thayyibah.com :: Ngga boleh begitu ya Nak. Aduh itu kotor! Jangan main sama dia lagi! Jangan lompat-lompat dong!
Jangan ini jangan itu, ngga boleh ini ngga boleh itu. Pernahkah mengucapkan kata-kata seperti itu pada anak? Atau tidak sekedar pernah, tetapi justru sudah menjadi kebiasaan dan gaya dalam mendidik anak?
Sebagai orangtua apalagi jika anak-anak kita masih balita, tentunya kita menginginkan agar anak kita tumbuh sesuai dengan apa yang diharapkan. Kita pasti menginginkan balita kita tumbuh sehat, cerdas dan berkepribadian islami. Setiap hal yang bersinggungan dengan anak akan menjadi perhatian kita mulai dari kebiasaannya, perilakunya, mainan kesukaannya sampai teman bermainnya.
Perkembangan zaman dan tekhnologi yang tidak hanya memberikan efek positif tetapi juga efek negatif membuat kita makin meningkatkan penjagaan dan pengawasan terhadap anak. Tetapi terkadang kita sering lupa bahwa hal tersebut justru membuat kita over protektif pada anak.
Seorang anak memang membutuhkan arahan dari orangtua terkait hal-hal apa saja yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Tetapi kita harus paham bahwa seorang anak pun butuh ruang untuk dapat mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya tanpa didikte oleh orangtua.
Berdasarkan pengalaman saya mengasuh anak, terlalu mengatur dan memonopoli anak ternyata memberikan dampak negatif bagi tumbuh kembangnya. Atas dasar itulah saya berusaha mengubah pola dan gaya mendidik anak yang terarah dalam pengawasan namun memberikan kebebasan anak untuk mengeksplorasi minat dan bakatnya.
Lalu apa saja ya dampak negatif dari sikap over protektif orangtua terhadap anak? Let’s check the informations below!
1.Anak menjadi penakut
Ketika kita terlalu protektif pada anak, tujuannya mungkin ingin melindungi anak dengan alasan takut pada hal-hal negatif yang akan mempengaruhi hidup anak. Namun tanpa disadari ketakutan kita akan kita tularkan pada anak.
Kita takut anak menjadi sakit karena bermain bersama teman yang tidak bersih, takut anak jatuh kalau berlari-lari, takut ini takut itu dan masih banyak ketakutan lain yang sering kita sampaikan langsung pada anak. Hal ini mungkin lumrah, tetapi secara tak langsung perilaku kita justru akan membentuk anak memeliki kepribadian penakut dan pengecut dalam mencoba sesuatu yang ingin dilakukannya.
Tanpa mendikte anak kita toh dapat tetap melindunginya. Berikanlah kepercayaan kepada anak dengan tetap memantau penuh perkembangan apapun pada anak.
2.Kurang percaya diri
Pada masa kecil, orangtua kita mungkin pernah mengatur kita mulai dari cara berpakaian, membeli barang yang kita suka sampai memilih jurusan ketika kuliah, semua ditentukan oleh orangtua. Kita juga mungkin pernah dilarang memilih sesuatu yang sangat kita sukai. Lalu apa dampaknya sekarang?
Kita mungkin pernah merasa kurang percaya diri atas apapun yang kita hadapi. Kita sulit menjadi diri kita sendiri karena setiap langkah yang kita ambil selalu dibayang-bayangi orangtua.
Karena itulah sahabat ummi, jika sekarang kita telah menjadi orangtua janganlah menerapkan cara-cara konvensional yang over protektif dalam mendidik anak. Biarkan anak menjadi dirinya sendiri yang tetap dalam arahan kita. Jika ada langkah anak yang kita anggap tidak sesuai dengan nilai-nilai agama Islam kita dapat menasehatinya dengan cara yang baik dan tidak meremehkan dirinya.
3.Ragu-ragu dan sulit mengambil keputusan
Pernahkah menemukan anak yang selalu bertanya pada orangtuanya ketika akan memutuskan sesuatu. Jika sesekali dilakukan, hal itu tidak masalah karena artinya anak menghargai keberadaan orangtuanya sebagai penasehat hidupnya.
Tetapi bagaimana dengan anak yang hampir selalu tidak bisa menentukan pilihannya bahkan untuk hal-hal sepele dalam hidupnya? Pikirkanlah mungkin sifat dan sikap ragu-ragu tersebut karena andil kita.
