thayyib.com :: Sejak akhir Maret lalu, nama First Travel sudah menjadi sumber keributan. Saat itu, beberapa kantor cabang perusahaan dengan nama resmi PT First Anugerah Karya Wisata tersebut didatangi puluhan calon jemaah umrah yang menggunakan jasa perjalanan mereka.
Jemaah-jemaah tersebut mempertanyakan alasan tertundanya keberangkatan ibadah umrah mereka ke Tanah Suci. Dari titik itu, bola salju masalah First Travel terus bergulir dan membesar.
Rabu (9/8) lalu, suami istri pemilik First Travel, Anniesa Hasibuan dan Andika Surachman, ditahan di Polda Metro Jaya. Mereka yang telah merintis usaha First Travel sejak 2009 itu ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penipuan dan penggelapan uang.
Di kemudian hari, Kiki Hasibuan –adik Anniesa, juga menjadi tersangka. Kiki yang menjabat sebagai komisaris dan direktur keuangan First Travel dianggap tahu dan turut serta dalam rangkaian tindak pidana yang dilakukan perusahaannya.
Kini, salah satu program First Travel yang membawa mereka ke masalah pelik ini telah dibekukan operasionalnya oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Program tersebut adalah paket promo umrah, yang menjanjikan jemaah bisa umrah dengan biaya sebatas Rp 14,3 juta.
Padahal, Kementerian Agama dan Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) telah menetapkan biaya minimal yang sesuai standar untuk pelaksanaan umrah sebesar 1.700 dolar AS atau senilai Rp 22 juta.
Dari program inilah angka 30 ribuan lebih jemaah tak bisa mereka berangkatkan. Bahkan, karena problem yang terus karut-marut, First Travel sejak Juli lalu sudah ditinggal lebih dari 90 persen karyawannya. Kemudian, terhitung sejak 1 Agustus lalu, Kementerian Agama telah mencabut izin operasional First Travel secara keseluruhan.
Di balik itu semua, adalah model bisnis First Travel yang memang tidak berkelanjutan. Skema Ponzi menjadi biang. Metode gali lubang tutup lubang yang digunakan First Travel mempermainkan keinginan jemaah untuk bertandang ke tanah suci hanya untuk kepentingan mereka semata.
Skema Ponzi, sederhananya, adalah modus investasi palsu yang menyediakan keuntungan bagi investor dari uang investor gelombang selanjutnya. Dari situ, jargonnya yang terkenal adalah “rob Peter to pay Paul”, yang berarti untuk membayar seseorang, pengguna skema Ponzi hanya akan menggunakan uang dari investor lainnya.
Bisnis ini baru akan kolaps ketika tidak ada lagi investor baru, yang membuat aliran dana baru habis dan pemakai skema Ponzi tak lagi bisa membayar investor-investor sebelumnya.
Sejarahnya Ponzi sendiri sudah berawal hampir 100 tahun yang lalu. Ponzi diambil dari nama Charles Ponzi, orang yang diyakini pertama kali menggunakan skema piramida tersebut untuk mencari keuntungan pribadi sebanyak-banyaknya.
Di tahun 1920 di New England, Amerika Serikat, Charles Ponzi menjanjikan kepada investor untung sebesar 40 pence dalam 90 hari untuk investasi senilai 5 pence saja.
Pada orang-orang tersebut, Ponzi menjelaskan ia berencana memperoleh untung dari memanfaatkan perbedaan suku mata uang antara dolar dengan mata uang lain. Ia berjanji akan membeli perangko internasional di satu negara dan menjualnya di negara lain dengan harga yang lebih mahal untuk memperoleh untung.
Janji manisnya tersebut sukses besar. Pada Mei 1920, ia telah mengumpulkan 420 ribu dolar AS –yang apabila dihitung dengan inflasi saat ini akan bernilai 5,13 juta dolar AS. Di bulan Juni, orang-orang telah menginvestasikan 2,5 juta dolar AS. Di awal bulan Juli, Ponzi menerima jutaan dolar per minggunya. Di akhir Juli, ia bahkan menerima satu juta dolar per harinya.
