah Tuhan bahwasanya begitu besar. Ah, memang benar apa kata Om Mario jika kebahagiaan itu datangnya dari hati.
Tidak mengerti bagaimana caranya mengungkapkan kebahagiaan hari ini, ada harapan dan mimpi yang selama ini aku tunggu akan datang, dan kebahagiaan itu akan menghampiriku.
Bagaimana tidak, aku akan bertemu dengan orang yang aku sayangi selama ini. Hari ini adalah hari yang aku harapkan dari dulu.
Memang aku mencintainya lebih dulu namun aku tidak pernah mengungkapkan ataupun sekedar menunjukan, teringat kata guru agamaku bahwa orang yang memendam cintanya karena Allah sampai meninggal itu juga termasuk mati syahid.
Walaupun cinta di hati ini tidak akan sampai membuatku meninggal karena memendamnya, setidaknya ada tekanan untuk tidak mengatakannya, gengsi mungkin, atau apalah namanya saya lebih baik bersembunyi darinya dari pada harus merasakan getaran-getaran di dada yang membuat diriku jadi aneh, jadi salting, jadi tidak karuan lah pokonya.
Pernah suatu hari dia bertanya pada temanku apakah aku membencinya karena selalu menghindar darinya bahkan pernah suatu ketika dia membentaku karena mungkin berkali-kali dia menyapaku namun tidak aku pedulikan, candaannyapun tidak prnah aku hiraukan. Aku tidak mengerti kenapa seperti itu padahal di dalam kamar terasa sekali hatiku berbunga-bunga setelah ia menyapaku. Aku janji pada diri sendiri akan merubah sikap, setidaknya BIASA tapi sayang dia malah tidak pernah menyapaku lagi. Menyesal sekali rasanya.
Mengingat masa-masa itu terasa lucu sekali, betapa culunnya aku pada waktu itu, padahal aku sudah menduduki bangku SMA, memang rasa itu datang semenjak aku masih duduk di bangku SMP entah dari kelas berapa yang pasti dia seorang laki-laki yang aku kagumi, dan benih-benih itu datang dari rasa kagumku kepadanya orang yang pintar, kreatif, punya keperibadian tersendiri, taat pada agama dan begitu mencintai orangtuanya terlebih ibunya.
Beberapa laki-laki datang padaku, mengatakan cinta dan meminta cintaku, tapi aku tidak pernah bisa karena DIA, karena cintaku padanya, dan karena hanya dia yang aku mau. Cukup dia seorang.
Sekarang aku sudah mau jalan 1.5 tahun berpacaran dengannya, tapi kami tidak pernah bertemu karena sudah 5 Tahun ini dia bekerja di korea, semenjak aku kelas 3 SMA dan sekarang aku sudah mau WISUDA. Hmmmmmmm penantian yang cukup panjang bagiku.
Alasan ingin meningkatkan tarap hidup keluarganya dia rela meninggalkan negeri tercintannya dan meninggalkan aku selama itu, “JAHAT kamu!!! tau gak aku tersiksa banget, ingin sekedar melihat kamupun sudah tidak bisa lagi”, tapi aku bahagia karena kita sekarang bisa seperti ini, karena keaktifan dia nongol di dunia maya begitupun aku membuat kita dekat dan menghilangkan rasa nervousku yang sangat-sangat berlebihan. Yang penting dia adalah pacar aku sekarang, dia sebentar lagi akan menjadi milik aku, menjadi imamku, 2 minggu lagi aku akan di hitbah olehnya,. Kluarga ku dan keluargannya sudah saling mempersiapkan, untuk cincin biarlah nanti kita berdua yang memilihnya.
Semalam dia memberi tahuku sedang merapihkan barang, dia akan berangkat dari Busan (Korea Selatan) jam 7 pagi, prediksiku ia akan sampai di rumahnya jam 10 malam nanti itupun kalau perjalanannya lancar. Ma’lum lah TKI banyak ini-itunya.
