Thayyibah.com:: JAKARTA — Tidak hanya ke pesisir, Islam pun sudah sampai di pedalaman Papua. Tesis seorang sarjana dari Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Alfalah, Jayapura, Ade Yamin, menggambarkan bagaimana Islam mula-mula menginjak pedalaman hingga Lembah Baliem. Pemerintahan Bung Karno pada 1960-an memasukkan Papua ke wilayah kekuasaan ibu pertiwi.
Ketika itu, penjajah Belanda sudah menyingkir. Untuk memenangkan proses politik, penentuan pendapat rakyat (pepera), dibuatlah program asimilasi dengan warga asli Papua. Pada 1962 Bung Karno membuat program Pelopor Pembangunan Irian Barat (PPIB), yakni mengirim orang-orang Jawa ke Papua. Mereka dibantu tentara dan polisi yang juga Muslim untuk bertugas di sana.
Selain itu, masuknya Muslim ke Papua juga didorong kedatangan para kepala suku di Pegunungan Tengah ke Jakarta. Pada 1968 mereka mendatangi Istana untuk menemui Bung Karno. Para kepala suku itu mengatakan kepada Bung Karno bahwa peradaban di Papua masih tertinggal. Banyak orang asli memakan manusia usai perang suku. Mereka pun meminta presiden untuk mengirim warga ke Wamena. Bung Karno setuju.
Presiden pertama itu lantas mengirim satu rombongan dari Jawa Tengah yang berjumlah 50 orang. Umumnya, mereka Muslim. Mereka memiliki keahlian di berbagai bidang, dari pertanian, perkebunan, hingga pendidikan. Hanya, saat pemberangkatan, jumlah mereka menyusut hingga 35 orang. Sebanyak 15 orang lainnya mundur setelah diceritakan masih banyak kanibal di Papua. Ade Yamin menulis, Muslim pertama kali masuk ke Wamena, Jayawijaya, pada rentang 1962-1968.
Salah satu daerah yang dimasuki, yakni Distrik (kecamatan) Assolopogal. Salah satu desa di distrik tersebut bernama Megapura. Di sana, para pendatang membuat surau-surau kecil dan melaksanakan shalat lima waktu. Hingga saat ini, komunitas Muslim pun terus berkembang dan melanjutkan hubungan dengan warga asli. Dilansir republika.co.id