Jika selama ini kita selalu mengatur anak, cobalah mengubah cara mendidik kita sejak dini. Libatkan anak dalam setiap pengambilan keputusan yang berkaitan dengannya. Jangan menekan kemampuannya dalam mengungkapkan pendapat, karena setiap anak pada usia apapun berhak menyampaikan pendapatnya. Tugas kita adalah mengarahkan pendapat dan pilihan anak agar tidak menyimpang dan sesuai dengan apa yang diajarkan agama.
4.Pemberontak
Seorang anak mungkin akan diam saja ketika menerima sikap orangtua yang otoriter dan terlalu protektif. Mereka akan menuruti setiap perintah dan larangan yang kita sampaikan pada mereka. Tetapi jangan bangga jika cara mendidik kita yang seperti itu membuat mereka patuh tanpa perlawanan.
Mungkin saja suatu saat mereka akan menjadi pemberontak karena merasa tidak tahan dengan sikap orangtuanya. Ketika usia balita anak mungkin belum mampu bertanya mengapa mereka dilarang dan diperintah melakukan banyak hal, tetapi semakin bertambahnya usia mereka, pertanyaan di dalam pikiran mereka pun akan makin besar. Jika orangtua tetap tidak bisa memberikan penjelasan yang dapat diterima oleh akal mereka, maka mereka akan menjadi sosok pemberontak yang liar dan sukar dikendalikan.
5.Menyalahgunakan kebebasan dan kepercayaan orangtua
Ketika orangtua menyadari bahwa anak perlu diberikan kebebasan setelah bertahun-tahun menerapkan pendidikan over protektif, maka hal itu akan dirasakan terlambat. Mengapa demikian? Karena biasanya sikap pemberontak anak yang muncul akibat gaya mendidik orang tua yang over protektif akan diikuti dengan sikap lainnya yaitu suka menyalahgunakan kepercayaan dan kebebasan yang diberikan orangtua.
6.Sukar berinovasi
Anak-anak yang selalu didekte dan diintervensi oleh orangtua dengan alasan ingin melindungi biasanya sukar untuk mengeksplorasi ide atau gagasan yang muncul di pikiran mereka. Hal ini disebabkan pikiran orangtua lebih mendominasi anak. Akibatnya anak akan mengalami kesulitan ketika harus berinovasi atau melakukan sesuatu yahng baru yang belum pernah mereka lakukan sebelumnya.
7.Menyalahgunakan Kebebasan
Ketika saatnya anak tumbuh dewasa, kebanyakan orangtua (bahkan yang overprotektif sekalipun) akan memberikan kepercayaan untuk membebaskan anak, sekaligus memperkenalkannya dengan tanggung jawab. Sayangnya, anak yang tumbuh dengan perlakuan overprotektif seringkali menyalahgunakan kebebasan tersebut dan justru bersikap seolah tidak bertanggung jawab.
Melindungi anak memang diperlukan, tentunya dengan batas kewajaran. Karena tidak semua hal akan membahayakannya, dan perlu dijelaskan alasan yang masuk akal mengapa anak tidak boleh melakukan suatu hal. Agar tidak muncul perasaan terkekang dan terenggut kebebasan yang membuat dirinya jadi tidak nyaman dengan Bunda.
Memiliki anak-anak yang masih dalam masa emas pertumbuhan dan perkembangannya tidaklah mudah. Kita harus selektif memilah dan memilih gaya mendidik seperti apa yang sesuai dengan kepribadian anak. Selain itu kita juga harus memperhatikan efek baik atau buruknya untuk masa depan anak.
Jangan sampai kecintaan kita kepada anak justru membuat anak terkekang hingga akhirnya anak tidak merasakan bahwa sikap adalah cinta melainkan sebuah penjara yang membelenggu mereka dari kemandirian dan kebebasan beraktualsasi sesuai minat dan bakat mereka.
Sebaik-baik pendidikan adalah pendidikan ala Rasulullah. Selain apa yang saya paparkan di atas kita juga perlu terus belajar mengenai cara mendidik anak yang diterapkan oleh Rasul kepada putra-putrinya. Selama perilaku anak tidak menyimpang biarkanlah anak tumbuh dan berkembang dengan menggunakan cara mereka yang tetap dalam pengawasan dan arahan kita sebagai orangtua.
Sumber: ummi-online