“Tuhan 15 Jam lagi, dia sampai di sini dan aku akan melihat wajahnya, melihat dia yang sudah sekian lama aku inginkan dan aku rindukan. Hitungan bulan dia akan menjadi suamiku, aku akan menggelarkan sejadahku 1 saff di belakangnya dan aku amini panjatan do’a nya. Ya Allah engkau maha pemurah, maha pengasih, engkau berikan apa yang selama ini aku harapkan”.
“Umi malam ini neng ga bisa ke situ besok pagi saja biar A’farhan bisa istirahat dulu” pesan singkat ku kirimkan pada calon mertuaku. Padahal sebenanya aku ingin menunggunya melihatnya turun dari mobil dan segera aku peluk seperti di film-film.
Hari ini tidak ada pesan darinya setelah semalam dia bilang sedang beres-beres, dan segera aku menyuruhnya tidur agar kesehatannya fit pada saat perjalanan nanti. Aku menunggu pesan dari umi saja nanti malam, kegiatanku hari ini cukup padat aku di minta melatih pramuka SMP dan membantu Staff TU di sekolah jika waktuku sedang kosong. Memang sekarang kuliahku sudah tidak begitu memakan waktu, tinggal menunggu wisuda saja.
Malam telah tiba namun tidak ada pesan atau telpon dari siapapun, umi, abah dan Sinta juga tidak ada pesannya, padahal kemarin-kemarin anak ini mengejeku terus, Sinta adiknya A’Farhan itu memang lucu, ia sedikit agresif tidak seperti aku dulu yang begitu culun, mudah sekali bagiku untuk dekat dengannya.
Pikirku mungkin malam ini mereka sibuk, sepertinya besok pagi baru memberitahuku.
Jam 5, jam 6, jam 7, jam 8…
Aku menunggu kabar namun tidak seorangpun memberitahu apa mereka terlalu subuk dengan rasa kangen masing-masing sehingga tidak ada waktu menghubungiku, semua kegiatanku sudah beres tapi tidak ada kabar dari mereka juga, matahari sudah menapakan wujud dengan seluruhnya, ah mungkin ini sudah tidak terlalu pagi untuk menghubungi umi.
“halo asalamualaikum”
“waalaikumsalam neng”
“umi gimana apakah A’Farhan sudah datang?”
“justru itu neng Farhan sampai sekarang belum ada kabarnya, Rahmat sudah telpon ke nomernya dari semalam tetapi tidak aktif, apa mungkin pagi ini ya neng?” (Rahmat adalah anak terpama keluarga Farhan)
Astagfirulohaladzimm ada apa semoga tidak terjadi hal buruk pada kekasihku. “hmm oh mungkin masih di perjalanan umi, biasa kalo mobil TKI suka ke sana ke sini dulu, sepertinya pagi ini mungkin umi kita tunggu saja”. Kataku menenagkan hati umi sembari menenangkan hatiku juga.
“ia mungkin neng, umi mohon do’a supaya Farhan bisa selamat sampai rumah”
Tanpa umi minta aku selalu mendo’akannya karena seruan cinta dari hatiku yang membuatku selalu meminta Allah menjaganya. “Ia umi kita sama-sama berdo’a agar A’farhan selamat sampai rumah, sekarang umi tenang saja dulu nanti siang neng ke rumah, A’Farhan tidak akan kenapa-kenapa ko umi, umi tenang saja” kataku menenangkan umi walau dalam hatiku sudah tidak karuan.
“Ia neng Makasih, nanti ke sini ya neng”
“ia umi,nanti neng ke situ, neng tutup telponya ya mi, asalamualaikum”
“waalaikumsalam”
Siangnya aku ke rumah farhan, di rumah masih sepi, makanan yang semalam umi masak sepertinya sudah menjadi basi, siang, sore, hingga malam tiba tidak ada kabar dari siapapum. Kami semakin cemas aku tidak bisa membayangkan bagaimana bila hal buruk terjadi padanya.
Malamnya aku putuskan untuk pulang ke rumah, dengan keadaan hampa dan rasa tidak karuan. Aku panjatkan do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa, meminta belas kasihan-Nya padaku. Ku dirikan sholat Hajat dan ku lantunkan ayat-ayat Al’Quran, hanya ini yang bisa membuat aku lebih tenang.