Pada akhirnya, ketika usaha penipuan Ponzi tersebut telah menemukan titik jenuh dan jumlah uang dari investor baru tak sebanyak uang yang harus dibayar ke investor yang sudah ada, bisnisnya kolaps. Dan ketika Ponzi diselidiki, ia hanya pernah membeli perangko senilai 30 dolar saja.
First Travel pun tak jauh berbeda.
Ia menawarkan beberapa paket umrah. Secara garis besar, ada tiga paket: VIP yang berbiaya lebih dari Rp 50 juta; Reguler yang berbiaya Rp 23 juta; dan yang terakhir adalah Promo yang berbiaya Rp 14,3 juta saja. First Travel sempat mengatakan murahnya paket Promo bisa dilakukan dengan subsidi silang dari paket lainnya.
Namun, waktu berkata lain. First Travel kolaps dan jemaah gagal berangkat. First Travel sama saja dengan investasi Ponzi pada umumnya.
Pada dasarnya, Anniesa Hasibuan dan Andika Surachman memberangkatkan beberapa jemaah pertamanya dengan menggunakan uang dari jemaah gelombang selanjutnya.
Di suatu titik, uang dari jemaah baru yang mendaftar ke First Travel tak sebanyak biaya yang diperlukan untuk memberangkatkan jemaah sebelumnya. Ini membuat ribuan orang terpaksa ditunda keberangkatannya, yang menjadi awal terciumnya bau busuk bisnis First Travel.
Atas keterlambatan keberangkatan ini, pihak First Travel mengemukakan beberapa alasan.
Alasan pertama adalah visa, yang disebut First Travel sulit prosesnya. Kemudian mereka juga mengaku bermasalah dengan banyaknya jemaah yang dijadwalkan berangkat, dan terpaksa harus membagi mereka ke beberapa kloter. Masalah tersebut sebetulnya tak akan timbul apabila First Travel secara terbuka tahu berapa kuota yang bisa diberangkatkannya dan apabila mereka benar-benar mencatat dengan baik calon jemaah yang akan menjadi kliennya.
Sebetulnya, ini bermula dari banyaknya agen First Travel yang terus-terusan menggaet calon jemaah. Agen-agen inilah yang sebetulnya bertindak sebagai investor di skema bisnis Ponzi. Mereka menjadi keran uang dari para jemaah kepada manajemen utama First Travel. Bahkan, awal Agustus lalu, 13 agen melaporkan First Travel ke polisi karena gerah dikejar-kejar calon jemaah yang tak jadi-jadi berangkat umrah.
“Jadi yang resah itu bukan cuma jemaah, tapi para agen juga. Sehingga bukan jemaah yang melapor, tapi inisiatif agen. Dia menyampaikan yang dia laporkan itu, karena dia dikejar-kejar,” kata Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Divisi Humas Polri, Kombes Martinus Sitompul di Kompleks Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis (10/8).
Rantai bisnis First Travel pun sedikit demi sedikit terbuka kebobrokannya. Bahkan, dari laporan kepolisian, First Travel masih memiliki utang ke beberapa hotel di Mekah dan Madinah. First Travel disebut belum membayar tunggakan penginapan dari tahun 2015-2017 kurang lebih senilai Rp 24 miliar.
Ketua MUI, Ma’ruf Amin, mengatakan bahwa First Travel menggunakan sistem finansial yang membuat jemaah beribadah dengan ‘berutang’ kepada down line dan terdapat potensi terjadinya pembayaran yang tidak tuntas.
“Karena di situ enggak jelas nanti dari mana dia dapat keuntungan. Kalau dia rugi, berarti modal yang dipakai. Kalau para penabung yang menyetor dulu, yang belakangan nanti gimana. Ada unsur gamblingnya di situ,” ujar Ma’ruf di Gedung BI, Jakarta, Senin (24/7).
“Umat harus berhati-hati ya supaya yang legal saja dan jangan cari yang murah. Kalau murah itu terjadi gambling karena misalnya dia menyetor lebih murah dari harga sesungguhnya, potensinya terjadi penipuan,” tutupnya.
Sumber: kumparan