thayyibah.com :: 7 Hari terakhir ini benar-benar membuatku merasa aneh. Bahkan terlalu merasa aneh karena terlalu banyak kegiatan aksi yang sesungguhnya tidak perlu ada dan tidak semestinya terjadi. Ada aksi umat Islam menuntut penegakan hukum, ada aksi TNI POLRI apel Kenegaraan dengan ikat kepala Merah Putih, kemudian ada aksi Partai Politik pendukung Ahok hari ini menumpang dan mengganggu hari berolah raga masyarakat Jakarta di Jalan Sudirman Thamrin yang setiap minggu memang dikhususkan untuk masyarakat berolah raga.
Masalah dan kemelut bangsa ini tampaknya memang akan semakin menuju titik didih yang sempurna. Elit politik kader orde baru itu hari ini menunjukkan perlawanan kepada umat Islam yang menuntut penegakan hukum terhadap tersangka penista agama yaitu Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Aksi partai-partai politik hari ini adalah deklarasi kontra aksi 212. Dampaknya tentu akan menambah pekerjaan tidak perlu bagi presiden kedepan, karena saya meyakini bahwa aksi hari ini akan membuat suhu politik Jakarta semakin panas dan menuju titik didih sempurna.
Tajuk yang dikemas aksi hari ini adalah Kita Indonesia. Sayangnya para elit yang hadir disana ternyata gagal paham tentang Indonesia yang sesungguhnya. Mereka ternyata tidak menjadi Indonesia yang sejati, karena aturan tentang larangan kegiatan politik di Hari Bebas Kendaraan atau Car Free Day ditabrak oleh mereka. Indonesia sejati itu bukan pelanggar aturan, bukan penista agama, bukan pembela pelaku kejahatan, bukan pemecah belah bangsa dan bukan kepanjangan tangan asing baik secara bisnis, ekonomi maupun politik.
Saat ini bangsa benar-bebar terkotak-kotak dan terpecah. Ironinya perpecahan ini terjadi dimulai dari penodaan agama oleh Calon Gubernur DKI Jakarta Pilkada Serentak 2017 yaitu Basuki Tjahaja Purnama. Garis batas yang tadinya masih abu-abu kini semakin jelas dan tegas. Bahkan masalah yang ringan dan mudah diselesaikan baik secara hukum maupun diluar jalur hukum tersebut kini menggelinding besar bagai bola salju sebagai akibat dari kesalahan penanganan oleh penguasa. Tentu kesalahan penanganan tersebut terjadi karena ada keberpihakan kepada subjek masalah.
Aku benar-benar merasa asing sekarang dinegeri leluhur ini. Aku tidak mendapati hal-hal seperti ini terjadi pada rejim penguasa sebelumnya. 10 tahun Presiden SBY memerintah dengan segala kekurangan dan kekebihannya juga diserang dengan demo-demo dan tuntutan pelengseran, namun tidak pernah ada penangkapan dengan tuduhan Makar. Dan kepada penista agama, rejim SBY tidak pernah membiarkan berkeliaran, semua ditahan dan dipenjara tanpa rekayasa demi tegaknya hukum. Hanya di era rejim ini aktifis ditangkap dengan tuduhan makar dan penista agama dibela mati-matian. Bahkan era Megawati dan Gusdur tidak pernah terjadi seperti sekarang.
Aku menjadi asing dinegeri leluhur ini, aku menjadi rindu negeri itu sekarang. Negeri yang tidak gaduh oleh kelakuan para perusak kebinekaan bahkan ingin menjadi pemimpin. Negeri yang tidak ricuh karena pembungkaman demokrasi dan penangkapan aktifis.
Semoga presiden Jokowi segera menyelesaikan masalah-masalah bangsa ini dengan tepat, cermat dan tepat sasaran. Kembalikan bangsa ini kepada Indonesia yang sesungguhnya sesuai dengan UUD 45 ASLI dan cita-cita luhur para pendiri bangsa. Kami percaya segenap komponen bangsa ini akan bersedia membantu presiden Jokowi untuk mencarikan solusi bagi kemelut bangsa ini tanpa pamrih sepanjang Presiden Jokowi menunjukkan keberpihakan kepada bangsa. Ini sangat penting, agar kami anak bangsa tidak menjadi asing dinegeri leluhur ini.
Jakarta, 4 Desember 2016
Oleh : Ferdinand Hutahaean