Pagi-pagi telponku berbunyi. Panggilan dari calon adik iparku Sinta
“asalamualaikum, Nta”
“waallaikumsalam… teh” balasnya dengan suara yang berbeda
“Nta kenapa? Nta nangis ada apa sayang. Kenapa” pikiranku langsung tertuju pada Farhan
“semalam ada telpon dari Rumah sakit cipto, pagi-pagi abah sama a’Rahmat pergi ke sana”
“Ya-Allah, mereka bilang apa Nta, siapa yang kecelakaan siapa yang ada di Rumah sakit?”.
“A’Farhan teh”
Rasanya ada yang terjatuh dari dalam dadaku ke perut, kaki dan tanganku serasa lemas namun aku coba kuatkan.
“Teteh bisa ke sini, Umi dari tadi nangis terus Nta tidak bisa menenangkan”
“Ia Nta nanti Teteh ke situ”
Rasa yang dulu masih malu-malu datang kerumahnya kini tidak lagi. Menghadap presidenpun aku akan berani jika mencoba menyembunyikan Farhanku saat ini.
Melihat Umi seperti ini aku hanya bisa diam. Kadang airmataku menetes saat mendengar keluhan umi, betapa ia ingin melihat anaknya, kami seolah tahu apa yang akan terjadi bedanya umi mencurahkan dengan tangisannya sedangkan aku mencurahkan dengan diamku. Hatiku seperti dimasukan ke dalam lemari es, dan kini telah membeku.
Aku coba menghubungi A’Rahmat tapi ia begitu menutupi apa yang terjadi, mereka hanya bilang sedang di jalan dan sebentar lagi datang.
Tepat pukul 4 sore sebuah ambulan berhenti di depan rumah Farhan, Dia.. abah dan A’Rahmat keluar dari dalam mobil dan seorang supir, mereka mengeluarkan seorang jenazah. Jenazah orang yang aku sayangi. Orang yang aku tunggu kedatangannya. Orang yang aku harapkan perhatiannya. Saat melihatnya, hati yang tadi membeku seolah terjatuh dari tempatnya, sakit sekali rasanya. Rasa sakitnya membuatku tidak mampu lagi berdiri, kepalaku begitu sakit dan pandanganku tiba-tiba saja menghilang.
Saat tersadar yang aku tau hanya ingin mengejarnya, namun aku tidak mampu bahkan untuk berdiri, “jangan sampai air matanya menetes pada jenazah” ujar salah seorang yang aku tidak tahu siapa. Entah apa yang telah aku lakukan, ibu memegang tanganku begitu keras hingga sakit rasanya.
“mahhhh…” itu kata yang aku keluarkan dengan sadar.
“sabar Zahra sabar… kamu tidak boleh seperti ini, mungkin dia bukan jodoh kamu”
“zahra pengen liat di mah, jangan halangin Zahra lagi, Zahra cape”
“ia sayang mamah gak akan halangin kamu lagi, tapi kamu harus sadar, ini takdir nak. Jangan sampai air matamu menyentuh zenajah kasian dia”
“kenapa dia jahat sama zahra mah”
“engga sayang dia gak jahat”
“dia bilang, dia akan selelu menemani Zahra kemanapun zahra pergi, akan menyayangi Zahra sepenuh hatinya, dia akan menjaga Zahra, tapi dia bohong mah. Dia bohong…” Ucapanku sambil terus-terus menangis.
Panjang lebar ibuku menjelaskan tetapi yang bisa ku simak hanya satu kalimat yaitu “jodoh, rizki, usia itu ada di tangan Tuhan”.
Entah jam berapa aku tidak tahu, aku coba beranikan diri untuk melihat jenazahnya. Ku coba sibak sedikit kain kafan yang menghalangi wajahnya, wajahnya putih dengan kapas di hidung dan telinganya, ku coba sentuh lembut pipinya,
Inilah jasad yang aku cintai sekarang sudah tidak bernyawa lagi. Aku selalu membayangkan menyentuhnya lembut tapi tidak seperti ini, ia akan segera dimakamkan dan aku tidak akan pernah melihatnya lagi, aku belum pernah sedikitpun bersentuhan dengannya dan aku tidak pernah melihat wajahnya sedekat ini. Merasakan semuanya seperti ini terasa sangat sakit sekali.
Aku coba tegar menghadapi kenyataan meski sesungguhnya tak mampu, bagaimana aku bisa mimpi yang sudah di depan mata kini menjauh dan hilang untuk selamanya. Cinta di hatiku membuatku merasa sakit yang teramat dalam, kenapa Allah mengujiku seperti ini. Menumbuhkan rasa cinta yang teramat dalam memperlihatkan mimpi-mimpi itu dan mengambilnya begitu saja.
Selanjutnya aku melalui hari-hariku yang amat sangat hampa, aku tidak peduli lagi dengan kegiatanku, aku tidak peka lagi terhadap lingkunganku, namun aku masih sadar aku tidak gila, tapi hidup ini begitu hampa, makanan apapun yang aku makan tidak menjadi tenaga dalam tubuhku, akibatnya aku sering sakit sakitan.
Tubuhku semakin melemah aku sudah 1 minggu di Rumah Sakit, tepat 2 minggu setelah kepergian Farhan, “seharusnya hari ini hari pertuangan kami”, membayangkannya membuatku semakin terpuruk. Aku pikir aku akan segera meninggal, mungkin cara ini yang Allah takdirkan untuku mempertemukan aku dengan Farhan di surga. Tetapi aku begitu BODOH sudah seminggu aku tidak mengerjakan kewajibanku sebagai seorang muslim, mungkin karena murkaku karena Allah, sungguh aku sangat berdosa sekali.
Sudah hampir 2 minggu aku di rumah sakit. Dokter, Ustadz, Tabib tidak bisa menyembuhkan penyakitku hingga pada suatu hari teman kuliahku datang, dia adalah Fatimah sahabat yang selalu menemaniku. Saat melihatnya aku bisa coba tersenyum, dengan lemah lembut tutur katanya membuatku bisa mengungkapkan apa yang menjadi bebanku saat itu, memang jika bercerita padanya aku selalu merasa mendapatkan ketenangan.
Namun baru kali ini dia begitu marah…
“plakkkk… Pipiku dia tampar dengan begitu kerasnya”
“kenapa? Apa aku salah, Allah telah mempermainkanku, aku tidak pernah meminta mencintainya aku tidak pernah” kataku dengan nada tinggi.
“kamu pikir kamu pernah meminta untuk dihidupkan di dunia ini, atau kamu pernah meminta di ciptakan dengan keadaan sempurna, apa kamu pernah” dengan nada suara yang lebih tinggi dariku.
“jika kamu tidak menerima semua ini kenapa kamu tidak mati saja, agar kamu kekal di NERAKA”
Kata NERAKA itu seolah menjadi cambuk dari petir yang menyentuh hatiku, aku begitu tesentak dengan ucapannya, belum aku membalas namun dia sudah mencercaku dengan kata yang begitu menakutkan.
“kau ini tidak tahu diri, bagaimana kamu bisa melakukan semua ini, kamu lihat dia orang yang melahirkan kamu apa kamu tidak pikirkan betapa sakitnya dia melihatmu seperti ini. Kamu pikir cinta kamu kepada farhan lebih besar dari pada cinta ibu kamu kepadamu, kamu itu bodoh Zahra, kamu bodoh sekali, bagaimana kamu bisa mencintai manusia melebihi cintamu pada Tuhan-Mu, memangnya siapa yang menciptakan hatimu ini SIAPA?”
“AKU TIDAK PERNAH MEMINTA MENCINTAINYA AKU TIDAK PERNAH”
“Pikiran kamu sempit Zahra, apa kamu pikir akan bisa hidup bahagia dengan Romeomu itu di neraka?, apa kamu bisa. Kamu siapa bisa semurka itu kepada Tuhanmu? Sadar Zahra ini hanya cobaan apa kamu tidak ingat ayat al’quran surat Al-Ankabuut Ayat 2&3 Kamu lupa Zahra?”
“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan “kami telah beriman”, sedang mereka tidak di uji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta”. Surat Al-Ankabuut ayat 2&3 terlintas di benaku, menyimpulkan berarti akulah salah satunya orang yang dusta itu.
“Kamu dibunuh oleh mimpi-mimpimu itu, kamu membiarkan cintamu pada manusia itu tanpa kamu kendalikan padahal kamu berdosa karena telah mencitai dia melebihi cintamu kepada Tuhanmu, kamu biarkan mimpi-mimpi itu tumbuh, kamu terlalu berharap dan kamu lupa haluan, kamu pikir Allah yang memberi cinta sebesar itu dihatimu, kamu pikir Allah yang menumbuhkan mimpi-mimpimu itu, tidak Zahra, kamu sedang di coba kamu seharusnya bisa mengendalikan.”
“kamu tahu ini?” telapak tangan kanannya dibentangkan tepat di depan daguku. “ini adalah napas yang akan diperhitungkan di akhirat nanti, kamu lihat orang-orang sakit di rumah sakit ini mengharapkan kesehatan tapi kamu malah menolak kesehatan itu, tanpa kamu sadari kamu telah membuang waktumu dengan kesedihan itu. Untuk apa mimpimu Zahra? Untuk apa? Allah sudah menciptakan Kamu dengan kehidupan yang begitu indah, belum tentu dia Ikhwan yang baik bagimu, “Boleh jadi kamu membenci sesuatu padahal dia amat baik untukmu Dan boleh jadi pula kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk untukmu Allah maha mengetahui sementara kamu tidak mengetahui” (Al-Baqoroh ayat 216)
Kata-kata Fatimah seolah terpatri jelas di benaku, benar aku sangat.. sangat.. BODOH sekali bisa berdiri di tempat keterpurukan ini. Aku sudah salah berpikir dan aku sudah salah haluan, aku sudah sangat berdosa sekali. Aku sangat malu… malu sekali kepada Allah malu atas perbuatanku, malu atas murkaku yang sangat tidak layak.
Aku melihat ke arah Fatimah, melihat matanya yang sedang mengeluarkan air mata, aku tidak tahu lagi apa yang dia bicarakan, kata-katanya tadi cukup menjadi cambuk peringatan untuku, aku hanya bisa menangis, aku hanya menangis dan aku terus menangis air mata terus menetes membasahi jilbabku. “Ya Allah maafkan Aku” ujarku sambil memeluk lututku yang tertekuk di asas kasur membaringan rumah sakit. Fatimah dan Ibu memeluku mereka ikut menangis.
“Allahumma arinal haq-qa haq-qa, war zuqnat tiba’a, wa arinal bathila bathila war zuqnat tinaba, “Ya Allah, tunjukkan kepodaku yang benar itu benar dan berilah kami kemampuan mengikutinya, don tunjukkan kepadaku yang bathil itu bathil, dan berilah kami kemampuan menjauhinya.” rintihan do’aku kepada Allah SWT. Aku mulai membalikan semuanya, membalikan haluan yang sudah terlanjur salah, berputar ke jalan yang benar. Semoga Allah mengampuni semua dosa-dosaku.
Aku mulai sedikit peka lagi terhadap lingkunganku, aku tidak akan lagi menyia-nyiakan kebahagiaan yang telah Allah berikan kepadaku, kesehatanku berangsur-angsung membaik, kulit wajahku terlihat lebih bercahaya, tulang-tulangku tidak begitu Nampak lagi menandakan ada tambahan daging yang menutupi.
Tidak banyak yang bisa aku lakukan, bagaimanapun perasaan ini masih ada untuk Farhan, tapi aku tidak memikirkan kesedihan itu karena terlalu banyak kebahagiaan yang aku miliki, bagaimana aku bisa bersedih sementara mentari pagi ini begitu ceria memberikan sinarnya untuk aku nikmati.
Selanjutnya aku memutuskan untuk hijrah ke Yogyakarta, belajar di Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga dengan mengambil jurusan Aqidah dan Filsafat. Aku ingin mencintai Allah dengan sepenuh isi hatiku, seluruh jiwa dan Ragaku.
Oleh: Neni Indriani